Suasana kafe sudah mulai sunyi. Jason memutuskan untuk menutup kafenya. Lagipula ini sudah tengah malam. Saatnya tutup dan istirahat.
"Mas, tumben enggak jemput si embaknya," kata Randy.
Jason tersenyum sambil melepas celemeknya."Iya, katanya mau pulang sendiri. Mungkin ada acara sama temen-temennya."
Randy mengangguk saja. Ia bersiap-siap untuk pulang. Pintu kafe terdengar dibuka.
"Maaf, mbak, kami sudah tutup," kata Jason ramah.
Gadis itu tersenyum. "Aku bukan mau nongkrong, kok, Kak. Aku mau ketemu kakak."
Ucapan gadis itu membuat Jason dan Randy bertukar pandang. Memangnya mau apa, wanita seusia Viola menemui Jason.
"Iya…kakak," tunjuknya pada Jason.
Jason menepuk pundak Randy.”Kamu pulang aja duuan, Ran, biar aku aja yang kunci nanti.”
Randy mengangguk, denganragu ia mengambil jaket dan langsung pulang.
“Kakak!”Viola merasa diabaikan. Ia mengerucutkan bibibrnya saat diperlakukan seperti itu.
Jason tersenyum. "Oh, iya, maaf, Mbak. Ada apa?"
"Ih, kakak lupa sama aku, ya. Aku tiap hari ke sini loh," katanya lagi membuat Jason harus membuka kembali memorinya. Pengunjung di kafe ini lumayan banyak. Setiap jam berganti. Berlangsung setiap hari, dan berbulan-bulan. Bagaimana ia harus mengingatnya. Tapi, kalau ia mengatakan tidak mengenal gadis ini, rasanya ia sombong sekali.
"Ehm... iya, iya. Tapi, kita enggak kenalan kemarin, ya," jawab Jason. Masih terus mengingat-ingat siapa gadis ini.
"Iya belum sempat. Soalnya kakak langsung ngilang gitu kemarin. Naik motor. Oh, iya. Nama aku Viola." Viola mengulurkan tangannya pada Jason.
Jason membalasnya. "Jason. Kamu... kayaknya masih kuliah atau sekolah, ya?"
Viola mengangguk. "masih kuliah, Kak."
"Kenapa kamu masih keliaran malam-malam gini. Kamu perempuan, masih muda. Bahaya!" Kata Jason.
"Aku pengen kenalan sama Kakak. Dari tadi aku tungguin, sibuk terus.”Mata Gadis itu menyiratkan ia sedang tidak main-maind engan ucapannya. Tapi, hal ini sanbat disayangkan Jason, karena ia sudah membuang-buang waktu menyukai pria seperti dirinya.
Jason menjadi iba melihat gadis kecil di hadapannya. Demi berkenalan dengan dirinya. Jika gadis ini ingin berkenalan, berarti Viola menyukainya. Jason tampaknya mulai berhati-hati. Sebab, ia sudah memiliki Yessi sekarang. Bagaimana pun juga, ia harus menjaga perasaan pasangannya sekarang bukan.
"Iya, sekarang, kan sudah kenalan. Kamu pulang, ya. Rumah kamu jauh?" tanya Jason.
Viola mengangguk.”Lumayan, sih, Kak. Tapi…masih ada angkutan kok atau taksi online.”
"Aku anterin. Bahaya. Lain kali, kamu jangan nekad kayak gini, ya!" Jason mengambil jaket dan mematikan sebagian lampu kafe.
"Iya, Kak." Viola tersenyum senang. Kini ia bisa berduaan dengan pria yang sudah seminggu ini menarik perhatiannya.
Jason mengunci pintu, memakai jaket lalu mengendarai sepeda motornya. Viola senang bukan main, diantar pulang malam-malam begini, naik motor pula. Ia bisa menempel pada laki-laki pujaan hatinya itu. Akhirnya mereka samapai di tujuan.
“UDah sampai.”
Viola turun, alu berdiri di sebelah sepeda motor Jason.”Makasih, kak.”
“Iya, aku pulang, ya.” Jason emlajukan sepeda motornya.
Viola melambaikan tangan. Ia senang bukan main. Setelah bayangan Jason tidak terlihat lagi, ia segera masuk ke dalam rumah.
"Darimana?" Hardik Naina, kakak Viola.Wanita itu menunggu Viola sejak tadi.
Viola tersenyum saja, tak peduli dengan ocehan kakaknya itu. "Viola!" teriak Naina.
Viola menoleh. "Kenapa, sih, kak?"
"Kakak tanya baik-baik. Kamu darimana? Siapa yang antar kamu pulang?" Naina berkacak pinggang.
"Ada, deh! Kakak kepo banget, sih! Enggak usah urusin hidup aku, Kak. Urusin aja Om-Om dalam kehidupan kakak itu." Viola menatap Naina dengan tajam, lalu meninggalkan Naina.
"Awas kamu!" teriak Naina frustasi. Sejak kapan Vio memiliki rahasia dengannya. Ia harus menyelidiki siapa pria yang mengantarnya pulang.
Jason langsung pulang ke rumah setelah mengantarkan Viola. Jason sedikit mengerutkan kening saat melihat mobil James ada di garasi. Padahal ini sudah tengah malam. Jason masuk dan benar, di sana ada James yang sedang bicara pada Mama dan Papa.
"Jas, pulang malem banget," sapa Riri yang tengah bersandar di lengan James.
"Iya. Tadi, lumayan rame. Jadi nutupnya lama," jawab Jason.
"Jas, minggu depan kamu gantiin aku, ya. Kunjungan ke luar kota." James menyerahkan sebuah map.
Jason meraihnya. Membuka halaman demi halaman. Kunjungan ke Lombok selama satu minggu. "Memangnya, Kakak kenapa?"
"Enggak apa-apa. Enggak mau ke luar kota aja. Soalnya Riri lagi hamil besar. Aku enggak mau ninggalin dia." James mengecup kening Riri.
Jason mengangguk mengerti. Ia paham betul bahwa James tak bisa meninggalkan Riri biar sehari. James sangat menyayangi istrinya itu. "Oke. Minggu depan."
"Jadi, kamu atur dari sekarang masalah kafe. Kalau ada apa-apa bisa minta tolong Eve atau Randy," kata James lagi.
"Mama sama Papa mau ke London, besok lusa. Kalian baik-baik di sini, ya. Yang akur. Kami kembali setelah Riri melahirkan." Mama mengusap perut Riri.
"Iya, Ma."
Jason memainkan ponselnya. Ia teringat dengan Yessi. Sedang apa gadis itu sekarang. Sekalian ingin mengajaknya untuk ikut serta dengan liburannya ke lombok. Semoga hal itu bisa membuat hubungan mereka membaik. Belakangan ini mereka sering berselisih paham. Kesibukan Jason di kafe seringkali membuatnya tak ada waktu untuk sang kekasih. Tapi, setiap malam Jason selalu berupaya menjemput Yessi di butik Rila. Terdengar nada tersambung, namun Yessi tak kunjung menjawab. Jason mencoba hingga sepuluh kali. Tapi,hasilnya nihil. Jason mencoba berpikir positif. Yessi pasti sudah tidur.
James, Riri, dan kedua orangtuanya terlibat pembicaraan serius masalah bisnis. Jason masih fokus dengan poselnya. Tak lama sebuah pesan masuk. Jason membacanya dengan bingung. Itu dari Viola.
Vio : Hai, Kak.
Jason : iya, hai. Siapa?
Vio : Vio.
Jason : vio? Gimana bisa kamu punya kontak saya.
Vio : tadi, aku ambil hape kakaka. Aku ambil nomornya. Maaf.
Jason : oke. Tapi, itu enggak baik, Vio.
Vio : Maaf, kak. Lain kali enggak lagi.
Jason : oke. Maaf diterima.
Vio : kakak sudah di rumah?
Jason : yupz.
Vio : makasih udah dianterin. Aku seneng.
Jason : sama-sama.
Vio merengut saat membaca pesan Jason yang terakhir. Pria itu hanya bilang 'sama-sama'. Vio membalas chatnya kembali.
Vio : Kakak punya pacar?
Jason : Itu privasi. Tidak bisa dijelaskan.
Vio : sudah punya, ya.
Jason : punya atau tidak, saya enggak pengen jelasin, Vio. Biar itu jadi urusan saya.
Vio membanting ponselnya ke rempat tidur dengan kesal."Apa susahnya jawab punya pacar atau enggak!"
Vio menyudahi chattingnya dengan Jason. Lalu ia membuka galeri foto. Melihat foto Jason yang ia ambil gambarnya tadk secara diam-diam. Jason memang sosok pria idaman. Tampangnya yang keren, tapi, sayangnya dia itu hanya seorang pelayan kafe. Tapi, itu bukan masalah. Yang penting dia tampan. Vio menyimpan ponselnya ke dalam laci meja belajar. Ia ingin tidur karena merasa capek. Besok ia akan mengunjungi kafe itu lagi. Menemui sang pujaan hati.