Dikhianati
Keluarga Anggara kaget ketika utusan dari calon besan datang di kediamannya, mereka berkumpul di ruang tamu dengan wajah tegang. Apalagi Tristan yang dari semalam tidak mendapat pesan dari Adelia, tidak biasanya gadis itu tidak memberi kabar. Padahal biasanya, Tristan harus mendengarkan ocehan gadis ayu yang selama lima tahun menemani hari-harinya.
“Begini Pak, Bu,” ucap laki-laki berkacamata itu lalu menjeda ucapannya hingga membuat suasana makin tegang.
Mereka menyimak dengan perasaan yang semakin tegang karena menunggu laki-laki utusan keluarga Adelia menyampaikan maksudnya.
“Adelia tidak bisa meneruskan pernikahan ini,” ujar laki-laki itu sambil menghela nafas.
“Maksudnya bagaimana ini?” ucap Sarah ibunya Tristan.
“Adelia sejak semalam sudah meninggalkan rumah dan hanya meninggalkan surat ini.” Laki-laki itu mengambil surat dari saku kemeja dan memberikannya pada Tristan.
Tristan segera mengambil surat itu, dia tahu betul tulisan itu milik siapa. Dadanya terasa sesak membaca surat itu.
Dalam surat itu, ditulis bahwa sudah lama Adelia tidak mencintainya dan hanya karena kasihan saja dia mau menerima lamaran Tristan.
“Apa isi suratnya?“ tanya sang ibu pada putra semata wayangnya itu.
“Adelia membatalkan pernikahan ini, Bu,” ucap Tristan sambil meraup wajahnya kasar.
“Bagaimana ini, Pak?” Sarah panik mendengar penuturan Tristan.
“Coba kamu hubungi Adelia, mungkin saja dia salah menulis surat,” ucap Anggara masih berusaha tenang untuk menenangkan keluarganya.
Berkali-kali Tristan menekan ponselnya memencet nama Adelia, namun nomor tersebut tidak dapat dihubungi.
Seketika Tristan merasa tulangnya rapuh tidak bisa menopang bobot tubuhnya. Tidak percaya dengan kenyataan, kenapa Adelia tega melakukannya.
Selama ini sikap Adelia biasa saja tidak ada yang mencurigakan. Tristan juga bingung mengurai kembali hubungannya selama ini, apakah yang membuat Adelia tidak berkenan dan sampai memutuskan secara sepihak.
Tristan menggeleng, memberitahukan pada keluarganya kalau Adelia tidak bisa dihubungi. Sang ibu langsung lemas seketika, dia tidak bisa menerima kenyataan kalau pernikahan Tristan akan gagal.
“Saya hanya menyampaikan kabar ini dan sebagai perwakilan keluarga, kami mohon maaf sebesar-besarnya atas kejadian yang tidak kami harapkan.“ Laki-laki paruh baya itu pamit setelah itu langsung meninggalkan kediaman Anggara.
“Bagaimana ini, undangan sudah disebar dan sebagian keluarga sudah datang. Ibu tidak mau pernikahan ini gagal,” ucap Sarah sambil memegangi dadanya yang sesak.
“Sabar, Bu. Kita pikirkan solusinya." Anggara masih berusaha mencari solusi atas permasalahan ini.
***
Tristan masih tidak percaya dengan keputusan sepihak dari Adelia. Ingatannya menerawang jauh saat lima tahun yang lalu. Tepatnya saat Tristan baru masuk ke perguruan tinggi.
Gadis manis yang mencuri perhatiannya itu tersenyum ramah padanya, pada saat itu Tristan sedang berada di kantin bersama dua sahabatnya Pramudya dan Byanca. Tristan jatuh cinta pada pandangan pertama dialah cinta pertamanya.
Sejak pertemuan itu, Tristan selalu mencari tahu tentang Adelia yang dibantu oleh dua sahabatnya.
Bak gayung bersambut, ternyata Adelia juga menyukainya.
Tristan, laki-laki dengan segala pesonanya, kulit putih badan tinggi tegap dengan postur tubuh yang ideal serta penampilannya yang selalu terlihat perfek, tidak ada yang bisa menolak pesonanya termasuk Adelia.
Cinta Tristan pada Adelia membuatnya tidak bisa menolak apapun keinginan sang kekasih.
Hingga lima tahun mereka bersama saat Tristan melamar Adelia untuk menjadi pendamping hidupnya, Adelia menerima lamaran itu dengan senang.
Tristan, putra satu-satunya Anggara yang menjadi kebanggaan keluarga, rencana pernikahannya disambut baik oleh keluarga.
***
Tidak ada yang bisa dilakukan kecuali menerima keputusan Adelia. Bahkan setelah mengirim seorang kerabat untuk memberi kabar pada keluarga Tristan, keluarga Adelia seolah cuci tangan atas kepergian putrinya.
Anggara masih memikirkan bagaimana caranya agar pernikahan bisa terus dilaksanakan mengingat semua persiapan sudah selesai.
Sarah sangat kecewa dan mengutuk perbuatan Adelia, dia menyayangkan kenapa disaat semua persiapan sudah selesai dan undangan disebar, Adelia memutuskan lari dari pernikahannya. Ibu mana yang tidak hancur melihat putranya ditinggal saat pernikahannya akan berlangsung.
Sarah tahu betul bahwa Tristan sangat mencintai Adelia, bahkan hampir semua gajinya diberikan pada Adelia. Dia tahu karena kartu ATM milik Tristan telah diberikan pada Adelia.
Hingga saat terakhir kali, Adelia melakukan tarik tunai dalam jumlah yang besar bahkan sampai habis isi tabungan Tristan.
Saat itu Tristan menganggap bahwa keluarga Adelia memang butuh uang untuk biaya pernikahan mereka. Ternyata kenyataannya, setelah uang tabungan Tristan habis Adelia meninggalkannya tanpa kejelasan.
Pikiran Tristan benar-benar kalut, wanita yang sangat dicintai pergi meninggalkannya. Dalam pikirannya saat ini adalah, mencari keberadaan Adelia.
Segera disambarnya kunci mobil yang ada di nakas, berbagai kemungkinan berkecamuk dalam pikirannya.
Melihat kepergian Tristan Sarah berusaha mencegahnya namun, Tristan meyakinkan bahwa dia baik-baik saja dan akan membawa Adelia kembali.
Disaat bersamaan, Pramudya dan Byanca datang, melihat kepanikan Tristan mereka berdua saling pandang dan bertanya-tanya dalam hati apa yang sedang terjadi.
“Tristan, ada apa?” tanya Pramudya khawatir.
“Adelia membatalkan pernikahan,” jawab Tristan sambil berlalu menuju mobilnya.
“Kok bisa?“ tanya Pramudya lagi.
“Panjang ceritanya, aku akan mencari Adelia,“ ucap Tristan sambil berjalan dan diikuti Pramudya.
“Aku ikut.” Pramudya akhirnya mengikuti Tristan karena tidak tega membiarkan sahabatnya sendirian dalam keadaan seperti itu.
Byanca langsung menemui Sarah, berusaha menenangkan ibu sahabatnya itu.
Sarah menangis di pelukan Byanca, menceritakan kejadian yang baru saja terjadi.
Sarah memang dekat dengan kedua sahabat putranya, karena mereka sering menggarap proyek bersama.
“Byan, bagaimana kalau Tristan tidak menemukan Adelia," ucap Sarah resah.
“Sabar ya, Bu. Tristan pasti akan menemukan Adelia. Hubungan mereka sudah lama, tidak mungkin semudah itu Adelia meninggalkan Tristan,” ucap gadis manis berkaca itu.
“Kamu yakin, Byan?”
“Iya, Ibu, tenang ya,” ucap Byanca menenangkannya.
Anggara mondar-mandir di dalam rumah, dia tidak yakin kalau Adelia akan kembali pada Tristan.
Dari awal Anggara tidak menyukai Adelia, menurutnya Adelia terlalu mengatur kehidupan putranya. Bahkan tidak jarang Tristan membantah orang tuanya demi memenuhi keinginan Adelia.
Sebenarnya bukan hal yang buruk jika Adelia memutuskan secara sepihak pernikahannya. Namun, disisi lain Anggara tidak bisa membatalkan pernikahan anaknya, keluarga akan menanggung malu jika pernikahan itu gagal. Namun, dia juga tidak tahu apa yang harus dilakukannya.
***
Tristan bersama dengan Pramudya melajukan mobilnya membelah keramaian kota, memberhentikan mobilnya di beberapa tempat yang biasa dikunjungi Adelia. Beberapa teman Adelia juga mereka datangi namun tak satupun dari mereka tahu keberadaan Adelia.
Tristan berusaha menghubungi ponsel Adelia, meskipun dia tahu kalau nomor ponselnya telah di blokir. Tapi, dia masih berharap bahwa Adelia berubah pikiran.
Sebagai sahabat, Pramudya tahu betul perasaan Tristan, dia berusaha menenangkan sahabatnya itu.
"Sabar ya, Tan," ucap Pramudya.
"Aku harus bagaimana, Pram. Bagaimana dengan keluargaku, pasti mereka malu kalau pernikahanku gagal," ucap Tristan sambil mengacak rambutnya.
"Kita pulang ya, nanti kita pikirkan bersama," ucap Pramudya.
Akhirnya Tristan masuk ke mobilnya dengan langkah gontai karena putus asa.
Pramudya mengambil kemudi, dia tidak mau mati konyol hanya karena orang yang sedang patah hati. Bukan tidak mungkin Tristan gelap mata dan menabrakkan mobilnya ke pohon atau menjatuhkan mobilnya ke danau. Membayangkannya saja membuat Pramudya bergidik.
Mobil melaju sangat pelan atas permintaan Tristan, dia masih berharap menemukan Adelia dijalan.
Pramudya menuruti apa saja yang diminta Tristan agar dia bisa menerima kenyataan. Termasuk beberapa kali berhenti jika ada gelandangan yang tidur di jalan.
Tristan berpikir bahwa Adelia sedang diculik atau tersesat tidak bisa pulang meski itu tidak mungkin terjadi, dia hanya berusaha mencari alasan untuk menenangkan hatinya. Akhirnya mereka pulang saat malam telah larut.
Mendengar deru mobil Tristan, sang ibu langsung keluar rumah memastikan putranya baik-baik saja.
Sarah merasa tenang melihat Tristan pulang meski terlihat kuyu, setidaknya tidak terjadi hal buruk pada putranya.
"Bagaimana?" tanya Sarah, meskipun dia tahu kalau mereka tidak menemukan apapun yang mereka cari terlihat dari ekspresi wajah putranya.
"Tidak ada, Bu," jawab Tristan lirih.
"Yaudah, sekarang kamu istirahat dulu besok kita cari solusinya," ucap Sarah menenangkan putranya, meski sebenarnya dia tidak tahu apa yang akan dilakukan besok.
Ya, besok adalah hari pernikahan Tristan dengan Adelia, tepatnya besok pukul sembilan pagi adalah acara ijab kabul.
Semua keluarga berkumpul di ruang tamu dalam keadaan bingung setelah mereka tahu bahwa mempelai perempuan menghilang.
Tristan berjalan gontai lalu duduk di sebelah neneknya yang masih terlihat cantik itu. Dia langsung menempelkan kepalanya di pangkuan neneknya, seperti anak kecil saat kalah bermain Tristan mengadu pada neneknya.
"Kamu yang sabar, mungkin memang Adelia itu bukan jodohmu," ucap sang nenek menenangkan cucu kesayangannya itu.
"Tristan harus bagaimana, Nek. Apa pernikahannya tetap dilakukan meski tidak ada mempelai perempuan?" tanya Tristan yang memang tidak bisa berpikir jernih.
"Ya, kita cari penggantinya," jawab nenek ringan.
Tristan langsung bangkit dan memastikan apa yang neneknya katakan.
"Nek, pernikahan itu bukan main-main," ucap Tristan dan dibenarkan oleh keluarga yang lain.
Namun Anggara membenarkan ucapan ibunya dia juga berpikir demikian dan itu memang satu-satunya solusi. Tidak mungkin terjadi pernikahan tanpa adanya kedua mempelai.