Kehormatan yang Terenggut
Selena menyerahkan segelas teh untuk saudari kembarnya.
"Ciel, ini aku ambilkan teh. Tadi kamu bilang agak pusing sebelum berangkat."
"Terima kasih, Lena. Aku baik-baik saja," ucap Cielo merasa senang dengan perhatian yang diberikan Selena.
Selama ini kembarannya itu selalu bersikap acuh tak acuh, bahkan terkadang menganggapnya sebagai saingan. Namun, kali ini Selena tampaknya berusaha memperbaiki hubungannya dengan Cielo. Bahkan ia mengajak Cielo untuk menghadiri acara ulang tahun sekaligus perayaan kelulusan Ellen, sahabat Selena.
"Kalau begitu minumlah tehnya. Aku harus kembali bersama Ellen dan Grace. Atau kamu ingin bergabung bersama kami?"
"Tidak usah, Lena. Aku disini saja," jawab Cielo memilih duduk di kursi paling belakang.
"Oke, kalau acaranya sudah selesai, kita akan pulang bersama. Oh, ya, itu ada Ansel, sepupunya Ellen. Bukankah kalian satu kelompok saat KKN kemarin? Mungkin kamu bisa bicara dengannya supaya tidak bosan."
"Iya, kamu tidak perlu mengkhawatirkan aku."
Dari kejauhan, Cielo melihat Ansel yang berdiri memperhatikannya.
Cielo memilih untuk mengecek ponselnya dan tidak menghiraukan Ansel. Ia berharap agar Morgan menghubunginya. Meskipun baru berpisah tiga bulan setelah kelulusan mereka, Cielo merasa sangat merindukan Morgan. Ia hanya ingin Morgan segera pulang dari luar negri, agar mereka bisa menghabiskan waktu berdua.
Cielo tersenyum ketika membaca pesan masuk dari Morgan.
"Sayang, apa kamu sudah sampai di pestanya? Jangan pulang terlalu malam. Hati-hati, Sayang," tulis Morgan.
"Aku sudah sampai, Sayang. Iya, aku akan segera pulang bersama Selena kalau acaranya selesai. Aku akan mengabarimu lagi nanti," jawab Cielo.
Selesai mengirimkan pesan, Cielo tiba-tiba merasakan sesuatu yang aneh di tubuhnya.
"Kenapa kepalaku tiba-tiba pusing? Badanku juga terasa panas," pikir Cielo sembari mengerjapkan matanya.
Cielo memutuskan untuk menyimpan ponselnya di dalam tas. Ia mencoba berdiri untuk menghilangkan rasa panas yang menjalar di tubuhnya.
"Kenapa panas sekali? Aku harus mencari udara segar sebentar."
Cielo berusaha menguasai dirinya dan berjalan keluar dari area pesta. Ia menuju ke arah taman agar tidak terlihat oleh para tamu yang hadir. Namun tubuhnya mendadak gemetar karena menahan sensasi panas yang kian menjadi.
Dengan tubuh yang sempoyongan, Cielo memaksakan diri terus berjalan, hingga ia tidak sadar kalau menabrak seorang pria di hadapannya.
"Cielo, kamu kenapa? Kenapa tubuhmu berkeringat dan gemetar seperti itu?" tanya Ansel keheranan.
"Tolong aku, Sel. Aku tidak tahan, rasanya panas sekali."
"Apa kamu sakit? Atau kamu mabuk karena minuman keras?" tanya Ansel mengamati tubuh Cielo yang semakin berkeringat.
Tanpa sadar, Cielo menempelkan bibirnya ke baju Ansel.
"Cepat, tolong aku. Bawa aku pergi dari pesta ini. Aku sudah tidak tahan."
"Apa ada orang yang memberikan obat perangsang kepada Cielo?" gumam Ansel curiga melihat tingkah laku Cielo yang berubah menjadi agresif.
Selama ini, ia mengenal Cielo sebagai gadis yang pemalu dan menjaga sopan santun. Bahkan ia selalu berusaha menghindari Ansel setiap kali mereka tidak sengaja bertemu.
"Iya, bersabarlah. Aku akan membantumu," kata Ansel memeluk pinggang Cielo.
Siapa yang sudah menjebak gadis polos ini? Lebih baik dia menghabiskan malam bersamaku daripada dengan pria lain yang tidak jelas,
pikir Ansel membawa Cielo masuk ke dalam mobilnya.
"Kamu mau membawaku kemana?" tanya Cielo mengeluh di dalam mobil.
"Kita akan ke apartemenku. Aku akan menolongmu semampuku agar kamu terbebas dari pengaruh obat itu."
"Lakukan apa saja agar aku tidak tersiksa," ucap Cielo menyandarkan tubuhnya.
Ansel melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi menuju ke apartemen miliknya.
Sementara di dalam mobil, Cielo masih terus bergerak dengan gelisah.
"Kenapa lama sekali? Kapan kita sampai," rintih Cielo kehilangan kendalinya.
"Kita sudah sampai, Sayang," ucap Ansel memarkirkan mobilnya.
Ansel memeluk bahu Cielo dan membimbingnya masuk ke dalam lift. Tidak berapa lama, mereka sudah sampai di depan apartemen Ansel yang terletak di lantai tujuh.
Ansel buru-buru menekan password di pintu apartemennya dan mengajak Cielo masuk.
"Ayo kita ke kamar mandi. Mungkin aku bisa membantumu berendam air dingin untuk meredam efek obat itu," ucap Ansel membawa Cielo masuk ke dalam kamarnya.
Ansel mengisi bathtubnya dengan air dingin lalu menggendong Cielo masuk ke dalam bathtub itu untuk berendam.
"Bagaimana rasanya? Apa panas di tubuhmu reda setelah terkena air dingin?" tanya Ansel mengamati Cielo.
Cielo menggelengkan kepalanya dengan putus asa.
"Tidak, aku tetap merasa panas. Kumohon lakukan sesuatu. Keluarkan aku dari sini," pinta Cielo dengan sorot mata memohon.
Ansel menggendong Cielo keluar dari bathtub. Ia menelan salivanya sendiri saat tubuh Cielo yang basah menempel pada tubuhnya. Dalam keadaan basah, bentuk tubuh gadis itu terlihat lebih jelas dan membuatnya tergoda.
Ansel terkejut ketika Cielo mendadak mencium lehernya.
"Cielo, apa kamu yakin mau melakukan hal ini denganku?" tanya Ansel yang mulai terbakar gairah.
Meskipun ia seorang penakluk wanita, namun Ansel tidak pernah melakukan hubungan tanpa persetujuan dari wanita yang akan tidur bersamanya.
"Aku mau kamu membebaskan aku sekarang juga. Aku tidak bisa menahannya lagi, terlalu panas," ucap Cielo kehilangan akal.
Cielo semakin merapatkan tubuhnya kepada Ansel. Bersentuhan dengan gadis cantik seperti Cielo, membuat hasrat Ansel sebagai laki-laki semakin menjadi. Apalagi sejak pesta dimulai, Ansel memang terpesona memandang penampilan Cielo yang istimewa.
Dengan memakai dress pendek model sabrina yang berbahan tipis, Cielo terlihat lebih mempesona. Sejak pertama bertemu Cielo di kampus, Ansel memang merasakan ketertarikan khusus kepada gadis itu. Sayangnya, Cielo tidak pernah menghiraukan pesona Ansel. Ansel juga mengetahui dari sepupunya, Ellen, kalau Cielo telah berpacaran dengan Morgan. Namun, ia tidak menyangka kalau akhirnya Cielo akan jatuh ke dalam pelukannya seperti saat ini.
Ansel mencium bibir Cielo dengan penuh gairah. Cielo yang sudah terpengaruh efek obat itu, tanpa ragu-ragu membuka mulutnya dan membalas ciuman Ansel.
"Ayo kita ke kamar, kamu akan segera terbebas dari penderitaanmu, Baby," ucap Ansel seraya menggendong Cielo.
Ansel meletakkan Cielo di atas tempat tidur dan membuka baju gadis itu satu per satu.
Gairah Ansel semakin bergelora ketika melihat bentuk tubuh Cielo yang indah.
"Sempurna," gumam Ansel buru-buru melepas pakaiannya sendiri.
Seperti serigala yang kelaparan melihat mangsanya, Ansel mencium seluruh bagian tubuh gadis itu. Sesekali ia meninggalkan tanda-tanda kepemilikannya di beberapa bagian sensitif tubuh Cielo. Cielo hanya bisa mendesah ketika bibir Ansel menjelajahi tubuhnya. Sementara tangan pemuda itu bergerak dengan leluasa.
Sebelum menyatukan dirinya dengan Cielo, Ansel berhenti sejenak. Ia berusaha mencari alat pengaman di laci mejanya, namun ia tidak bisa menemukannya.
"Ah, sudahlah tidak usah memakai itu," gumam Ansel putus asa karena tidak bisa menahan diri lagi.
Pada akhirnya, Ansel menyatukan dirinya dengan Cielo hingga mereka berdua sampai di puncak kenikmatan.