Seorang Pria

1241 Kata
 Sinar matahari yang masuk ke dalam celah tirai yang tersingkap, mengenai tepat di kelopak mata yang masih menempel. Hingga membuat empunya mata mengerjap. Merasa sinar matahari yang  begitu mengusiknya. “Sudah jam berapa ini?” gumam Helena yang menyadari ada sinar matahari. Kamar Helena menghadap ke barat. Jadi jika sinar matahari bisa masuk ke dalam kamarnya. Itu artinya waktu sudah menujukan sore hari. “Au ....” Helena memegangi kepalanya yang begitu sakit. Sebenarnya dia kuat untuk minum, tetapi tak bisa dalam jumlah banyak.  Jadi kepalanya begitu terasa sakit. Tangannya terus memijat kepalanya yang begitu menyiksanya. Hingga akhirnya dia menyadari satu hal. “Aku di apartemen?” tanyanya bermonolog sendiri. Dia ingat betul jika semalam berada di klub dan terakhir kali dia mengingat adalah saat berdebat dengan petugas keamanan. “Bagaimana aku bisa pulang?” Tidak ada yang bisa Helena ingat dari kejadian semalam selain perdebatan. Dia benar-benar tidak tahu kapan dan dengan siapa dia pulang. “Kenapa aku tidak ingat?” Kepalanya semakin pusing memikirkan hal itu. Helena memundurkan tubuhnya, mengangsur tubuhnya untuk bersandar di pada headboard  tempat tidur. Namun, matanya membulat saat menyadari jika dia hanya memakai pakaian dalam saja. “Ke mana gaun yang aku pakai semalam?” tanyanya pada dirinya sendiri. Dia mulai panik. Tak mengerti kenapa bisa di tidak memakai gaun yang dipakainya semalam. Dalam keadaan yang masih sangat pusing, dia memikirkan dengan siapa dia pulang dan bagaimana bisa gaunnya terlepas dari tubuhnya. “Ach ... “ teriak Helena yang kesal karena tidak mengingat apa pun kejadian semalam. Karena pusingnya tak tertahankan, Helena menyibak selimut dan bangkit dari tempat tidur. Pikirnya, dia akan meredakan sakit kepalanya dengan obat sakit kepala terlebih dahulu. Mengayunkan langkahnya, dia mencari kotak P3K yang berada di dinding dekat dapur. Sepanjang menuju dapur, tangannya tak henti memegangi kepalanya yang begitu sakit. Sesekali memberikan pijatan ringan di sana. Mendapatkan obat yang dicarinya, cepat-cepat Helena meminumnya dibantu dengan segelas air. Berharap obat itu bisa cepat meredakan kembali sakit kepalanya. Tubuhnya yang masih lemas, membuatnya akhirnya memilih untuk kembali ke kamar. Merebahkan tubuhnya. Membiarkan obat di dalam tubuhnya bereaksi. Saat matanya terpejam kembali, pikiran tentang siapa yang membawanya ke apartemen kembali menghiasi pikirannya. Dia masih begitu penasaran dengan orang yang membantunya. Dan bagaimana orang itu bisa tahu apartemennya. “CCTV,” ucapnya saat mengingat jika apartemennya dilengkapi dengan CCTV. Jadi dia akan menemukan siapa saja orang yang masuk ke dalam apartemennya. Tak butuh waktu lama, tangannya langsung meraih ponselnya, melihat rekaman CCTV untuk mengecek. Matanya membulat sempurna saat melihat jika ternyata dia diantar oleh seorang pria. Wajah pria itu tak terlihat sama sekali, karena posisi wajah pria itu menunduk. Hingga membuat Helena tidak tahu siapa pria itu. “Jika aku diantar oleh seorang pria, jangan-jangan.” Helena tercengang mengingat kembali saat bangun tidur dalam keadaan hanya memakai pakaian dalam saja. Buru-buru bangkit dari tempat tidur, tangan Helena menarik selimut dan membuangnya ke lantai. Mengecek mungkin ada bekas atau tanda jika dia baru saja melakukan penyatuan. Matanya  menerawang. Setiap sisi tak lepas dari pandangannya. “Tidak ada apa-apa. Jadi aku tidak melakukan apa-apa semalam.” Helena duduk. Mengembuskan napasnya, lega. Namun, sejenak dia memikirkan kembali. “Pria itu tidak menyentuhku padahal aku sudah membuka baju seperti ini,” ucapnya seraya melihat tubuhnya. “Apa aku tidak seksi?” Helena langsung berdiri. Sejenak dia lupa sakit kepala yang dideritanya.   Dia melihat tubuhnya dari pantulan cermin. Memastikan jika tidak ada yang salah dengan tubuhnya. “Aku seksi,” ucapnya seraya memutar tubuhnya di depan cermin. “Ukurannya juga tidak kecil.” Tangannya meraih dua gunung kembar miliknya. “Jika tangan pria sebesar ini, pasti ini pas.” Helena dengan bodohnya meregangkan telapak tangannya. Membayangkan ukuran tangan pria.  Beralih menoleh ke belakang sedikit, dia melihat bagian tubuhnya. “Ukurannya juga besar.” Mungkin hanya Helena saja yang bingung saat ada pria yang tidak menyentuhnya saat mabuk. Mungkin jika wanita lain, pasti akan menjadi anugerah karena tidak disentuh. “Apa jangan-jangan dia pria yang suka sesama jenis?” tanyanya kembali bermonolog. “Iya, mungkin dia adalah pria tidak normal.” Helena bergidik ngeri membayangkan akan hal itu. Tepat saat Helena dengan kesibukannya itu, suara teleponnya berbunyi. Suara yang tak henti-henti membuatnya segera meraih benda pipi yang tergeletak di nakas. Kemudian kembali ke tempat tidurnya, sambil mengangkat sambungan telepon. “Hai Lena, kamu di mana?” tanya Bella-teman Helena dari sambungan telepon. “Aku di apartemen, memang di mana lagi?” jawab Helena malas. “Aku pikir kamu masih menghabiskan malam dengan pria yang bersamamu itu.” “Kamu melihatku semalam?” Mata Helena langsung membola, mengetahui temannya tahu keberadaannya semalam. “Aku hanya melihatmu dengan seorang pria semalam, saat aku ingin menghampirimu, pria itu membawamu pergi.” “Apa kamu tahu siapa dia?” Seperti mendapatkan celah, Helena mengorek informasi. “Aku tidak ingat jelas, tetapi wajahnya sangat tampan.” Helena memutar bola matanya malas. Dia  pikir temannya akan tahu. “Apa kamu sudah mencobanya? Bagaimana, dia memuaskanmu?” tanya teman Helena antusias. “Aku tidak melakukan apa-apa.” “Jangan anggap aku bodoh, mana mungkin pria itu melepaskanmu begitu saja saat kamu sedang mabuk.” “Itu yang aku sedang pikirkan. Kenapa dia tidak menyentuhku?” jawab Helena, “aku pikir itu karena mungkin saja dia penyuka sesama jenis.” “Apa kamu yakin?” “Yakin, karena jika tidak, pasti dia akan menyentuhku.” “Iya, juga.” “Sudah lupakan pria itu, ada apa kamu menghubungi aku?” Helena malas membalas pria semalam yang entah siapa dan di mana keberadaannya. “Aku ingin mengajakmu makan malam.” Helena melihat jam dinding di kamarnya. Waktu menujukan jam empat sore. Sebenarnya dia malas sekali, tetapi perutnya juga lapar, jadi tidak ada salahnya mencoba. Lagi pula dia juga harus mengambil mobil ke klub malam, karena semalam dia meninggalkannya di sana. “Oke, aku akan  ke sana dan nanti antarkan aku mengambil mobil.”   “Baiklah, aku akan mengantarkanmu. Aku tunggu kamu di restoran biasa.” “Baiklah.” Helena mematikan teleponnya. Masih ada waktu untuk tidur sebelum makan malam. Jadi dia memanfaatkan waktu itu dengan baik.   ** Tepat jam tujuh malam, Helena yang sudah cukup tidur dan merasakan kepalanya sudah tidak sakit, bersiap. Perutnya sudah berdendang minta untuk diisi. Jadi dengan segera dia keluar dari apartemennya. Dengan dress pendek dan membawa tas dengan warna senada, dia keluar dari apartemen. Tepat di depan apartemen seorang pria berdiri di depan pintu.  Membuat Helena terkejut. Siapa dia? Helena belum pernah tahu siapa pria itu. Pria itu  memiliki wajah tampan. Tubuhnya berbalut jas sehingga tidak teralu dapat Helena tahu, perutnya sixpack atau tidak.  Kebiasaan Helena adalah memerhatikan mereka pria yang memakai kaos dan membuat perut bak roti sobeknya tercetak di balik kaos. Baginya itu sangat menggoda. Dan menujukan Jika pria seperti itu sangat kuat di ranjang. “Siapa kamu?” tanya Helena ingin tahu. “Saya Marcel Alexander-panggil saja Alex.” Pria itu mengulurkan tangannya. Helena masih memasang mode berjaga-jaga. Takut jika pria itu adalah penjahat. “Saya asisten Pak Davis.” Alex kembali menjelaskan pada Helena. Marcel Alexander atau biasa dipanggil Alex adalah asisten pribadi Davis-pemilik Davis Company atau lebih tepatnya papa Helena. Pria dua puluh lima tahun itu sudah dua tahun ini bekerja di Davis Company. Dia adalah siswa terbaik di kampusnya yang mendapatkan bea siswa dari Davis Company. Hingga akhirnya, dia memilih untuk bekerja di perusahaan tersebut.  Dan kini menjadi orang kepercayaan Davis. Akhirnya Helena tahu siapa pria itu. “Mau apa kamu ke sini?” tanyanya ketus.      
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN