Renald menghadap ke arah Agatha. "Nama lo Agatha kan." Padahal Renald sudah mengetahuinya, namun dia hanya basa-basi saja.
Agatha terlonjak. "Eh- iy-iya." jawab Agatha gugup.
“Yaudah sini masuk, jangan sungkan-sungkan ya, Neng.” Renald masuk terlebih dahulu di susul oleh Agatha. Kelas yang tadinya ramai lagi mendadak sunyi, karena kehadiran dua orang itu. Mereka kini jadi pusat perhatian.
"Neng cantik, bisa kenalin diri dulu.” Renald langsung mendiamkan seisi kelasnya yang masih berbisik bisik dengan tujuan agar Agatha bisa mengenalkan diri. Lalu agak mundur ke belakang, memberi ruang untuk Agatha berbicara.
Agatha memperkenalkan dirinya dengan singkat. Ia sedikit lega, karena teman-temannya menyambut Agatha dengan hangat. Bahkan, ada anak laki-laki yang terang-terangan menggodanya dan bertanya-tanya berapa nomor telepon. Yang pasti Agatha tahu bahwa itu hanya candaan semata, jadi hanya Agatha tanggapi dengan senyum tipis saja.
"Oke, lo boleh duduk di-" Renald mengedarkan pandangan ke depan, mencari tempat duduk yang sekiranya kosong untuk Agatha tempati.
“Samping gue aja, Dodi lo pindah ya, pleasee.” Dari arah belakang, Keysia mengangkat tangan.
“Boleh boleh, Dodi lo duduk di samping gue aja biar enak cewe sama cewe dan lo sama gue.” Meski berat hati, Dodi tetap berdiri dan langsung menduduki tempat duduk yang berada di samping Renald.
Renald menoleh ke arah Agatha setelah Dodi duduk di kursi samping Renald. “Agatha, lo duduk sama Keysia, ya.” Tunjuk Renald pada Keysia yang beberapa detik lalu mengangkat tangan, menawarkan tempat duduk di sampingnya. Keysia tersenyum lebar.
Agatha menganggukkan kepala, tidak lupa berterima kasih pada Renald. Kemudian berjalan menuju kursi barunya, duduk di sana. Samping kursi Keysia. “Ehem, Jadi lo pindah kesini? Katanya gak mau ke Jakarta lagi!” sindir Keysia setelah Agatha duduk di kursi.
“Tau tuh! Mana gak bisa dihubungin lagi, nyebelin emang,” tambah Gita ikut sebal pada Agatha. Sementara yang menjadi buah bibir mereka hanya menampilkan deretan giginya yang tersusun rapi.
“Ih, gue disuruh sama oma ke Jakarta. Masalah susah dihubungi, itu karena hp gue waktu awal ke Bandung ternyata hilang di jalan,” jelas Agatha sambil menunjukkan ponsel yang baru dibeli olehnya.
“Ya ampun Dira, gue kangen banget sama lo.” Dari arah samping Gita, seseorang tiba-tiba berceletuk. Membuat Agatha menengok ke arah itu. Bukannya memeluk Agatha, Clara justru melemparkan penghapus kecil ke arah Agatha dan tepat mengenai dahi cewek itu.
Agatha mengerucutkan bibirnya. “Ish! Clara gak berubah ya! temen dateng bukannya dipeluk kek malah dilemparin penghapus,” Sungut Agatha sambil memegang dahi.
“Hahaha... uuu tayang tayang sini peluk.” Clara merentangkan tangan seolah ingin memeluk Agatha.
“Gak mau!!” Agatha menjauh kebelakang. Kini giliran Clara yang mengerutkan bibir.
“Ra, ceritain dong kehidupan lo selama di Bandung,” Ucap Gita antusias mengalihkan perhatian Agatha. Gita mulai mendekati meja Agatha. Selagi mereka jam kosong pasti sangat menyenangkan mendengar cerita anak rantauan ini.
Agatha tak kalah antusias pun mulai menceritakan kehidupannya selama di Bandung.
***
KRINGG!!
Suara Bel istirahat berbunyi dengan nyaring. Agatha bangun dari duduk, bergegas ke ruang guru. Baru saja ia ingin meninggalkan kelas, suara Keysia sukses menghentikan langkah kaki Agatha yang baru mencapai pintu. Agatha berbalik.
“Lo mau kemana? Gak ke kantin, Ra?" Tanya Keysia menyusul langkah kaki Agatha, di ikuti oleh teman temannya. Agatha berpikir sejenak sebelum menggelengkan kepala.
"Nanti deh gue nyusul. Mau ke Bu Siska dulu, di suruh ke ruangannya.” Keysia mengangguk.
"Mau nitip?" Tanya Gita yang sudah berdiri di sebelah Agatha.
Agatha sedang tidak ingin makan, namun, “Em, nitip batagor sama air putih aja, deh,” putusnya. Lumayan untuk mengganjal lapar.
"Yaudah jangan lama-lama lo,” ucap Keysia mengingatkan Agatha. Cewek itu mengangguk.
"Siap Bos.” Agatha terkekeh di ikuti oleh mereka bertiga.
Agatha melambaikan tangan, lalu berbalik keluar dari kelas menuju ke ruang guru yang berada di lantai dua. Sekedar informasi kelas Agatha berada di lantai 3. Jadi ia harus menuruni satu lantai agar mencapai ruang guru .
***
Agatha mengetuk pintu ruang guru sebelum memasuki ruangan itu. Satu tangan bergerak membuka pintu, menuju meja Bu Siska yang sudah ada si pemiliknya disana. Pesan kepala sekolah yang Agatha dengar tadi pagi, jika ingin memasuki ruang guru tidak usah mengetuk pintu terlebih dahulu dan langsung masuk saja, sebab ruang guru sangat luas jadi tidak ada efeknya jika Agatha mengetuk pintu sambil menunggu seseorang membukakan pintu, itu pesan kepala sekolah yang Agatha ingat. Maka dari itu dari langsung memasuki ruang guru. Bukan berarti dia tidak sopa, ya.
"Permisi, Bu,” sapa Agatha. Di sana dia melihat Bu Siska sedang asik menulis sesuatu di binder.
“Silahkan duduk, Agatha.” Agatha duduk di kursi berhadapan dengan Bu Siska.
Bu Siska mengeluarkan map, memberikannya pada Agatha. "Map ini berisi tata tertib sekolah ini, jadwal seragam yang harus kamu kenakan dan jadwal mata pelajaran juga ada di sini. Setelah ini kamu boleh langsung ke perpustakaan yang berada di lantai satu untuk mengambil buku buku yang sudah disediakan guru perpustakaan untuk kamu, Agatha,” jelas Bu Siska pengertian. Agatha mengangguk.
"Siap, Bu."
"Ya sudah, Ibu senang menjadi wali kelas kamu, Agatha. Kalau ada apa-apa kamu bisa panggil Ibu, ya. Sekarang kamu boleh ke perpustakaan supaya jam istirahat kamu tidak terlalu terpotong banyak."
"Baik, Bu. Saya permisi, terima kasih.” Agatha tersenyum ramah pada Bu Siska. Wali kelas Agatha ternyata sangat baik. Dia cukup nyaman beradaptasi dengan Bu Siska.
Dia di suruh ke perpustakaan, sedangkan Agatha belum tahu letak letak ruangan, kecuali ruang guru dan ruang kelas Agatha.
Setelah mendapat anggukan dan senyuman dari Bu Siska, Agatha segera berpamitan keluar dari ruang guru, menuruni lantai satu sambil mencari siswa siswi yang sekiranya berada di sekitar lantai satu, barangkali Agatha bisa menanyai mereka tanpa harus mencari-cari perpustakaan sekolah ini.
Namun, sudah lebih dari lima menit ia berputar-putar lantai satu, Agatha tak kunjung menemukan ruang perpustakaan maupun siswa dan siswi juga tidak terlihat oleh matanya. Kaki itu pun berhenti dengan sendirinya dan setitik keringat mulai mengalir dari sudut mata cewek itu. Agatha mengelap keringat itu.
"Ih, gedungnya gede banget! Cape tau muter-muter mulu. Huh, mana gak ada orang yang lewat, masa harus nanya keysia. Oh iya! Gak tau juga kantinnya dimana, astaga Agatha! ceroboh banget sih!" Agatha reflek menepuk dahi ketika merasa bodoh dengan dirinya sendiri. Kenapa dia bisa lupa. Jadi dia ini kesasar? Dia merasa hanya putar putar di satu wilayah saja.
Karena lelah, akhirnya Agatha memutuskan untuk beristirahat sejenak di kursi dekatnya.
Pucuk dicinta ulam pun tiba. Baru saja dia duduk, pandangan Agatha langsung tertuju pada seorang murid yang sedang berjalan ke arahnya. Senyum lebar terbit di bibir mungil itu. Dia melirik seragam yang kakak kelas itu pakai. Kelas 12 ipa.
Oh, ternyata satu jurusan dengan Agatha. Sama-sama anak ipa.