2

1501 Kata
“Aldo nggak papa anter Dillia?” tanya Dillia membuat Aldo geram. Perasaan Aldo, ini cewek udah tiga kali nanya, kenapa nanya lagi coba. Kesel Aldo jadinya. Berasa pengen lelepin ke empang, untung aja dari tadi nggak ada empat dipinggir jalan. Takut khilaf Aldo. Fyi, Dillia ini adalah sahabat dari Dira, wanita pujaannya yang sudah ditikung oleh sahabat seperjuangannya itu. Dira memiliki dua sahabat yang sayangnya, gadis yang saat ini tengah bersama Aldo ini adalah sahabat Dira yang super duper oonnya. “Enggak apa Dil, santai aja. Ini belok mana?” tanya Aldo mencoba bersabar. Jika bukan amanat dari wanita pujaan hatinya, sudah ditendang kali Dillia sedari tadi dari mobilnya. “Kanan, abis itu lurus ada plang yang iklanin shampo mentol, belok ke kanan ya Do. Rumah warna putih pager hitam itu ruman Papanya Dillia.” Sialan dipikir Aldo supir taksi. Dillia ini temannya Dira. Sayangnya walaupun sama-sama diawali dengan huruf  D, sifat mereka nggak ada sama-samanya. Dira itu, beuh cantik pinter lagi. Beda sama Dillia,  Dillia itu beuuuuh oonnya setengah mati, belum lagi lemotnya nggak ketulungan. Beuuuh, jangan sampai deh dia punya pacar kaya Dillia. Bisa snewen dia tiap hari. Tiap hari yang ada Aldo makan hati gara-gara punya pacar IQ jongkok begini. Saat ini Aldo memang tengah mengantar sahabat dari pujaan hatinya itu untuk pulang ke rumah. Ini juga efek dari kepalanya yang nggak bisa direm buat ngangguk setiap Dira bicara. Suara bak dewi Dira mana bisa nggak di denger, suaranya membuai banget. Bikin dia sampai kena jebakan batman begini. Dasar kepala penghianat. Ngapain coba nganggukkin kepala waktu Dira minta dirinya nganterin Dillia pulang. Uhhh, suara kamu emang bikin aku lemah Dir. Sayang kamu udah jadi milik si Ibab. “Do, Do yang ini rumah gue. Masuk aja langsung.” Aldo mengarahkan mobilnya memasuki gerbang rumah Dillia yang terbuka. Terlihat disana ada laki-laki muda tampan sedang keluar dari sebuah CRV putih. Herder nih kayaknya. Sialan galak banget tampang anjingnya Dillia. batinnya dalam hati. Kesel sih sebenernya. Katanya nggak ada yang jemput. Nah, peliharaan satu itu buat apa? “Loh Abang, kok udah sampai rumah?” tanya Dillia sembari bersalaman dengan Rizkan; Abangnya, ketika ia dan Aldo sudah turun dari mobil. Rizkan tersenyum ramah pada Dillia saat adiknya itu mencium punggung tangannya. Sopan sih nih cewek, sayang begonya nggak nanggung. “Nganter Dillia ya?” Lah ini bego banget ya, udah jelas Dillia keluar dari mobilnya, batin Aldo gemas. Padahal tampangnya garang kaya herder gitu. Ternyata sebelas dua belas sama cewek di sampingnya. “Iya Bang. Kenalin Aldo.” Aldo merutuki dirinya yang sok akrab dengan Abangnya Dillia. Kenapa juga tubuhnya ini suka sekali berkhianat. Kan mending langsung pulang biar cepet bisa mimpiin si Dira yang udah disabotase Dipta. “Rizkan, ayo masuk dulu. Dek buatin minum buat Aldo. Yang lama ya.”  Nah loh, kok bikin minum aja harus yang lama, Aldo jadi merinding sendiri. Enggak naksir Aldo kan Abangnya Dillia. “Masuk sini duduk.” Rizkan yang tadinya ramah jadi sedikit dingin setelah kepergian Dillia ke dapur. Apes banget. Kok jadi serem begini suasana. Aldo kembali menyesali dirinya yang mau mengantarkan Dillia pulang. Efek terkena rayuan maut mulur bidadari, jadinya dia nyemplung ke neraka begini. “Oh, jadi Lo yang bikin adek Gue nggak mau makan selama ini?” tanya Rizkan yang lebih tepat disebut dengan pernyataan itu, membuat Aldo melongo ditempatnya. Aldo sama sekali nggak maksud dengan perkataan Rizkan, Abang dari gadis yang barusan dia antar ini. Dari mana judulnya, tiba-tiba nuduh orang tanpa arahan begini. Aldo membatin dalam hatinya, apa benar Dillia nggak mau makan karena Aldo? Terus kenapa Dillia nggak mau makan?  Hubungannya Dillia yang nggak mau makan apa coba sama Aldo? Wiih keren Aldo, dibilangin Aldo ini mirip kaya si Justin Biebier, pada nggak percaya. Dillia aja sampai nggak mau makan tuh katanya. Ngeri kan ya Aldo? Tetep aja Dira nggak mau sama dia, pikiran itu membuat Aldo yang tadinya sempat bangga jadi lesu kembali. “Lo sok kecakepan banget ya, duain adek Gue! Tampang kaya papan catur aja, sok-sokan mainin anak orang.” Aldo tambah melongo dibuatnya. Wah ini namanya ngajak berantem. Muka Aldo yang katanya banyak orang mirip mantan pacarnya Selena Gomez ini, ya walaupun dilihatnya dari ujung monas  sih pake sedotan buntu itu, dikatain kayak papan catur sama orang yang, em..  Emang, yaah bisa dibilang lebih ganteng darinya sih. Jauuhhhhhhhhh lagi gantengnya. Fix, Tuhan nggak adil ke gue! “Kapan Gue selingkuh.” Sanggah Aldo. Sodara-sodara ini adalah jawaban tersalah yang seharusnya nggak Aldo ucapkan. Padahalkan pacaran dengan adiknya Rizkan saja enggak. Terus gimana mau nyelingkuhin coba? Bego banget, rutuk Aldo dalam hati. Bughhh “Aduh sakit woy, nih ngajak ribut apa gimana? Bilang-bilang dong kalau mau mukul. Gue biar siap kuda-kuda.” Maki Aldo saat wajahnya yang kelewat tampan kena bogeman Abangnya Dillia. “Kuda-kuda my ass.” Maki Rizan ganti, “sialan, anak kampus UP* aja ngerese Lo. Sok-sokan jadi Playboy. Tampang minus aja. Ngaca sono, Anjing!” teriak Rizkan dengan saraf-saraf di lehernya yang terlihat membiru. Aldo meringis. Hantaman keras di rahangnya membuatnya terkapar di atas lantai. Apa tadi Abangnya Dillia bilang? UP*?  Universitas Pelita? What, kapan Aldo kuliah disana? Lulus SMA aja belom. Mana mungkin juga masuk sana? Nyogok apa? Nyogok juga pasti bakalan ditolak mentah-mentah Aldo sih. Secara otaknya nggak bisa diandelin juga buat menopang kuliah disana. Ini namanya korban salah sambung.  Eh- salah sangka. Aldo langsung berdiri dan berlari ke dapur ke arah dimana Dillia berada. Kalau cuman Aldo yang jelasin pasti Abangnya Dillia nggak akan percaya. Jalan satu-satunya ya kabur dulu. Main urat sih Abangnya Dillia, Aldo kan jadi takut. Dia sukanya main alus soalnya. Pluk.. Aldo memeluk tubuh Dillia mencari perlindungan di gadis itu. Tangannya gemetar. “Bantuin gue, please.” Bisik Aldo. Dillia bukannya menjawab bisikan Aldo, justru menggeliat dengan suara yang sangat lirih. “Auuh, Do. Do aduuh, Dillia diapain ini?” Rizkan  yang mengejar Aldo, memelototkan kedua bola matanya. Keluarganya adalah keluarga yang menjunjung tinggi adat ketimuran. Apa yang ia lihat sekarang membuat bola matanya hampir terlepas. Dihadapannya kini terpampang adik perawannya yang sedang dipeluk oleh makhluk, dengan kategori spesies yang belum Rizkan tentukan masuk golongan mana. Dan.. Dan parahnya itu tangan manusia terkutuk itu, tengah menangkup buah d**a sang adik. “Do, lepasin Do. Ahhh Do.” Teriak Dillia sembari  mencoba melepaskan tangan Aldo dari buah dadanya. Astaghfirullah Tidak henti-hentinya Rizkan melafalkan itu kala sisi malaikatnya kembali, mencoba menghilangkan iblis yang membuatnya tadi bersumpah serapah pada pacar adiknya.  Tapi bagaimana bisa sisi itu lenyap, adegan di depannya cukup menyita sisi kewarasannya sebagai manusia. “Pokoknya Lo bawa ortu Lo kesini, sekarang juga. Gue tunggu! Kalau nggak , Gue rajam Lo. Kalian kudu nikah. Ya, Allah... Ya, Allah. Gimana cara ngomong ke Papa Mama di Mekkah ini.” Teriak Rizkan berjalan meninggalkan manusia yang ia pikir adalah pasangan kekasih itu. “Bang, ini.. Aahh Do, Dillia pengen pipis.” Kata Dillia mencoba mencegah Abangnya, namun perkataannya tertelan dengan apa yang ia rasakan karena jemari tangan Aldo. “Lo, kudu nikahin adek Gue. Ya, Allah. Anjrit itu tangan Lo singkirin.” Bentak Rizkan yang tiba-tiba saja kembali ke dapur, membuat Aldo tersadar dan melepaskan tangannya dari tubuh Dillia. Aldo menggaruk kepalanya yang sama sekali tidak gatal. “Aldooooo tangaaanya begoooooo.” Jerit Dillia marah. “Sorry keenakan gue Dill. Maafin gue.” Desah Aldo nyengir. Plak....  Satu tamparan mendarat mulus dipipi Aldo. Jelas saja Dillia menampar Aldo. Bayangkan Aldo meminta maaf tapi tanganya tiba-tiba menangkup dadanya lagi. Laki-laki kurang ajar memang. “Dill, Dill sorry gue nggak sengaja. Ya Allah tangan gue kenapa keenakan sih.” “Aldo mah jahat. Dillia dilecehin kaya gitu.” Isak Dillia menangis. “Panggil ortu lo kesini apa gue matiin lo sekarang.” Ancam Rizkan ingin mencekik Aldo membuat Aldo ketakutan. Jangan sampai dia mati, enak banget nanti Aldino adiknya, bisa kesenengan nanti kalau dia mati. Belum lagi Abangnya, beuh bisa pada party itu nanti saudara-saudaranya. “Iya iya Bangg. Iyaaa Ya Allaaaaah. Gue belum kelar juga megang-megangnya.” Aldo bingung sekali. Ini beneran harus telepon Mami-Papinya? Apa coba kata orang tuanya nanti kalau dia ngomong yang sebenarnya. Mi, Pi, anakmu harus nikahin anak orang karena gak sengaja remas-remas. Sama remas itunya sampe mau pipis. Gilaaaaaa gue bisa digorok Papi ini ya  Allah,  warisan gue terancam ya Allaaaaaaah, batinnya menangisi kebodohan atas kekhilafannya barusan. Kenapa sih hidupnya harus semenderita ini, kenapa? Apa dosa dan salahnya selama ini? Kon cobaan dateng mulu perasaan. Apa salah Aldo ya Allah?, jeritnya frustasi hampir menangis. Yaelah nggak mungkin jugakan Aldo ngomong  yang sebenarnya ke Mami-Papinya. Beneran bisa terancam posisinya Aldo nanti  dipewarisan Mahendra. Jadi gembel nanti dia, tambah ngenes lagi deh hidupnya. Bisa-bisa hidup di emperan nanti dia. Makannya pake nasi tong sampah, hih membayangkan itu Aldo bergidik ngeri sendiri. Ngenes banget Aldo. Naksirnya Dira, dapetnya Dillia. Karma, karma. Kamarnya jelek banget. Aldo rasanya pengen narik kata-katanya yang udah jelek-jelekin Dillia di dalam mobil tadi deh. Tolong waktu diputar kembali Aldo tadi khilaf, doanya dalam hati.  
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN