♡Awal Bertemu♡

1332 Kata
Kericuhan dipasar yang disebabkan oleh para bandit jalanan membuat situasi menjadi tak terkendali. Si Zhui kehilangan pangeran Liu Xie, dan ia sungguh kebingungan. Si Zhui mencari pangeran disekitar pasar, dia percaya pangeran masih berada disekitar lokasi kejadian. Walau pangeran dapat diandalkan dan bisa menjaga dirinya sendiri, dia tetaplah anggota kekaisaran yang berharga. Si Zhui harus menemukan pangeran sebelum hari menjadi malam, mereka harus kembali ke istana secepatnya. “MianMian, ayo cepat. Kita bisa tertangkap oleh bandit jahat itu.” teriak sang nona sambil berlari dengan tangannya yang tengah menggenggam tangan seseorang. Melihat sang pelayan MianMian tak menjawab, membuatnya Cao Jie merasa aneh. Cao Jie menghentikan pelariannya. “Sejak kapan tangan MianMian menjadi besar dan halus begini?” Cao Jie bergumam. Menyadari ada yang tidak beres, Cao Jie perlahan mulai membalikkan badannya. Seketika sosok MianMian yang ia harapkan berubah menjadi seorang pemuda tampan yang tampak kebingungan sambil menelengkan kepalanya. “Kau siapa? Kenapa bisa kau? Mana MianMian?” Nona Cao Jie bertanya. Laki laki tampan itu tampak lebih kebingungan, “Nona kecil, seharusnya akulah yang bertanya padamu. Kenapa kau menarik tangan orang yang tidak kau kenal?” “Aku bukan nona kecil!” ketus Cao Jie. Belum sempat mereka berbicara lebih jauh, suara teriakan dari para bandit pasar mulai mendekat. Pangeran Liu Xie terlihat mencari-cari sesuatu di badannya, membuat Cao Jie kebingungan. “Tuan muda, apa kau punya penyakit gatal-gatal?” Cao Jie berbicara. “Ihsss, sial Shang Hui ada pada Si Zhui.” Pangeran tampan itu berbicara sendiri dan membuat Cao Jie keheranan. Sang pangeran lupa kalau pedang miliknya dipegang oleh Si Zhui. Tanpa pikir panjang dan dengan spontan, pangeran Liu Xie menarik tangan Cao Jie. Kaget dan tersentak, begitulah reaksi Cao Jie saat sang pageran menarik tangannya. Mereka berlari melewati jalan-jalan setepak pedesaan hingga akhirnya menemukan sebuah gubuk reot untuk bersembunyi. “Shuut, diam. Kita disini dulu.” ujar pangeran Liu Xie dengan nafasnya yang masih terengah-engah. Cao Jie mengangguk mendengar ucapan pangeran Liu Xie. Gubuk reot nan sempit itu pasti akan roboh hanya dengan suara teriakan Cao Jie. Pangeran yang tidak biasa dengan kondisi sempit terus saja mengomel dengan suara berbisik. Kecoa dan serangga membuat sang pangeran merasa tidak nyaman. Hingga akhirnya teriakan pangeran Liu Xie memecah keheningan, begitu hewan kecil jatuh tepat di tangannya. “Kecoak!!” teriak pangeran Liu Xie. Sadar akan suara teriakan para bandit pun mendekat, dengan cerdas Cao Jie langsung membungkam mulut sang pangeran dengan tangannya. Dia tidak tau kalau mulut yang ia bekap itu adalah mulut adik kaisar yang juga pangeran dinasti Han. Cao Jie acuh tak acuh, “Shuuutt. Dasar, kau tadi bilang jangan berisik. Nyatanya kau penakut.” “Hmm!Hmm!!” pangeran Liu Xie menatap Cao Jie sambil terus bergumam tidak jelas. Karena tidak menemukan keduanya, para bandit itu akhirnya pergi. Dengan terburu-buru pangeran menepikan tangan Cao Jie dari wajahnya. Emosinya seperti akan meledak, tapi ia berusaha menahannya. Hingga akhirnya mereka keluar dari gubuk itu. “Kau, kau benar-benar hebat yah? Tidak ada seorang pun yang berani menyentuh wajahku sebelumnya!” teriak sang pangeran. “Lalu apa Gongzi mau tertangkap? Hah? Kau terus-terusan membual hanya karena serangga kecil imut itu.” Cao Jie menjawab. Sang pangeran kehabisan kata-kata, sebelum perdebatan berlanjut lebih jauh mereka akhirnya ditemukan oleh Si Zhui. Si Zhui, “Pa..” “Si Zhui..” pangeran Liu Xie menggeleng-gelengkan kepalanya dan menyuruh Si Zhui untuk tidak memanggilnya dengan sebutan 'pangeran'. “Anda tidak apa-apa?” Tanya Si Zhui. “Oh” Pangeran mengangguk. “Nona, anda tidak apa-apa? terimakasih sudah membantu tuan muda kami.” “Hah? Kau bertanya padanya? Lihatlah, nona ini sangat tangguh!" sang pangeran menyela. Cao Jie hanya diam dan melotot pada pangeran Liu Xie. “Bagaimana bisa laki-laki baik memanggil laki-laki cantik ini dengan sebutan tuan muda? Apa dia pengawalnya?” benak Cao Jie penasaran. “Nona muda!” pelayan Cao Jie berteriak. Sama seperti Si Zhui, MianMian juga khawatir dengan nyawa majikannya. Nyawa majikannya adalah tanggung jawabnya, akhirnya dia merasa lega saat melihat Cao Jie baik-baik saja. Cao Jie, “MianMian, ayo kita pulang! Hmmph.” Tanpa membalikkan badannya, sang nona cantik pergi meninggalkan pangeran yang terlihat kesal. "Gadis itu..." Pangeran Liu Xie geram. Mata pangeran terbuka lebar saat melihat benda berkilauan diatas tanah. Jepit rambut berwarna pink itu pasti milik Cao Jie yang jatuh saat ia berlari tadi. “Pangeran, haruskah aku mengembalikannya pada nona tadi?” Si Zhui bertanya. “Tidak perlu, aku yakin suatu saat aku akan bertemu lagi dengan nona cerewet itu.” pangeran tersenyum tipis. Hari menjadi semakin gelap, Si Zhui mengawal pangeran Liu Xie untuk kembali ke istana. Mereka kembali melewati tembok rahasia yang tadi, mereka sampai ke istana pangeran tanpa diketahui oleh para pengawal dan kasim. “Pangeran, Yang mulia kaisar ada disini.” kata kasim dari balik pintu. Beruntung sang pangeran sudah berganti baju, jubah kekaisaran sudah melekat di tubuhnya. Segera, pangeran Liu Xie merapikan kamarnya, lalu berdiri untuk menyambut sang kaisar. “Yang Mulia.” Pangeran membungkuk. “Kita hanya berdua, panggil aku kakak.” kata Kaisar Shao. Kaisar duduk di sebuah kursi di kamar sang pangeran, mata sang kaisar mengamati sekeliling dan berharap menemukan sesuatu. Ia kemudian bangkit dan berjalan ke arah jendela tempat sang adik melarikan diri tadi. “Hari ini kau bertualang kemana saja?” kata kaisar sambil menemukan noda tanah yang ada di jendela dan menunjukkannya pada pangeran Liu Xie. “Kakak, maafkan aku. Aku hanya bosan dan ingin melihat-lihat kota.” pangeran menjawab dengan nada manja, bak seorang adik yang memelas pada kakaknya. Sang kaisar duduk, dia mulai berbicara mengenai kematian orangtua mereka. Kaisar juga meminta pendapat pangeran Liu Xie tentang strategi perang melawan Riben. Tapi semua itu bukanlah maksud utama kedatangan kaisar Shao. Maksud kedatangannya adalah ingin mencarikan sang adik calon istri. Dengan kata lain, kaisar ingin menemukan Wangfei untuk sang adik, pangeran Liu Xie. “Kakak, kau saja belum menemukan permaisurimu. Bagaimana bisa aku mendahului kaisar?” kata pangeran Liu Xie. “Oho! Ini adalah perintah kaisar. Aku ingin menikahkan adik kesayanganku ini sebelum pergi berperang. Aku tau selama ini kau berkelana dan diam-diam pergi dari istana hanya karena wanita cantik. Iya kan?" ledek sang kaisar. “Kakak! Itu tidak benar.” Pangeran Liu Xie membela diri. Tapi keputusan kaisar sudah bulat, pemilihan putri calon pendamping pangeran Liu Xie akan dilaksanakan minggu depan. Sungguh mendadak, karena sang kaisar akan pergi berperang seminggu setelahnya. Pangeran tidak bisa berbuat apa-apa lagi, dengan adanya pendamping nantinya, dia tidak akan pernah bisa keluar masuk istana lagi. Parahnya lagi, dia mungkin saja harus meninggalkan istana dan hidup bersama istrinya. */ *Rumah kediaman keluarga Cao* “Dimana yah? Apa jatuh? MianMian apakah kau sudah menemukannya?” Tanya Cao Jie. MianMian,“Belum nona.” Cao Jie dan pelayannya terlihat sedang menggelah kamarnya sendiri, mencari-cari sesuatu di sela-sela dinding. Benda penting yang membuat nona Cao Jie sampai merangkak untuk mencarinya itu adalah jepitan rambut berwarna pink yang ditemukan oleh pangeran Liu Xie tadi sore. Jepitan itu amat berharga untuk Cao Jie, karena itu adalah hadiah dari mendiang ibunya. “Kakak kedua, kau sedang mencari apa?” Cao Hua datang dan melihat kondisi kamar kakak keduanya yang berantakan. “Ah tidak mencari apa-apa. Kau kenapa kesini?” “Ayah menyuruh kita menemuinya sekarang." Jawab Cao Hua. Sesaat setelah mendengar perkataan adiknya itu, Cao Jie langsung menuju ruangan ayahnya bersama kedua saudarinya. Wajah sang panglima perang tampak serius, dia seperti akan mengutarakan sesuatu yang penting pada ketiga anak gadisnya itu. “Minggu depan adalah pemilihan Wangfei. Ayah ingin kalian mengikutinya, tidak ada penolakan. Ayah ingin kalian semua berpartisipasi.” “Tapi ayah..” ketiga nona itu tampak ingin menolak kemauan sang ayah, tapi tidak bisa. Cao Jie yang tidak ingin menikah di usia muda sungguh gunda gulana, ia mencoba berpikiran realistis. Cao Jie yang aktif dan suka berkelana sungguh tidak mau untuk berdiam diri di istana. Dan hal itu pasti akan terjadi saat ia terpilih menjadi istri sang pangeran. “Hah? Aku harus diam, bersikap anggun, merajut. Itu bukanlah kehidupanku, aku suka petualangan.” ujar Cao Jie.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN