Clear Air Turbulence

1301 Kata
  Whenever I dream about flying, it’s the best feeling in the world (Kate Mara)               “Enjoy your ice cream time?” Kamu menikmati waktu makan es krim-mu? Tanyaku ketika Laura muncul di dalam kamar. Aku terkejut saat pulang ke rumah dan tidak mendapati Laura serta Dion. Namun saat aku menghubungi Alya, ternyata mereka bertiga sedang menikmati es krim di kedai yang terletak di seberang sekolah putraku itu.             Laura mengangguk sambil berjalan menuju ke meja riasnya. Dia mengambil kapas dan mulai mengusapkan kapas itu ke wajahnya. Aku baru menyadari ternyata Laura memakai make up. Meski tipis tetap saja kelihatan. Laura jarang sekali mengenakan make up sebelumnya.             “Mulai besok aku saja yang mengantarkan Dion ke sekolah,” ujar Laura.             “Kamu yakin?”             “Ya. Mungkin dengan begitu ingatanku bisa cepat pulih.”             “Cutiku masih beberpa hari lagi lagi. Aku akan mendampingi kalian hingga cutiku habis untuk memastikan kamu bisa meng-handle Dion sendirian.”             Laura tersenyum, “Dion anak yang manis dan penurut. Aku rasa aku tidak akan mengalami kesulitan apa pun saat bersama dia.”             Aku mengangkat kedua belah alisku, “Surprise mendengar hal itu darimu.”             “Apakah aku ibu yang seburuk itu? Tadi secara tidak langsung Alya juga bilang bahwa hubunganku dengan Dion tidak begitu baik.” Dari menatap pantulan dirinya di cermin, Laura berbalik ke arahku. “Dion anak kandungku, kan? Apakah dia lahir dari rahimku?”             “Tentu saja!” Aku menjawab cepat, “Dia anak kandung kita.” Astaga! Kenapa Laura bisa sampai mempertanyakan hal semacam ini? Aku bahkan masih bisa mengingat dengan detail bagaimana detik-detik proses kelahiran anak kami itu, “Hanya saja….”             “Hanya saja?” Laura mengejar.             “Hanya saja kamu mengalami masa sulit setelah kelahiran Dion. Emosimu tidak stabil. Post partum depression. Kamu sampai harus menemui psikiater dan minum obat-obatan. Hal itu yang mungkin membuatmu berjarak dengan anak kandungmu sendiri.”             Laura mengernyit sejenak untuk kemudian kembali lagi menatap cermin di meja riasnya. Dia tampak memandangi wajahnya cukup lama. Tanpa sepatah kata pun terucap. Jika saja bungkusan di meja rias tidak mengalihkan perhatiannya, mungkin dia akan terus melamun sambil memandangi pantulan dirinya itu.             “Apa ini?” tanyanya sambil menatap bungkusan plastik yang diserahkan Bu Dar tempo hari. Pakaian yang Laura kenakan saat kecelakaan.             “Pakaianmu. Saat kecelakaan,” jawabku.             Laura tidak menyahut tapi kedua tangannya tergesa-gesa membuka bungkusan plastik itu. Di sana terdapat sebuah mini dress – atau entahlah apa sebutannya untuk model pakaian seperti itu – berwarna merah muda dan sebuah outer berwarna hitam lengkap dengan sepatu ber-hak tinggi yang berwarna senada dengan dress-nya.             Sedetik kemudian Laura membentangkan mini dress itu. Lalu tergesa-gesa dia menuju ke lemari pakaian, membuka lebar-lebar pintu lemari itu dan mengamati dengan saksama deretan baju-bajunya di sana. “Kenapa aku memakai pakaian seperti ini sementara pakaian di dalam lemari tidak ada yang serupa ini?”             Ah! Itu jugalah yang menjadi pertanyaanku. Selama ini pakaian Laura selalu sederhana. Blouse, kemeja, kaus, celana jeans, rok. Laura memiliki beberapa gaun namun tidak ada yang seterbuka gaun yang dikenakannya saat kecelakaan itu.             “Sama halnya kenapa kamu mengecat rambut dan kuku padahal sebelumnya tidak pernah kamu lakukan,” jawabku kemudian. “Aku juga memiliki pertanyaan yang sama dengamu.”             Laura menatapku tajam. Seolah sedang menyelidiki ekspresiku, apakah aku mengatakan yang sebenarnya atau tidak, “Apakah ada barang-barang pribadiku yang lain di lokasi kecelakaan? Dompet mungkin? Atau ponsel?” tanyanya mengejar.             Aku menggeleng yakin, “Sayangnya tidak ada. Ah, aku akan membelikanmu ponsel, by the way. Kita bisa keluar sekarang kalau kamu mau.”             Laura tidak menyahut dan hanya menatapku. Apa yang dia pikirkan? Apakah dia kecewa karena tidak ada petunjuk apa pun lagi tentang dirinya selain pakaian yang sangat tidak mencerminkan dirinya itu?             “Setelah beli ponsel, bisakah kamu mengantarkanku ke rumah orang tuaku?” tanyanya kemudian dan membuatku lumayan terkejut. “Siapa tau di sana ada hal-hal yang bisa membantu memulangkan ingatanku.”             “Oke,” sahutku. “Kita pergi sekarang?”             Laura belum sempat menyahut saat ketukan pintu di kamarku terdengar. Aku beranjak dari tubir ranjang untuk membuka pintu.             “Maaf menganggu, Mas Bara. Tapi di bawah ada Nona Farah datang. Ibu suruh saya panggil Mas Bara untuk turun.” Bu Dar berkata begitu aku menyibak daun pintu. Farah datang?             “Farah yang akan dijodohkan denganmu karena mereka semua mengira aku sudah mati?” Laura menyahut di belakang punggungku. Aku bisa melihat bagaimana Bu Dar mengkeret mendengar suara Laura. Wanita paruh baya itu tertunduk.             “Saya permisi dulu, Mas Bara.” Masih sambil menunduk, Bu Dar pamit undur diri.             Aku berbalik menghadap Laura. Matanya yang cemerlang menumbuk manik mataku, “Sudah kukatakan ini tidak seperti yang kamu kira. Tunggu di sini. Ini tidak lama. Setelah itu kita keluar untuk beli ponsel sekaligus makan malam lalu lanjut ke rumah orang tuamu.”Aku keluar dari kamar dan menutup pintu di belakangku. Dengan langkah panjang-panjang aku menuruni tangga untuk mencapai ruang tamu. Dalam dunia penerbangan, tidak ada bedanya dengan jalanan yang rusak di beberapa tempat, turbulence adalah sesuatu yang tidak bisa kita hindari. Turbulance tercipta dari berbagai macam faktor. Namun yang paling berbahaya karena datangnya tiba-tiba adalah clear air turbulence. Bisa menyebabkan goncangan di pesawat padahal kita sedang terbang di cuaca yang sangat cerah. Turbulnace lainnya bisa diprediksi oleh instrumen peswat dan bisa diantisipasi segera oleh seorang pilot. Namun clear air turbulence tidak dapat dideteksi oleh instrumen pesawat, sehingga kedatangannya kerap kali membuat pilot terkejut.   Kemunculan Farah di sore hari ini benar-benar sepertti clear air turbulence buatku. Bukankah seharusnya gadis itu sudah mengetahui bahwa Laura sudah kembali? Aku kan cuti dua minggu karena itu. Seluruh kolega di perusahaan sudah mengetahui bahwa istriku sudah kembali. “Mas Bara. Apa kabar?”  Farah beranjak dari sofa begitu melihatku. Dia mendekat dan memberikan kecupan singkat di kedua pipiku. “Aku baik. Ada keperluan apa datang kemari, Farah?” “Bara! Duduk dulu-lah.” Ibuku menegur. “Farah datang karena khawatir kamu cutinya kelamaan.” Farah tersenum lalu kembali duduk di sofa berhadapan dengan ibuku. “Iya. Aku cemas, Mas. Aku kira kamu sakit.” “Aku cuti karena Laura kecelakaan dan sedang dalam masa pemulihan,” sahutku singkat lalu mengambil tempat untuk duduk di samping ibuku. “Iya, aku sudah dengar dari Tante Arini kalau Mbak Laura ternyata sudah kembali.” Farah tersenyum. Dia adalah anak dari sahabat ayahku. Ayah Farah juga adalah seorang pilot. Praktisnya, keluarga kami sudah saling mengenal sejak lama. “Bagaimana kondisi Mbak Laura?” “Laura sudah jauh lebih sehat,” sahutku. “Iya, sehat sih sehat. Tapi jangan lupa kalau dia juga hilang ingatan! Dari dulu Laura menyusahkan kamu terus bisanya!” Ibuku kembali berseru. “Hilang ingatan?!” Farah tampak terkejut. “Iya. Setelah menghilang entah ke mana selama enam bulan, balik-balik malah hilang ingatan!” ketus Ibu.             “Bu, tolong jangan memperburuk keadaan.” Aku menjeda.             Ibu mengerling tajam ke arahku. “Nasibmu memang sudah buruk sejak bertemu dan menikahinya. Kamu tidak sadari itu, Bara?”             Aku memejamkan mata mendengar semua celotehan Ibu. Aku benar-benar tidak bisa berkutik jika sudah seperti ini. Tidak mungkin kan aku membentakan ibuku sendiri?             “Kalau begitu aku minta maaf karena telah menyebabkan kesialan di hidup anak laki-laki Ibu.” Mataku seketika membuka begitu mendengar suara Laura. Entah sejak kapan dia sudah berdiri di sisi lain ruang tamu. Mengenakan pakaian yang dia pakai saat kecelakaan. Mengenakan make up di wajah. Menata rambutnya.             Laura tampak begitu berbeda.[]     ===Catatan Kaki===   1.      Clear air turbulence ( CAT ) adalah pergerakan massa udara yang bergejolak tanpa adanya petunjuk visual, seperti awan, dan disebabkan ketika benda-benda udara yang bergerak dengan kecepatan yang sangat berbeda bertemu. (Wikipedia) 2.      Depresi postpartum atau postpartum depression adalah depresi yang terjadi setelah melahirkan. Hal ini disebabkan oleh ketidakseimbangan zat kimia di otak dan dialami oleh 10% ibu yang melahirkan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN