bc

Give Me Your Wife!

book_age18+
2.3K
IKUTI
19.5K
BACA
adventure
boss
drama
twisted
queer
bold
ambitious
lucky dog
realistic earth
gay
like
intro-logo
Uraian

Mature Content 21+ - Please be nice. Harap bijak untuk menyesuaikan klasifikasi usia cerita ini dengan usiamu. Banyak adegan 21+.

HANYA UNTUK PEMBACA BERUSIA 21 TAHUN KEATAS!

***

Rida, seorang istri cantik, elegan penuh pesona, tetapi dia disia-siakan oleh suaminya yang terobsesi mendapatkan kembali private key berada dalam laptop lama. Sementara laptop itu sudah lama diberikan kepada sahabatnya, Randi.

Aku mencintai Rida, bukan semata-mata karena dorongan nafsu melainkan mencintainya dengan tulus, karena Rida menjadi sosok perempuan penyembuh, yang membuat aku menjadi lelaki.

Perselingkuhan kami diketahui Kritianto. Pria itu mengancamku. Namun ia bersedia menceraikan Rida, asalkan aku bisa membawa Randi beserta laptop lamanya.

Demi membawa Rida keluar dari neraka rumah tangga yang diciptakan pria itu, aku harus menemukan apa yang dicari oleh Kristianto.

Aku berjuang menelusuri jejak Randi, dan berhasil menemukan hard drive laptop lama yang sudah menjadi milik Randi.

Namun tanpa sengaja, aku justru terseret dalam hubungan terlarang lainnya—dengan Nia, istri Randi.

Niat awalku sederhana: menemukan jejak laptop lama. Namun kenyataannya, aku malah terjebak dalam labirin cinta, pengkhianatan, dan luka yang makin dalam.

Di satu sisi, aku berjuang untuk Rida hingga berangkat bersamanya ke Tiongkok. Di sisi lain, aku harus menuntaskan kesepakatan terlarang antara aku, Nia, dan Randi.

chap-preview
Pratinjau gratis
Tertangkap Basah Saat Berbasah-basah
...ia bukan istri yang tidak setia, justru ia terlalu setia pada siksaan dari suaminya *** Hujan rintik-rintik membasahi jendela apartemen ketika telepon dari Rida berdering. Aku melihat namanya di layar, lalu segera kujawab. Permintaanya membuatku ragu. "Sudahlah, Rida… mendingan kamu yang ke sini seperti biasanya," ucapku, suaraku sedikit berat. Aku selalu merasa waspada, khawatir dengan segala kemungkinan buruk yang bisa terjadi. Di seberang telepon, kudengar napasnya yang tertahan sebelum ia menjawab, "Sayang, aku sudah menata kamarku dengan indah. Aku menyiapkan berbagai hiasan bunga, khusus untuk kita. Aku ingin sekali saja kita melakukannya di sini." Aku terdiam, menimbang-nimbang. Kristianto, suaminya, memang sedang ke luar kota. Tapi bagaimana jika ia tiba-tiba pulang lebih awal? Atau jika Pak Sundang, mertuanya, tiba-tiba datang? “Kalau kamu tidak mau datang, biarlah aku tidur saja di kamar indah ini sambil membayangkan kamu…” demikian, sebuah paksaan dengan kata-kata yang elegan, membuatku merasa sangat terhormat. "Baiklah..." Aku akhirnya mengalah. Aku segera meninggalkan unit apartemenku, menekan tombol lift, dan naik ke lantai 19. Setibanya di depan pintu unitnya, aku memijit bel. Pintu terbuka, dan di sana Rida berdiri dengan senyum penuh gairah. Nightgown sutra yang membalut tubuhnya tampak begitu selaras dengan kulitnya yang masih begitu memesona di usianya yang menginjak 22 tahun. "Sayang, terima kasih kau sudah datang…" katanya lirih, matanya berbinar. Aku terpana, seperti pertama kali aku melihatnya setahun yang lalu di arena fitnes. Satu tahun lalu yang sangat menentukan hidupku. Rida sangat berjasa kepadaku, bahkan sangat sangat sangat berjasa. Entah sudah berapa puluh, mungkin ratusan kali, aku bercinta dengannya. Namun, pesonanya tak pernah luntur. Aku bahkan sudah membulatkan tekad: aku ingin menikahinya secara resmi. Rida akan kuajak menghadap orangtuaku, akan kukenalkan kepada kerabatku, tentu kepada teman-temanku. “Kamu kenapa, sayang?” Rida membuyarkan lamunanku. “Aku sangat terpesona melihatmu…” “Dan aku bukan sekedar untuk dlihat. Aku milikmu seutuhnya…” ucap Rida sambil menggenggam tanganku, menarikku masuk ke kamar yang telah dihiasi lilin-lilin dan kelopak mawar merah. Aroma lembut lavender menyelimuti ruangan. "Ayo, aku antar ke atas kasur, sayang…" bisiknya, matanya penuh godaan. Aku menelan ludah. "Kristianto benar-benar baru pulang dua hari lagi, kan?" tanyaku memastikan. "Benar, sayang…" Rida mendesah pelan, sedikit jengkel. "Jangan banyak tanya. Nikmati saja." "Bagaimana dengan Pak Sundang? Apa dia tidak akan datang ke sini?" "Tidak. Aku sudah pastikan." "Dan CCTV? Sudah dimatikan?" Rida menatapku dengan tatapan tajam, lalu tersenyum samar. "Aku bukan ibu gurumu yang bisa kau tanya terus menerus…" ucapnya sambil menjewer telingaku dengan lembut. Lalu jari-jarinya membuka kancing kemejaku satu per satu. Tubuhnya yang tinggi semampai, lekuk tubuh montok yang menawan, payudaranya yang sempurna—semua itu membuatku kembali takluk dalam pesonanya. Kami melakukannya perlahan. Setiap sentuhan, setiap hembusan napas, setiap desir yang menyatu di antara kami terasa begitu emosional. Kami tenggelam dalam lautan gairah yang tak bertepi. Ketika tangannya mencengkeram punggungku, berpindah ke rambutku, lalu mencengkeram seprai, aku tahu ia telah mencapai puncaknya. Aku pun mempercepat ritmeku, ingin menyusulnya ke puncak yang sama. Di luar, hujan masih rintik-rintik. Tapi di dalam kamar, badai gairah kami telah menyapu segala keraguan dan ketakutan. Aku dan Rida, dua jiwa yang saling mencari dalam kesalahan yang penuh pembenaran. "Kalau kalian sudah beres, cepat kemari! Menjijikkan!" Teriakan itu membuat tubuhku membeku. Suara Kristianto menggema dari ruang tamu. Rida dan aku saling berpandangan, kaget bukan main. Aku segera meraih pakaian yang berserakan di lantai. Sementara Rida tetap santai, hanya mengenakan kembali nightgown sutranya tanpa sempat memakai dalaman. Aku ingin marah. "Aku sudah bilang! Mestinya kita tidak perlu melakukannya di sini!" Tapi kata-kata itu kutahan. Aku semakin matang setelah mendapat banyak masukan Rida dalam merespon setiap persoalan. Menurutnya, mempermasalahkan yang sudah terjadi tak ada gunanya. Yang terpenting adalah mencari solusi. "Kita hadapi dengan tenang. Kita hadapi berdua," bisik Rida. Aku mengangguk. "Iya, aku tetap di sisimu, sayang..." Kami keluar dari kamar. Kristianto sudah duduk di kursi, menunggu kami dengan ekspresi tajam dan dingin. Aku dan Rida duduk di kursi seberangnya. Rida menggenggam tanganku erat. Kristianto menatap kami dengan sinis. "Aku sudah lama mendengar gosip kalian. Tapi aku baru percaya setelah melihatnya sendiri. Kau tinggal pilih, Panji. Mau kulaporkan ke polisi dan dipenjara? Atau kulaporkan ke kantormu supaya kau langsung dipecat dan jadi pengangguran?" Aku terdiam, mencoba membaca situasi. Sementara Rida menatap suaminya tajam. "Kau juga akan hancur lebur, bahkan lebih hancur, jika kau berani menghancurkan Panji!" kata Rida dengan tegas. Kristianto tertawa kecil. "Kalau begitu kita berdamai saja. Aku akan izinkan kalian melakukannya, tetapi berikan aku 1000 bitcoin! Bukankah ini adil? Hahaha…" Aku menahan amarah. Rida justru mencemooh. "Aku sudah jijik dan muak. Hampir tiap hari kau hanya memikirkan hard drive dan Si Randi! Kau bilang hard drive itu diberikan kepada Randi. Lalu kenapa kau mau pinta lagi? Dan mengapa kau tidak ceraikan aku dan biarkan aku hidup normal bersama orang yang aku cintai? " Mata Kristianto berkilat marah. "Kamu sebagai istriku…!” “Aku tak pernah merasa sebagai istrimu. Kau tidak pernah menjalankan fungsimu sebagai suami!” “Diaaaam! Secara status administrasi, kau istriku! Kini istriku tertangkap basah ditiduri oleh Si Panji. Maka apakah aku salah jika aku meminta 1000 bitcoin?” Aku mengepalkan tangan, menahan luapan emosi. "Kalau meminta yang lebih masuk akal, aku akan berikan…" Ucapku. Aku paham tentang bitcoin dan dunia crypto. Pada akhir tahun 2021 ini, harga bitcoin sangat menggiurkan. Dan prediksiku, akan terus naik. Aku punya bitcoin, tapi bukan 1000, aku hanya punya 5 bitcoin, yang tetap kutahan untuk tidak dijual saat ini. Aku mau menjualnya jika nanti harga bitcoin sudah mencapai $90.000. Memang cukup membuat Kristianto gila, jika benar dalam hard drive itu tersimpan private key untuk mengakses dompet senilai 1000 Btc. Rida sepertinya kurang paham tentang Bitcoin, sehingga ia masih bingung dan menggap gila Kristianto. "Apakah kau mau melepas Rida jika kuberikan 1 M?" tanyaku lagi. Kristianto menyeringai. "Hahaha... Aku ingin 1000 bitcoin. Jika tidak sanggup, kau harus mencari si Randi, dan membuatnya kembali ke sini. Aku ingin dia ada di sini lagi. Maka kau kubolehkan meniduri istriku." Aku menggeleng, menatapnya penuh perlawanan. "Aku bukan sekadar ingin menidurinya. Selain mencintainya, aku juga menghormati perempuan yang ada di sampingku ini. Aku ingin menikahinya secara resmi. Pernikahan bukan sekadar urusan ranjang. Maka, aku minta ceraikan Rida. Daripada kau menyiksanya batinnya terus-menerus, biarkan dia bersama pria yang bisa mencintainya sepenuhnya!” Aku menarik nafas, dan melanjutkan dengan menurunkan nadanya, “Nilai 1000 bitcoin itu nilainya sangat besar, yang terus terang aku tidak memilikinya. Aku tidak sanggup menyediakan uang sebesar itu. Sekali lagi, kau boleh meminta dengan jumlah yang masuk akal. Aku mohon, lepaskan Rida secara elegan…" Kristianto menyipitkan mata. "Tugasmu adalah mencari si Randi, bukan menceramahiku! Setelah kau temukan dia dan membawanya ke sini, baru aku akan berpikir ulang soal status istriku. Jangan coba-coba mengatur rumah tanggaku, Panji!" Aku menatapnya tajam. "Baiklah, aku akan coba mencari si Randi. Tapi aku ingin meyakinkan dulu kepastiannya: Apakah kau benar-benar akan menceraikan Rida jika aku sanggup membawa si Randi ke sini?" Kristianto menyeringai. "Ya, aku janji." "Kalau begitu, aku pamit sekarang. Awas kalau kau tidak menepati janjimu." Kristianto tertawa. "Hahaha... ini aneh... kau yang ketahuan meniduri istri orang, tapi kau yang ngancam? Bagaimana konsepnya ini? Hahaha…" Aku tidak menggubrisnya. Nia menarik tanganku, sebagai kode ingin ikut. Kata Rida: "Aku ikut sama dia..." Kristianto: "Ikut saja, sana! Tapi jika kalian tidak berhasil membawa Si Randi, maka hal yang pertama adalah mengizinkan Pak Wata, atasanku, bermain-main di sini.... hahahahaaa...." "b*****h kau!" Rida membentak. Ia hampir mau menampar Kristianto, tetapi aku segera menangkap tangannya. Aku tidak suka kekerasan fisik. Aku dan Rida berdiri, lalu bergegas menuju pintu. "Tunggu!" suara Kristianto menghentikan langkah kami. Aku berbalik. "Ada apa lagi?" Kristianto menatapku tajam. "Meskipun aku jijik melihat kalian, tapi setidaknya jagalah kehormatanku di depan orang lain!" Nia menyipitkan mata. "Maksudmu?" "Jaga sikapmu. Di mata umum, kau istriku. Berjalanlah dengan wajar jika kalian masih waras..." Kali ini ucapannya benar dan logis. Kristianto menatap Rida dan mencibir. "Lalu, apa kau tidak malu keluar rumah dengan telanjang?" Aku mengamati Rida. Baru sadar bahwa silk nightgown tipis yang dikenakannya membuat bagian tubuhnya tampak sangat jelas. Rida tak banyak berkata. Ia melangkah ke kamarnya. Beberapa saat kemudian, ia keluar lagi mengenakan kaos ketat dan celana jeans. Kristianto tertawa kecil. "Nah, itu baru namanya punya otak..." katanya sambil mengamati baju Rida, lalu melanjutkan ucapannya, "Meskipun aku yakin, nanti di sana bajumu akan dilepas juga. Tapi... ya paling tidak jika ada yang melihatmu, aku masih punya harga diri..." Kami tak banyak menanggapi. Kami meninggalkan Kristianto sendirian. Kristianto yang sedang tergila-gila atas hilangnya private key 1000 bitcoin , yang katanya private key itu ada di dalam hard drive dalam laptop yang diberikan kepada Randi. Rida berdiri diam sambil menatap angka-angka di lift, yang terus berkurang. 19, 18, 17, Hingga akhirnya tampak menunjukkan angka 14. "Apa yang kau pikirkan? Kau bukan melihat angka itu kan?" tanyaku hati-hati. Ia tak langsung menjawab. Kami berjalan ke luar dari lift, menyusuri lorong temaram, menuju pintu unit apartemenku. Kami langsung masuk, dan segera menutup pintu. Rida merebahkan diri di kursi. Beberapa detik kemudian, ia mendesah panjang. "Aku tak menyangka Kristianto akan bersikap seperti itu," ucapnya pelan. Aku mengangguk, meskipun aku sendiri tak tahu apa yang harus kukatakan. Ini situasi yang aneh. Seharusnya tadi aku merasa takut atau bersalah, tapi yang ada justru aku sangat berani dan sangat siap menghadapi Kristianto. "Ironis. Lelaki yang menikah dengan wanita secantik kamu, tiba-tiba lebih tergila-gila pada bitcoin dan Si Randi." Ucapku. Rida tersenyum miris. "Dunia memang penuh ironi, bukan?" "Sekarang yang terpenting adalah mencari Si Randi. Kalau kita berhasil menemukannya, kau akan bebas, Rida." "Bebas?" Rida mengulang kata itu dengan suara lirih. "Apa benar setelah ini aku akan benar-benar bebas?" Aku menatapnya sekilas. Ada kepedihan dalam suaranya, sesuatu yang seakan menahan hatinya untuk merasa lega. Tapi aku tak ingin membahasnya sekarang. "Kau yang selalu mengajariku: satu hal dalam hidup ini yang pasti," kataku memegang tangannya. "Kita harus mencoba sebelum menyerah." ** Rida duduk di hadapanku. Wajahnya tenang, tetapi aku tahu di balik ketenangan itu ada sesuatu yang terus membayanginya. Aku telah lama mengenalnya—seorang wanita yang menikah tanpa pernah benar-benar menjadi seorang istri. Suaminya, Kristianto, tidak pernah menyentuhnya. Dan aku hadir di tengah kekosongan itu. Jadi, dalam analisaku, ia bukan istri yang tidak setia, justru ia terlalu setia pada siksaan dari suaminya. Maka, aku menginginkan lebih. Aku ingin menikahinya. Aku tahu ia kesepian. Aku tahu ia sebatang kara. “Rida, mungkin sebaiknya kita adukan saja ke Pak Sundang, mertuamu itu. Kau bilang, beliau sering mengunjungimu akhir-akhir ini.” Rida menghela napas. “Ya, mertuaku sering datang.” “Apakah dia tahu tentang Kristianto?” Rida menatapku lama. Ada pergulatan dalam matanya. “Entahlah… mana mungkin aku berani membahasnya?” “Kau harus berani, Rida. Ini hidupmu. Kau harus meminta pertolongan.” Sejenak, ia termenung. “Kamu akan percaya jika aku menceritakan yang sebenarnya?” “Aku akan percaya.” “Ya… mungkin kali ini saatnya aku harus berterus terang. Aku tak peduli andai kamu meninggalkanku setelah aku bercerita. Ini malam ulang tahunku. Jika kamu ingin meninggalkanku, anggap saja ini hadiah perpisahan.” Aku meraih tangannya. “Kenapa kamu bilang begitu?” “Karena rahasia ini bisa membuatmu marah dan membenciku.” Aku menggenggam tangannya lebih erat. “Aku tidak akan pernah meninggalkanmu. Apapun yang terjadi.” Rida menatapku, seakan ingin memastikan ketulusanku. Lalu ia menarik napas dalam-dalam sebelum akhirnya berkata, “Pak Sundang… mertuaku, bukan sekadar mengunjungiku sebagai seorang bapak kepada menantunya.” Aku menatapnya, menunggu dengan sabar. “Dia sering datang saat suamiku tidak ada. Saat kamu pun sedang bekerja.” Rida menelan ludah. “Dia… dia menyakitiku.” Aku merasakan sesuatu menghantam dadaku. “Apa maksudmu?” Rida memejamkan mata, seakan ingin menghilangkan bayangan yang menghantuinya. “Dia memaksaku. Berulang kali.” Aku menggertakkan gigi, menahan amarah yang mendidih di d**a. Aku ingin bertanya apakah Rida pernah menikmatinya, tapi segera kutepis jauh-jauh pertanyaan itu. Itu hanya akan semakin melukai hatinya. Dia sudah jelas mengatakan bahwa dia diperkosa. Dia sangat jijik. Aku benar-benar tak menyangka bahwa Pak Sundang, lelaki tua yang seharusnya menjadi pelindung Rida, justru adalah monster yang telah merenggut kehormatannya. Aku mengepalkan tangan, menatap mata Rida yang kini penuh air mata. "Kita harus melakukan sesuatu, Rida. Kita tidak bisa terus diam." Rida menatapku penuh harap, namun juga penuh ketakutan. "Apa yang bisa kita lakukan, sayang? Aku hanya ingin kamu tahu. Aku hanya ingin berbagi beban ini dengan seseorang yang kucintai." Aku menatapnya lekat-lekat, lalu merengkuh tubuhnya dalam pelukan yang lebih erat. "Aku bersamamu, Rida. Aku tidak akan membiarkanmu sendiri lagi." Rida menangis di pelukanku. Dan aku tahu, malam ini adalah awal dari pertempuran yang harus kami hadapi bersama. Keheningan menyelimuti kami. Aku merasa marah, jijik, sekaligus hancur untuknya. Tapi lebih dari itu, aku ingin melindunginya. Aku ingin menghapus semua kesakitannya. Kupeluk tubuhnya, membiarkan kehangatan tubuhku menjadi tempat ia bersandar. Rida tersenyum tipis, matanya berkaca-kaca. “Dan kau masih ingin menikahiku?” Aku menatapnya dalam. “Aku ingin menikahimu lebih dari sebelumnya.” “Kau tidak malu memiliki istri sepertiku?” “Kau wanita paling berharga yang pernah kukenal, Rida.” Ia menghela napas, lalu mengelus punggung tanganku. “Terima kasih.” Kami larut dalam kebisuan yang penuh makna. Lalu, ia berbisik, “Aku ingin mandi.” Aku tersenyum. “Baik. Aku akan menunggumu.” Setelah beberapa saat, Rida kembali dari kamar mandi, mengenakan handuk. Ia tampak lelah, tapi juga tenang. Ia berbaring di ranjang, memandangku dengan mata yang penuh arti. Aku mendekatinya, membuka handuknya, dan menyelimutinya dengan selimut tebal dengan lembut. “Aku akan menjagamu, Rida.” Ia tersenyum kecil, menutup matanya. Aku menatapnya lama, memastikan bahwa setidaknya untuk malam ini, ia merasa aman. Kemudian aku melangkah ke dapur, membuat secangkir kopi, dan berdiri di dekat jendela, memandang jauh ke luar. Aku telah membuat keputusan. Aku akan melindungi Rida. Aku akan menikahinya. Dan aku akan memastikan, mulai sekarang, ia tidak akan pernah merasa sendirian lagi. Dan aku mulai fokus memikirkan keberadaan Randi. Tapi di manapun Randi berada, aku pasti akan mengejarnya. Demi Rida.***

editor-pick
Dreame-Pilihan editor

bc

Pacar Pura-pura Bu Dokter

read
3.1K
bc

Jodohku Dosen Galak

read
31.0K
bc

Takdir Tak Bisa Dipilih

read
10.2K
bc

Kusangka Sopir, Rupanya CEO

read
35.7K
bc

(Bukan) Istri Simpanan

read
51.1K
bc

Desahan Sang Biduan

read
53.9K
bc

Silakan Menikah Lagi, Mas!

read
13.4K

Pindai untuk mengunduh app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook