Ciuman

1308 Kata
“Membawa Nona Helena pulang.” Alex dengan tenang menjawab pertanyaan Helena. Tatapannya tak lepas dari Helena, bersiap takut-takut Helena kabur. Mata Helena membelalak. Terkejut dengan alasan pria itu datang. “Oh ... baiklah.” Helena memutar tubuhnya. Menutup dan mengunci pintu apartemennya. Memastikan jika apartemennya aman saat ditinggal. Mereka berdua berjalan bersama menuju lift. Sepanjang jalan, Helena memerhatikan pria yang berjalan di sampingnya. Dia masih ragu jika pria yang bersamanya itu adalah orang suruhan papanya. Karena sejauh ini dia tidak pernah tahu jika ada pria tampan yang bekerja di kantor papanya. Berhenti di depan lift, mereka menunggu lift terbuka. Helena masih melirik pada Alex. Menaruh curiga. Tepat saat lift terbuka, Helena mendorong tubuh Alex dan membuat tubuh pria yang terkejut itu terhuyung. Tanpa buang waktu, Helena langsung masuk ke dalam lift. Menutup lift agar pria itu tidak bisa masuk. Alex yang sedari tadi berjaga, akhirnya lengah juga. Menegakkan tubuhnya, dia langsung mengejar Helena. Menghentikan lift yang hendak tertutup. Untung gerakannya cepat. Karena tepat saat pintu lift hendak tertutup, tangannya langsung menahannya dan membuat pintu terbuka. Helena gemetar saat pintu kembali terbuka. Tubuhnya mundur perlahan, menghindari pria yang mengakui asisten papanya. “Sepertinya Nona sedang mengajakku bermain,” ucap Alex seraya melangkahkan kakinya mendekat pada Helena. Langkahnya yang mulai masuk ke lift, membuat lift tertutup kembali. Sudah tidak ada jalan bagi Helena untuk lari. Karena kini dia sudah terkurang dan berada berdua dengan Alex di dalam lift. “Mau apa kamu?” tanya Helena gemetar, tetapi masih menyimpan sedikit keberanian. “Saya?” tanyanya seraya menunjuk tubuhnya. “Saya akan membawa Nona pulang.” “Aku tidak percaya jika kamu adalah asisten papa.” Alex semakin dekat dengan Helena. Jarak tubuhnya hanya beberapa inci dari Helena, membuat Helena semakin ketakutan. Aroma maskulin yang menguar membuatnya sedikit tidak fokus. Apalagi wajah tampan Alex terpampang di depan matanya. Ting .... Suara lift terbuka, membuat Alex dan Helena menatap ke arah pintu lift. Melihat apakah ada orang yang akan masuk ke dalam lift. Terlihat sepasang pria dan wanita paruh baya berdiri dan bersiap masuk ke lift. Namun, langkah mereka terhenti saat melihat Alex dan Helena yang saling berhadapan dan begitu dekat. “To—“ Helena hendak berteriak meminta tolong, tetapi buru-buru mulutnya dibungkam dengan mulut oleh Alex. Tak membiarkan Helena membuka mulutnya sama sekali dan berteriak minta tolong. Sejenak Helena terdiam. Matanya membulat. Dia amat terkejut karena tiba-tiba mendapatkan serangan bibir. Gerakan Alex yang secara tiba-tiba itu justru membuatnya membeku dan tak mengelak sama sekali. “Kita tunggu lift selanjutnya saja,” ucap wanita paruh baya itu tersenyum. “Seperti sewaktu kita muda,” ucap pria paruh baya seraya tersenyum pada istrinya. Dua orang tua itu memaklumi apa yang diperbuat oleh Alex dan Helena. Memilih untuk tidak ikut masuk ke dalam lift dan membiarkan dua insan yang menurut mereka sedang dimabuk cinta itu melakukan apa yang mereka mau di dalam lift. Lift kembali menutup, membuat Alex langsung melepaskan tautan bibirnya. Helena tersadar dengan apa yang dilakukan oleh Alex. “Berani-beraninya kamu mencium aku?” Matanya membulat penuh amarah. Kesal sekali dengan Alex yang tidak sopan padanya. Bibirnya yang suci kini ternoda dengan bibir pria asing yang baru saja ditemuinya. Alex menanggapi amarah Helena dengan tenang saja. Tangannya bergerak merapikan jasnya yang sedikit kusut karena dekat-dekat dengan Helena. “Itu bukan mencium, hanya mengecup,” elak Alex. Sebenarnya dia juga tidak mau melakukan hal itu, tetapi dari pada jadi bulanan orang-orang saat Helena berteriak, dia memilih mencium Helena. Membungkam bibir gadis itu agar tidak berteriak. Helena semakin kesal. Baru juga bertemu dengan Alex, tetapi pria itu sudah sangat menyebalkan. “Tetapi, tetap saja kamu mencium aku. Dan itu sangat merugikan aku. Ciuman yang harusnya aku berikan pada pria yang menjadi suamiku harus didapati oleh kamu yang entah berasal dari dunia mana!” Helena dengan berapi-api terus saja meluapkan kekesalannya. “Wah ... Jadi itu ciuman pertama Nona Helena?” tanya Alex dengan mata berbinar. Pipi Helena langsung merona. Sejenak dia merutuki kesalahannya yang tanpa sengaja mengakui jika itu adalah ciuman pertamanya. “Maksudku bukan begitu,” elaknya. “Jangan mengelak, saya sudah tahu jika itu adalah ciuman pertama Nona Helena,” ucapnya dengan nada sindiran. Helena terkesiap. “Jangan seolah kamu tahu!” “Saya memang tahu. Karena semalam Anda sendiri yang mengatakannya.” Semalam? Helena mencerna kalimat yang diucapkan orang yang mengakui jika dia adalah asisten papanya itu. Kapan aku mengatakannya? Apa semalam aku bertemu dengannya? Helena terus berusaha untuk mencari kepingan ingatan tentang semalam. Sejenak, dia mengingat dengan satu hal. “Apa kamu yang mengantarkan aku pulang?” tanyanya saat menemukan jawaban setelah memutar memori yang terselip dari otaknya yang lambat itu. “Menurut Anda?” Ting .... Pintu lift terbuka. Alex keluar dari lift begitu saja. Meninggalkan Helena yang masih terdiam karena keterkejutannya dengan jawaban Alex. Saat sadar, Helena buru-buru menyusul Alex. “Apa benar kamu yang mengantarkan aku pulang?” Helena kembali bertanya. Alex dengan tenang masih terus melangkahkan kakinya. Tiba-tiba dia berhenti dan membuat Helena menabrak punggung bidang Alex. “Auch ....” Helena merasa sakit menabrak punggung Alex yang begitu keras dan kekar itu. “Apa kamu tidak bisa, tidak berhenti secara tiba-tiba,” keluh Helena. “Rem Anda saja yang tidak cukup cakram, saat seseorang berhenti tiba-tiba,” cibir Alex seraya membalikkan tubuhnya. “Dasar!” Helena memutar bola matanya malas. Pria di depannya benar-benar menyebalkan sekali. Namun, dia mengabaikan rasa kesalnya itu demi mendapat jawaban atas pertanyaannya tadi. “Jawab, apa kamu yang mengantarkan aku pulang?” Alex tak menjawab. Tangannya justru melangkah ke mobilnya dan membuka pintu. “Masuklah dan saya akan menjawabnya.” Alex memberikan isyarat pada Helena. “Siapa yang mau ikut denganmu?” Dengan segala keangkuhan Helena, dia tak mau ikut dengan Alex. Lagi pula dia belum yakin jika dia adalah karyawan papanya. “Baiklah, jika Anda tidak mau ikut. Pertama Anda tidak akan dapat jawaban siapa yang mengantar semalam. Kedua saya akan mengatakan pada Pak Davis jika putrinya tidak mau pulang dengan saya.” “Jangan coba-coba mengancamku!” Mata Helena menatap tajam pada Alex, memberikan peringat penuh penekanan. “Baiklah.” Tangan Alex merogoh saku celananya, mengambil ponsel di dalamnya. Kemudian jari jemarinya bergerak mengusap layar ponselnya, menghubungi seseorang dan memberikan ponselnya pada Helena. Tak ada suara yang keluar dari mulutnya. Hanya isyarat mata saat menyerahkan ponselnya, tanda jika Helena harus bicara melalui ponselnya. Helena sebenarnya tidak percaya, tetapi dia ingin tahu sejauh apa pria di depannya itu bisa membohonginya. Menerima ponsel Helena, dia langsung menempelkan di telinganya. “Lena.” Suara dari seberang sana terdengar. Sudah lama sekali Helena tidak mendengar suara itu. Helena memang suda tidak menghubungi dan tidak mengangkat sambungan telepon dari papanya sejak lama. Menghindari perdebatan dengan papanya yang selalu memintanya pulang. Hanya sesekali papanya mengirim pesan untuk pulang. Seperti yang terjadi kemarin malam. “Papa,” ucap Helena. “Papa meminta Alex menjemputmu.” Mendengar hal itu, Helena langsung melihat ke arah Alex. Mengakui jika pria di depannya itu memang adalah suruhan ayahnya. Alex dengan tenangnya menunggu Helena yang sedang berbicara dengan atasannya. Saat mata Helena menatapnya, dia menebak-nebak apa yang dikatakan atasannya itu pada anaknya. “Pulanglah, Lena,” ucap Davis, “sekali ini saja,” imbuhnya. Suara papanya sangat menyayat hati. Membuat Helena benar-benar merasakan sakit di hati. Inilah yang Helena hindari, mendengar suara mengiba yang dilontarkan papanya. Dia sadar betul jika hatinya tidak akan tega mendengar permintaan papanya. Maka dari itu dia selalu tidak mau menerima telepon dari papanya. Namun, kini tak ada pilihan. Helena harus pulang bersama Alex sesuai dengan permintaan papanya. “Aku akan pulang,” jawab Helena. Setelah mendengar jawaban papanya, Helena mematikan sambungan telepon dan memberikan ponsel pada Alex. “Sudah yakin jika saya suruhan Pak Davis,” ucap Alex seraya melebarkan pintu mobil agar Helena masuk. Tanpa menjawab, Helena langsung masuk ke mobil. Mengabaikan Alex yang sedang mengajaknya berbicara.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN