Bab 6 - Gosip

1155 Kata
Evan memasuki kamar setelah mengobrol sebentar dengan mamanya. Ia melangkah pelan mendekati ranjang ketika mengetahui Lia yang sepertinya sudah terlelap dengan posisi membelakanginya saat ini. Evan menatap khawatir Lia. Alisnya turun, tatapan matanya sendu, ia merasa kasihan setelah mendengar kata-kata mamanya yang terus memojokkan Lia dan seperti tidak menerima kehadiran Lia di rumah ini. Lia pasti sakit hati dengan semua ini. Evan sangat berharap bila suatu saat nanti hubungan mamanya dan Lia bisa terjalin baik. Evan menghela napas pelan sebelum akhirnya naik ke ranjang, berbaring di sebelah Lia, memandang wajah cantik itu lama. “Salah kah jika aku benar-benar menyukaimu?” tanyanya pelan pada Lia yang menutup matanya, namun perlahan Lia membuka matanya setelah Evan membalikkan badan jadi memunggunginya. Matanya sontak berkaca-kaca, ada rasa kesal, sedih, marah yang tertumpuk di dalam d**a. Ia tidak tahu bagiamana perasaannya terhadap Evan karena yang selama ini ia tanam dalam hatinya Evan adalah laki-laki b******k yang pernah membulinya saat SD dan juga yang merenggut keperawanannya. *** Keesokan paginya, di kediaman Evan terlihat semuanya sedang sarapan dengan khidmat. Hening, hanya sibuk dengan makanan masing-masing. “Ehem!” Evan sengaja berdehem hingga kedua wanita cantik itu sontak melirik Evan. “Hmm kapan-kapan jalan-jalan bareng yuk.” “Kalau Mama terserah kamu aja Van, asal jangan hari kamis aja soalnya setiap kamis mama ada arisan.” “Kalau kamu Lia?” “Aku?” tanya Lia memastikan. Ia pikir Evan hanya membicarakan rencana jalan-jalan bersama mamanya saja. Evan mengangguk. “Aku ngikut aja, asal hari libur,” jawab Lia dengan senyum tipis. “Oke. Nanti aku coba atur jadwal, kalau aku lagi enggak sibuk dan pas weekend kita jalan-jalan bareng ya. Udah lama juga enggak refreshing." Mia selesai sarapan lebih dulu. “Mama udah selesai. Mama ke depan dulu.” “Nanti berangkat kerjanya sama aku ya,” ujar Evan setelah mamanya pergi. “Enggak usah, aku naik ojek aja.” “Tapi aku tetap mau ngantar kamu dan kamu enggak boleh nolak.” “Kok kamu maksa aku?” “Aku enggak maksa kok. Tapi bukannya lebih bagus kalau diantar sama suami sendiri? bukannya istri juga harus nurut sama suami?” tutur Evan dengan senyum dan mata yang menatap Lia dalam. Entah kenapa Lia menjadi salah tingkah ketika ditatap seperti itu hingga membuatnya dengan cepat mengalihkan wajah. “Kalau diam, berarti setuju. Aku tunggu di depan ya." Lia masih diam, namun matanya diam-diam melirik Evan yang beranjak pergi meninggalkan ruang makan. Ia hanya bisa menghela napas, "Dasar pemaksa," gumamnya lalu membersihkan meja makan sebelum berangkat kerja. “Kamu nanti pulangnya jam berapa?” tanya Evan memecah keheningan di tengah perjalanan menuju tempat Lia bekerja. “Jam 3.” jawab Lia singkat tanpa menoleh. “Nanti aku jemput ya,” “Enggak usah.” “Loh kenapa?” “Enggak apa-apa. Mungkin aja kamu sibuk, jadi enggak perlu repot-repot." “Enggak kok, kalau cuma jemput sebentar bisa.” Lia hanya diam, enggan untuk membalas perkataan Evan hingga membuat Evan meliriknya lalu menghentikan mobilnya. “Kalau ada sesuatu yang bisa aku lakukan agar kamu mau memaafkanku dan membuka hatimu untukku pasti akan aku lakukan.” Mereka kembali bertemu pandang, Lia bisa merasakan ketulusan kata-kata yang Evan lontarkan dari sorot mata Evan. Apa Evan benar-benar sudah berubah dan benar-benar mencintainya sekarang? “Hmm, A-aku turun dulu ya,” Lia tau kalau mereka sudah sampai di tempat kerjanya dan akhirnya memilih untuk mengabaikan Evan. Evan hanya bisa menyunggingkan senyum yang dipaksakan. “Semangat ya.” Lia mengangguk pelan sebelum keluar dari mobil. Saat tiba di depan mesin kasir, Lia masih merenungkan kata-kata yang Evan lontarkan hari ini sampai seseorang menepuk pelan dan membuatnya tersentak. “Pagi-pagi udah melamun aja Li. Lagi mikirin apa sih?” seorang gadis cantik dengan rambut diikat dua dan dikepang menghampiri Lia. “Enggak. Enggak lagi mikirin apa-apa kok Tin,” jawabnya pada Tina, teman kerjanya yang juga berprofesi sebagai kasir. “Serius? Orang baru nikah biasanya auranya tuh keliatan bahagia.” “Emang aku kelihatan enggak bahagia?” “Hmm bukan begitu, cuma belakangan ini kamu jadi sering melamun. Kalau sering melamun tuh biasanya lagi banyak masalah.” “Enggak sih. Aku baik-baik aja kok.” Lia menyunggingkan senyum lebarnya, menunjukkan kalau dirinya baik-baik saja. “Syukurlah kalau gitu. Kalau ada masalah, cerita aja ya sama aku. Aku enggak akan cepu kok hehe ...." “Iya. Udah buru sana kerja. Ada yang mau bayar itu.” Lia menunjuk meja kasir lain yang terlihat ada pembeli yang mau bayar. Lia sontak menggelengkan kepalanya, berusaha melupakan sesuatu yang menganggu pikirannya dan lebih fokus ke kerjaan. *** “Eh, diundi dulu enggak sih ibu-ibu. Udah penasaran ini siapa yang dapat hari ini?” seorang ibu bertubuh gempal dengan tahi lalat besar di hidungnya berbicara saat semua sibuk mengobrol. “Iya, aku juga penasaran Bu.” timpal Mia yang juga tampak berada di sana. Hari ini Mia sedang berada di rumah tetangga, sedang melangsungkan acara arisan yang biasanya rutin diadakan seminggu sekali tepatnya setiap hari kamis. Terlihat beberapa ibu-ibu berkumpul di ruang tamu yang luas sebuah rumah. “Boleh-boleh. Kita undi ya Ibu-ibu.” Sang ketua arisan pun mengundi kertas-kertas yang berada dalam tabung lalu mengambil satu kertas yang berisikan nama ibu-ibu yang mengikuti arisan. “Yang dapat hari ini adalah Ibu Chika. Selamat!" “Alhamdulillah dapat sekarang. Pas banget mau beli panci baru, udah banyak yang bolong-bolong panciku!” seru seorang wanita paruh baya berhijab dengan wajah ceria. “Jangankan panci Bu, beli kulkas aja bisa itu. Banyak itu Bu dapatnya," timpal Ibu lainnya. "Betul Bu. gimana enggak banyak dapatnya, yang ikut arisan orang-orang kaya semua ini." “Iya Bu. Sekarang sih enak dapat banyak duit tapi habis itu tinggal bayar terus.” “Hahaha iya Bu. Makanya itu enggak enak kalau awal-awal nariknya. Udah paling benar diundi biar adil.” Ibu berhijab pink itu mengangguk menyetujui. Setelah mengutip duit ke setiap ibu-ibu, mengundi lalu memberikan uang arisan kepada Ibu yang namanya keluar, mereka akhirnya menyantap makanan yang telah disediakan oleh tuan rumah. “Eh, tahu enggak Bu Ani warga RT sebelah yang punya anak cowok yang baru nikah beberapa bulan itu.” Seorang wanita yang kelihatan masih muda mulai menyebar gosip. Beberapa ibu-ibu mengangguk mengikuti arus. “Mohon maaf nih ya istrinya itu 'kan kurang mampu cuma karena si cowok ini cinta mati alias bucin sama dia akhirnya nikah eh ternyata dia cuma mau morotin keluarga Bu Ani aja sampe jadi cekcok itu Bu Ani sama menantunya.” “Serius Bu? enggak tahu diri banget ya itu mantunya. Emang zaman sekarang kalau mau cari pasangan untuk anak itu seenggaknya harus selevel ya Bu? Jadi ngga ada cerita yang saling memanfaatkan gitu. Pokoknya sebelum nikah harus perhatikan bibit, bobot, bebetnya." "Iya betul Bu. Zaman sekarang juga harus hati-hati sama orang, banyak yang munafik, bermuka dua." Beberapa ibu-ibu di sana menganggukkan kepalanya ketika mendengar perkataan dari Ibu muda tersebut. Mia yang sedari tadi menyimak tiba-tiba teringat dengan menantunya yang juga tergolong kurang mampu. TBC
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN