bc

Jodohku Cewek Galak

book_age16+
detail_authorizedDIIZINKAN
168
IKUTI
1K
BACA
family
powerful
drama
sweet
like
intro-logo
Uraian

Sebagai salah satu pewaris dari The Emperor Cristian Lazuardy, pria tampan dan mapan berusia tiga puluh tahun, kehidupannya bisa di bilang sangat membosankan.

Walaupun lahir dan di besarkan bergelimang harta serta kasih sayang tak lantas membuat dirinya hidup semena-mena. Dia sangat sayang pada keluarganya, terutama adik bungsunya. Hanya satu kekurangan Cristian, ya itu jomblo sejak lahir hingga setengah matang.

Suatu hari Cristian tidak sengaja melihat wanita yang tengah duduk termenung di taman. Dan sejak saat itu dia memiliki hobi baru, yaitu menjadi seorang penguntit. Kemanapun si wanita pergi, maka di sana akan ada Cristian. Dia mengikuti kemanapun wanita galak itu melangkah.

Hingga Cristian memutuskan untuk tinggal berdekatan dengan si wanita, akan tetapi, satu persatu masalah muncul. Mulai dari pesaing sampai gadis cantik yang mencoba menarik dan mengalihkan perhatiannya.

Akankah Cristian mendapatkan hati si wanita judes, galak dan polos-polos m***m itu? Atau memilih menjatuhkan pilihan hatinya pada gadis lemah lembut yang selalu mengejarnya?

chap-preview
Pratinjau gratis
Chapter 1
Chapter 1 Mendung di pagi hari tak menyurutkan niat anak-anak manusia yang hendak melakukan aktivitas. Pun dengan Davi Mahendra sibuk mempersiapkan berkas-berkas dan juga laptop yang selalu di bawanya. Sementara di ruangan makan seorang wanita paruh baya tengah sibuk mempersiapkan sarapan untuk anak dan cucunya. “Nisa! Panggilkan Om kamu. Suruh dia cepat sarapan,” titah wanita paruh baya itu setengah berteriak pada gadis remaja berwajah manis berseragam SMA. Gadis yang di panggil Nisa hanya mengangguk dan segera berlari. Tak lama dia keluar beriringan dengan Davi. “Kamu ini, Dav, masa iya setiap pagi harus di panggil terus, mbok ya bangun dan siap-siap lebih pagi biar gak selalu di teriaki 'kan malu sama tetangga,” ujarnya tanpa henti. “Ya Mami gak usah teriak-teriak ‘kan beres. Lagian kalau sudah waktunya aku sarapan kok, gak perlu di panggil.” “Kamu ini, jawab saja ya.” Davi hanya mengedikkan bahunya, dan memulai sarapan. “Nanti jangan lupa, antar Nisa ke sekolah.” “Iya ... Mam, beres.” Usai sarapan Davi segera berpamitan pada ibunya. “Mam, berangkat dulu. Assalaamu'alaikum.” Tak lupa dia mencium tangan sang ibu dengan takzim di ikuti oleh keponakannya, Nisa. Davi keluar terlebih dahulu dan segera menuju garasi, sekilas sudut matanya menangkap sosok wanita yang tinggal bersebelahan dengan rumahnya. Wanita berpostur tinggi semampai berkulit kuning langsat dengan wajah cantik. Wanita itu menoleh dan tersenyum manis padanya kemudian berlalu meninggalkan rumah. Davi menatap punggung wanita itu tanpa berkedip. “Om, kok liatin tante Zahra terus sih? Naksir ya?” Tiba-tiba Nisa mengagetkan Davi. “Ish sembarangan! Siapa yang mau sama perempuan galak dan judes begitu,” sela Davi ketus. “Galak dan judes tapi cantik ‘kan?” tanya Nisa. menggoda omnya sudah merupakan keseharian gadis remaja itu. “Cantik sih, tapi tetap saja bukan tipe Om.” “Yakin bukan tipe Om? Tapi tiap kali melihat tante Zahra, mata Om udah kayak mau keluar tuh.” “Anak kecil tahu apa sih!” Davi masuk mobil terlebih dahulu, lalu di susul oleh Nisa. Keduanya tidak banyak bicara sampai Nisa berteriak. “Ehh, Om berhenti!” Davi seketika menghentikan laju mobilnya. Zahra yang sedang mereka gosipkan tengah santai berjalan, dia harus berjalan kaki cukup jauh untuk sampai ke gerbang Kompleks perumahan tempatnya tinggal. Tengah asyik berjalan sembari melamun tiba-tiba Zahra di kejutkan dengan sebuah mobil yang berhenti mendadak tepat di sebelahnya. Zahra yang syok hanya diam mematung dan tangan yang memegangi d**a. Kaca mobil perlahan terbuka. “Tante Zahra, kata Om Davi di suruh masuk, kita berangkat barengan!” teriak Nisa. Zahra masih diam tak bergeming di tempatnya. “Tan, Tante!” Nisa melambaikan tangannya di depan wajah Zahra. “Eh iya, kenapa, Nis?” Zahra yang baru sadar dari rasa syoknya tampak gelagapan. “Ih Tante mah. Kata Om Davi, Tante di suruh naik ke mobil, kita berangkat bareng.” Zahra menatap Nisa kemudian beralih pada Davi yang juga sedang menatap dirinya. “Nggak usah! Makasih banyak,” jawab Zahra, dia tahu kalau itu hanya keinginan Nisa bukan atas persetujuan Davi. “Kalian berangkat duluan saja ya, saya masih ada perlu,” lanjutnya sambil membungkuk menatap Nisa. Dari kejauhan tampak seorang wanita berjalan ke arah mereka. Dengan cepat Davi melambaikan tangannya dan menyapa wanita tersebut. “Avriel, mau berangkat bareng gue gak?” Davi menawarkan tumpangan pada wanita yang bernama Avriel. “Lu mau berangkat kerja ya, Dav? Kita kan gak searah, nanti lu telat lagi,” jawabnya dengan senyuman manis yang terukir di bibir. “Cuma mutar sedikit, ayolah, gak papah kok.” Avriel melirik sekilas pada Zahra yang masih terdiam di tempatnya. “Ra, kamu mau ikut ke depan yuk, sekalian numpang mobil Davi,” ajak Avriel pada Zahra. Zahra menggeleng pelan. “Tidak usah, kalian berangkat saja duluan.” Avriel membuka pintu penumpang mobil Davi dan segera melangkah masuk, sementara Zahra berlalu meneruskan langkah kakinya. Davi menatap kepergian Zahra dengan tatapan datar. “Kita nunggu apa lagi, Dav? Apa ada yang mau ikut selain gue?” tanya Avriel menyadarkan Davi dari lamunannya. “Em nggak kok, sorry gue ngelamun.” Davi segera menstater mobilnya dan berlalu meninggalkan perumahan tempat mereka tinggal. “Zahra kok gak mau ikut ya? Padahal kan dia searah sama lu, Dav.” “Tidak tahu, mungkin dia ada keperluan lain dulu.” Davi hanya mengedikkan bahu tak acuh, tak mau memikirkan Zahra yang menolak berangkat bersamanya. “Ya heran aja, dari pada lama nunggu busway, mana harus jalan kaki dulu,” lanjut Avriel yang masih keheranan dengan penolakan Zahra. "Ya sudahlah 'kan dianya yang nggak mau ikut,” jawab Davi masih dalam mode masa bodo. “Bukan Tante Zahra yang gak mau ikut, tapi Om Davi emang gak mau ngajak 'kan? kalau ada Tante Zahra, Om suka gagal fokus,” celetuk Nisa. Mendengar perkataan Nisa wajah Davi langsung berubah masam. “Ck. Anak kecil bawel.” Davi melirik keponakannya dengan perasaan kesal. Dia juga tidak tahu kenapa, Zahra itu baik walaupun judes dan sedikit aneh menurutnya, tapi entah kenapa dia tidak pernah memedulikan perempuan satu itu secara langsung. Bagi Davi, Zahra itu sudah mah aneh, bawel nggak jelas, dia pun sudah terlalu dewasa untuk di jadikan sekedar teman oleh dirinya, tapi ada sesuatu hal yang tidak bisa Davi mengerti, yaitu kebiasaan dirinya yang selalu menatap wanita itu secara diam-diam. Berbeda dengan Avriel yang memang masih jauh lebih muda dari Zahra, selain cantik Avriel juga lemah lembut bawaannya dan sangat keibuan. Sedangkan di tempat jauh lainnya, ada seorang pria tampan tengah menikmati sarapan paginya, dia tampak sangat menikmati suasana di meja makan yang riuh, walaupun wajahnya terlihat datar dan sedikit bengong, melamun. “Cris, kenapa melamun?” Seorang pria paruh baya yang duduk di seberangnya bertanya heran. “Eh kenapa, Dad?” jawabnya gugup, balik bertanya. “Kamu kenapa melamun?” Pria paruh baya di sampingnya kembali bertanya. “Tidak ada,” jawabnya dengan tegas. “O iya, Cris, kamu gak kembali ke rumah kecil itu lagi kan?” Seorang perempuan paruh baya berwajah cantik bertanya padanya. “Kenapa? Apa Mommy mau ikut ke sana?” Dia balik bertanya pada wanita yang di panggilnya mommy. “Hanya bertanya saja, kamu ngapain sih di sana? Betah banget,” sambung mommynya. “Nggak ngapa-ngapain, suka saja, di sana tenang,” jawabnya asal. “Kamu aneh banget. Bukannya di perumahan begitu rame ya? Mana lagi Ibu-ibu kalau pagi pada sibuk kan, yang anter sekolah, yang mencegat Abang sayur,” ucap mommy-nya keheranan. “Mungkin yang buat Kakak tenang bukan suasana perumahannya, Mom.” Seorang pria yang lebih muda darinya datang menghampiri dan ikut nimbrung pembicaraan mereka. “Sok tahu kamu, Arch.” Dengusnya kesal. “Apa gadis di sana cantik-cantik, Kak?” “Mana aku tahu, kamu lihat saja sendiri ke sana.” Dia pun segera beranjak dari kursi yang di dudukinya dan berlalu meninggalkan meja makan. “Sepertinya memang betul, Mom, di sana ada wanita yang di sukai Kakak.” “Kamu yakin, Arch? Kalau iya sih gak papah, bagus malah.” Mommy-nya terlihat bersemangat begitu mendengar ucapan sang anak. "Iya, Mom, lihat saja dia sampai rela beli rumah kecil di sana.” Mereka yang masih berada di meja makan, tampak mengangguk-angguk. ‘Siapa gadis itu ya ...?’ Setelah mengantarkan keponakannya ke sekolah Davi langsung mengantarkan Avriel ke kampus. Padahal jaraknya sangat jauh, tapi dia dengan suka rela mengantarnya. Walaupun gadis itu menolak untuk di antar langsung ke tempatnya kuliah dengan alasan takut Davi terlambat. Namun akhirnya Davi bisa meyakinkan Avriel, dan di sinilah mereka berdua sekarang. Duduk bersebelahan di dalam mobil, sesekali Davi mencuri pandang menatap wajah cantik Avriel yang terlihat segar tanpa polesan make up. “Napa sih lu liatin gue kayak gitu ? Apa wajah gue aneh?” Avriel yang merasa risi bolak balik di tatap Davi, akhirnya buka suara. “Lu cantik, Vriel,” jawab Davi to the point. “Gombalan basi tahu gak! Garing banget,” jawab Avriel dengan wajah merah merona, dia segera berpaling ke luar jendela mobil dan menatap jalanan yang terlihat mulai ramai. Davi terkekeh mendengar jawaban Avriel. “Gue gak gombal itu faktanya kok, lu emang cantik,” ucap Davi. Wajah Avriel semakin merah merona, siapa yang tidak suka jika dibilang cantik, mana yang mengatakannya adalah Davi, laki-laki yang terkenal baik dan sangat sopan. Bukan playboy yang sukanya gonta-ganti pasangan seperti ganti baju. “Dav, gue turun depan sana aja ya? nanti lu telat masuk kantor lagi.” Avriel berusaha menahan debaran di dadanya, dan meredam kebaperannya sedalam mungkin. “Emang lu gak papah, Vriel, harus jalan lagi ‘kan masih jauh ke gerbang kampus?” “Nggak, gak papah kok.” Davi meminggirkan mobilnya, dan dengan cepat Avriel membuka pintu dan keluar. “Dav, thank’s ya, udah kasih gue tumpangan,” ucapnya dengan senyuman yang terlihat sangat menawan di mata Davi. “Biasa aja kali, Vriel, kayak gue siapa aja,” balas Davi, dengan mata yang masih menatap wajah cantik di hadapannya. Avriel melambaikan tangannya pada Davi, dan berlalu pergi. Davi menghela napas dalam. Dan menjalankan kendaraannya kembali dengan kecepatan tinggi, tujuannya kantor karena dia hampir terlambat. Zahra berjalan kaki keluar dari Kompleks perumahan tempat tinggalnya, hanya sekilas melirik mobil Davi yang melewati dirinya. Dia tidak pernah memedulikan sekitar atau apa kata orang lain. Terserah orang mau bilang dia aneh karena lebih memilih jalan kaki dan naik transportasi umum dari pada menerima ajakan tetangganya untuk berangkat kerja sama-sama. Zahra tidak mau kalau dia terlalu dekat dengan orang lain, dia lebih suka menjaga jarak aman walaupun itu dengan tetangga sebelah rumahnya. Dia juga sangat tidak suka dengan orang yang berpura-pura baik di hadapannya, tapi di belakang selalu membicarakannya. Tiba di gerbang Kompleks perumahan Zahra menaiki angkutan umum. Dia harus bolak balik ganti kendaraan untuk bisa sampai di tempat kerjanya, dari naik angkutan kemudian dia pun harus naik busway dan disambung berjalan kaki lagi sebelum bisa sampai di tempat tujuannya. Tanpa pernah mengeluh dia menjalani kegiatannya turun naik kendaraan umum dan berjalan kaki, selama lima hari dalam seminggunya. Beruntunglah hari ini adalah hari Jumat, esok harinya dia bisa beristirahat di rumah selama dua hari. Tanpa disadarinya sebuah mobil sedan hitam dengan setia mengikuti mobil yang di tumpangi Zahra. Hari semakin sore mereka yang telah seharian menjalankan aktivitas di luar rumah satu persatu kembali. Pukul delapan belas petang. Zahra turun dari angkutan umum dan kembali berjalan kaki memasuki Kompleks perumahan tempat tinggalnya dengan langkah kaki gontai. Langkahnya terhenti dia menatap sekeliling dan mengusap tengkuknya. Gurat kelelahan kentara terlihat di wajah cantiknya. Tiba di depan pagar rumahnya sekilas Zahra melihat Nisa, keponakan Davi, membuka pintu pagar. Tidak lama kemudian mobil Davi memasuki pekarangan rumah sebelah. Zahra pun segera membuka pintu pagar dan melangkah masuk. Ketika hendak mengunci pintu pagarnya kembali, Nisa menyapa dirinya. “Tante Zahra baru pulang ya?” tanya si Gadis. “Iya, Nis. Tante masuk dulu ya,” jawab Zahra sesingkat mungkin. Nisa menganggukkan kepalanya, dan menutup kembali pagar rumahnya. Begitu pun dengan Zahra, dia segera memasuki rumahnya. Selain tubuhnya sudah sangat lelah, juga karena mendengar kumandang azan magrib dari masjid yang tak begitu jauh dari rumahnya. Malam semakin larut Zahra masih terpaku sendirian di dalam kamarnya. Sekelebat ingatan masa lalunya terbayang dengan sangat jelas. Dia yang selalu terlihat acuh tak acuh dengan keadaan sekitar, acap kali membuat dirinya di cap sebagai gadis sombong, angkuh dan lain sebagainya dan akhirnya menjadi bahan gunjingan teman-teman di sekolahnya. Hingga Zahra dewasa dan akhirnya memilih tinggal sendirian di perumahan. Bukan keinginannya dia bersikap seperti itu, hanya saja keadaan dirinyalah yang mengharuskan selalu bersikap dan berperilaku aneh di hadapan orang banyak. Zahra sangat bersyukur karena tetangganya tidak ada yang kepo dengan kehidupan pribadinya. Kecuali tetangga sebelah rumahnya yang selalu tampak sinis, apa lagi tetangga barunya yang entah kenapa selalu membuat dirinya naik tensi. Zahra berpikir apa karena hal itu pula, dia jadi sangat sulit mendapatkan jodoh? Apa lagi tetangganya kiri kanan rumahnya tidak ada yang benar menurut dia. Tetangga sebelah kiri sangat julid, padahal laki-laki. Tetangganya sebelah kanan selalu mengatainya singa karena katanya dia galak dan judes. Zahra menghela napas berat. Apa salahnya sih jadi orang yang acuh tak acuh? Kan bukan berarti anti sosial. Hanya tidak suka ikut campur urusan orang lain saja! Susah amat. Memikirkan hal itu membuat matanya tak jua mau terpejam, rasa-rasanya malah semakin segar dengan malas akhirnya dia beranjak bangun dan turun dari atas tempat tidur. Langkah kaki telanjangnya menuju ke arah dapur, perlahan di bukanya kulkas dan di ambilnya kotak s**u. Mungkin dengan meminum s**u kantuk akan datang, pikirnya. Zahra duduk termenung di dapur tak tahu apa yang harus di perbuat di tengah malam buta seperti ini.

editor-pick
Dreame-Pilihan editor

bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

TAKDIR KEDUA

read
27.2K
bc

Takdirku Menjadi Lelaki Kaya

read
4.0K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
207.9K
bc

Tentang Cinta Kita

read
191.8K
bc

Siap, Mas Bos!

read
14.3K
bc

My Secret Little Wife

read
100.6K

Pindai untuk mengunduh app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook