"Gak, Lanisa!" Hah. Sudah kuduga! Jawaban yang sama di H-dua keberangkatan kami. Rasanya kepalaku hampir pecah. Mama Lisa terus-menerus menerorku. Beliau menyerah dengan keputusanku yang ingin membawa serta Rangga ikut. Aku tahu, ada sebersit keraguan di hati Mama akan bersama Rangga selama tiga hari berlibur nanti. Tapi rasa itu terkalahkan oleh keinginannya membawa para simpatisan agar beliau tidak tersudut sendirian di sana. "Mas kan nanti dari Singapore bisa langsung susul Lani. Kita lama-lamain di sana. Mumpung ..." Aku memeluknya dari belakang. Sejak aku merengek meminta restunya, ia menolak bujukanku dengan terus memunggungiku. Dan baru akan berbalik arah, saat aku diam menyerah. "Mas, apa aku salah? Aku cuma mau kasih tau ke dunia, kalo anak kita itu bukan cuma Aldrich." "Gak

