Masa Lalu

1167 Kata
Bunga tersenyum mengamati paket yang sudah ia tunggu sejak seminggu yang lalu. berbagai botol di dalam dus terlihat begitu menyenangkan daripada melihat wajah Pak Samsul pagi-pagi yang mengunjunginya sambil membawa nasi kuning untuk sarapan. benar-benar Kakek itu, gencar abis mengejarnya. Boro-boro Bunga demen yang ada Bunga langsung ngacir pagi-pagi ke kantor. " Apaan itu Mbak?" tanya Sarah anak magang begitu masuk ke dalam pantry. Bunga tersenyum lebar dan menunjukkan isi dus yang sedari tadi ia amati. " Wih.. banyak amat Mbak! buka salon dirumah?" " Enggalah, buat sendiri." Sarah mengambil salah satu botol dan membacanya satu per satu. " Shampoo, conditioner, vitamin, creambath treatment, hair tonic, hair spray, dan masker. ampun Mbak, niat banget buat perawatan kayak gini!" pekik Farah dan menyentuh rambut Bunga. " Tapi emang deh rambut Mbak bagus banget. kelihatan rajin ngerawatnya, kalau aku kadang malas ke salon, shampoan juga kadang tiga hari sekali." " Saya juga dulu banget jarang kayak beginian, boro-boro perawatan, ke salon aja bisa deh di itung pakai jari itu juga pas mau potong rambut aja." " Lah terus sejak kapan Mbak jadi rajin perawatan gini?" Bunga terdiam dan mengamati berbagai macam botol perawatan mahkotanya di atas meja, pikirannya kembali pada dirinya ketika berusia 16 tahun. Setelah kegiatan pensi berakhir, ada kebiasaan baru yang disukai Bunga yaitu mengamati laki-laki tampan bernama Aldi yang memiliki hobi membaca di perpustakaan. Aldi... menyebut namanya membuat Bunga merona, Bunga tahu jika ia sudah jatuh cinta pada Aldi. " Jangan dipandang teruslah Nga, coba dekatin. Si Aldi ini kan bukan cowok idola macam captain basket kita si Reza, jadi saingan lo paling anak kutu buku macam cewe eskul KIR (Karya Ilmiah Remaja)." ucap Yuyun sahabat karibnya sejak kelas 1 SMA. " Kalau ditolak gimana? kan malu." " Yang penting udah usaha Nga. siapa tahu setelah lo nembak dia, dia jadi mulai ngelihat lo. daripada kayak gini sekalinya papasan cuma senyum basa-basi doang. kalau mau senyum begitu mending lo ke indomaret gih, dapat senyum pepsodent dari mas-masnya." " Gue tembak pakai surat aja gitu ya?" " Ya Allah pakai surat? lo hidup jaman kapan sih? agak modernan dikit dong, pakai email kek!" sindir Yuyun sambil memakan sate jebretnya. " Lo mintain gih alamat emailnya si Aldi, entar malam gue kirim puisi cinta buat dia!" " Ya Allah Nga, serius lo mau lewat email? macam ngelamar kerja aja lewat gitu. nyatain langsung aja atuh!" " Malu ah.." elak Bunga. " Malunya cuma sebentar kok, nantinya justu lo pasti bersyukur ngikutin saran gue." Bunga menggaruk rambutnya yang mendadak gatal hingga akhirnya ia mengangguk. " Iya deh, tapi gue nembak dia dimana ya? gue harus nyatain pake toa sambil bawa bunga gitu engga menurut lo biar romantis?" Yuyun menatap sahabatnya dengan pandangan tidak percaya. " Err.. Nga, sekedar pemberitahuan ya berani boleh tapi norak jangan. lo itu cewe ya nembaknya ada batasan juga kali." " Jadi gimana?" " Lo mau nembak ala tertutup atau terbuka? kalau terbuka ya macam di taman gitu, kalau tertutup ya kalau lo mau gue bisa pinjemin lo ruang siaran sebentar pas istirahat. jadi lo bawa Aldi ke ruang siaran, ceritanya lo minta tolong dia apa gitu terus lo tembak dia. jadi kalau lo ditolak engga bakalan kelihatan sama yang lain kan di ruang tertutup." " Boleh deh, besok gue pinjam ruangannya ya." ujar Bunga semangat. " Saya engga terlalu paham software radio lho Bunga." ujar Aldi begitu masuk ke dalam ruang siaran. Bunga yang berdiri di belakang Aldi sibuk menoleh keadaan sekitar, takut ada yang memergokinya membawa Aldi keruangan. entah mengapa saat ini Bunga merasa seperti penculik yang hendak memperkosa perawan. " Bunga?" panggil Aldi menatap Bunga yang terlihat pucat. " Hah? oh i-iya? coba aja dilihat dulu siapa tahu bisa." ucap Bunga gugup. " Saya baru lho lihat software Matrix gini , kamu kok bisa sampai mikir saya bisa bantu? kenapa engga minta tolong Pak Rony guru IT?" tanya Aldi menatap Bunga bingung. Bunga meneguk ludah, entah mengapa perasaannya tidak karuan. ia merasa menyesal karena telah membawa Aldi ke ruang siaran, karena entah mengapa saat ini ruangan ini terasa sempit dan panas . " Bunga, kamu kenapa?" tanya Aldi perlahan mendekati Bunga. Bunga yang merasa gugup, mendadak memundurkan langkahnya hingga ia menabrak meja audio, tangannya ia tumpu di kedua sisi meja dibelakangnya hingga tanpa sadar ia menyalakan audio mixer. Aldi menatap Bunga begitu intens, perlahan ia berjalan mendekati Bunga yang sudah pasrah ditatap secara dalam oleh Aldi. tangan Aldi terulur menyentuh pundak Bunga. degup jantung Bunga berpacu semakin keras, keringat dingin mulai bercucuran di pelipisnya. perlahan Bunga menutup matanya dan menunggu... " Ah... kutu ternayata. Bunga, rambut kamu ada kutunya ya? tadinya saya kira itu semut, ternyata pas didekati ternyata kutu." ucap Aldi mengambil seekor kutu kecil dari bahu Bunga. Bunga? jangan ditanya, malunya sudah sampai ubun-ubun. merasa gugup ia langsung keluar dari ruang siaran. berlari secepatnya berusaha menutup wajahnya dari Aldi, tanpa ia sadari jika perkataan Aldi didengar oleh seluruh penjuru sekolah sehingga keesokan harinya Bunga menjadi bahan olokan satu sekolah. disitulah ia membenci Aldi. ... " Tante Bunga!" panggil seseorang ketika Bunga baru selesai foto copy di lantai bawah. Bunga menyipitkan matanya untuk mencari tahu siapa yang memanggilnya, sedetik kemudian ia tersenyum melihat gadis berseragam SD berlari menghampirinya dengan rambut yang agak berantakan. " Mau ketemu Papa?" tanya Bunga mengelus rambut Hana begitu gadis kecil itu memeluk pinggangnya. Hana mengangguk dan menggenggam tangan Bunga. " Kamu kesini sama siapa?" " Mama Tante, tuh Mama." tunjuk Bunga kepada seorang gadis berambut  merah dengan dress sabrina berjalan dengan anggun menghampiri dirinya. " Kayak kenal." ujar Cintya membuka kacamata hitamnya. Bunga tertegun menatap Cintya yang sudah 17 tahun tidak ditemuinya. pantas saja Aldi mau menikahi gadis ini, wong Cintya makin cantik dan seksi. apalagi dadanya itu, saking besarnya sampai-sampai belahan dadanya terpampang dengan jelas. mendadak Bunga membandingkan d**a datarnya dengan Cintya, kok pedih ya? " Kita satu sekolah waktu SMA." jawab Bunga tersenyum kecil. " Ow.. ow..ow.. kamu Bunga kan? yang terkenal karena serangga kecil yang bersarang di rambut itu?" Bunga menggeram pelan, padahal sudah 17 tahun kenapa yang ingat malah wanita ini bukan mantan suaminya? " Memangnya Tante Bunga punya serangga apa Mama?" tanya Hana polos. " Anak kecil engga boleh kepo ya. tuh Papa." ucap Cintya menatap seseorang dibelakang Bunga. Hana tersenyum lebar menatap Aldi dan memeluk Aldi erat. " Papa!" pekik Hana. Aldi tertawa pelan dan mencium kedua pipi Hana. " Gimana sekolahnya?" " Hana dapat nilai 100 pelajaran bahasa indonesia, Papa." " Anak Papa pinter." Aldi kini menatap Cintya. " Makasih ya udah jemput Hana." ucap Aldi lembut. " Hana kan anak aku juga, dia udah aku ajak makan siang tadi." Bunga yang merasa serba salah berada ditengah keluarga itu, berdeham pelan sehingga Aldi segera menatapnya. " Saya permisi ke atas dulu." " Bunga." Panggil Aldi menahan Bunga.  " Hati-hati keatasnya ya." Bunga mengerutkan alis namun mengangguk. buru-buru ia berjalan menuju lift untuk menjauh dari keluarga itu. Astaga jika bisa Bunga ingin sekali resign sekarang juga. namun perusahaan manakah yang mau menerima dengan mudah dirinya disaat ia berusia 35 tahun?        
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN