♡Pertemuan Kedua♡

1527 Kata
Keinginan panglima perang Cao Cao untuk mengikutsertakan putri-putrinya dalam seleksi pemilihan Wangfei sudah bulat dan tidak bisa diganggu gugat lagi. Cao Xiao sebagai putri sulung hanya bisa menerima dengan lapang d**a, ia memang tipikal orang yang tidak tertalu banyak omong. Namun, jauh di dalam hatinya, Cao Xiao tidak mau mengikuti seleksi itu apalagi harus menjadi istri pangeran, karena usia pangeran sendiri jauh lebih muda darinya. Sementara putri bungsu keluarga Cao, Cao Hua terus-terusan menolak dan mengeluh. Suka petualangan dan kegemaran ikut berperang adalah dua alasan kenapa ia menolak menjadi Wangfei yang notabenenya terkenal anggun. Dia lebih suka menghabiskan hidupnya dengan pedangnya. Putri kedua Cao Jie juga tidak berbeda jauh dari Cao Hua, kalau Cao Hua mengomel dengan lantang, Cao Jie hanya bisa mengomel dengan raut wajahnya. Urat-urat wajahnya yang terlukis di wajah putihya kini nampak seperti ranting pohon tanpa daun. Dia memikirkan berbagai cara agar tidak terpilih dalam seleksi itu. “Kak, apa kita kabur saja yah? Aku akan menyiapkan kuda dan tandu untuk kalian.” kata Cao Hua. “Kau sudah gila yah? Ayah akan menyeret kita kembali.” Cao Jie membalas. “Sudahlah, kalian jangan berpikiran yang tidak-tidak. Turuti saja kemauan ayah kita.” Cao Xiao dengan suara lembutnya menasehati kedua adiknya. Mendengar ucapan lembut sang kakak tertua, Cao Jie dan Cao Hua hanya bisa mendesah. Mereka tahu kalau kakak sulung mereka itu adalah putri yang patuh, anggun, dan lebih banyak berdiam diri di rumah tanpa tahu betapa indahnya kehidupan diluar. “Kakak, aku ke kamar dulu.” Cao Jie berpamitan. Dengan terburu-buru dia kembali ke kamarnya, didalam kamar masih ada Mian Mian yang sedari tadi mencari jepitan sang nona. Kamar Cao Jie sudah berantakan sekali seperti kapal pecah. Tapi nihil, mereka tidak menemukan jepitan berharga peninggalan ibu Cao Jie di kamar maupun di ruangan lain. “Nona, apa yang harus kita lakukan?” Tanya MianMian. “Kita akan kembali ke pasar besok, aku harus menemukannya bagaimanapun caranya.” Cao Jie bertekad. */ Keesokan harinya... Cao Jie dan MianMian kembali ke pasar untuk mencari jepitan berwana pink itu. Mereka menyusuri semua jalan yang mereka lewati kemarin, termasuk jalan menuju gubuk tempat Cao Jie dan pangeran Liu Xie bersembunyi dari bandit. Tak ada tanda-tanda bahwa mereka akan menemukan jepitan yang terlebih dahulu sudah ditemukan oleh pangeran Liu Xie itu, sang nona pun mulai kehabisan akal. Dia mulai merengek dan terlihat seperti akan menangis. Dia akhirnya menangis dengan posisi berjongkok di tanah. “Nona, aku akan mencarinya lagi. Nona jangan menangis.” kata MianMian. Tetap saja Cao Jie masih terisak dan merengek. Angin tiba-tiba bertiup membunyikan lonceng yang ada di pohon, membuat Cao Jie berhenti menangis dan tiba-tiba berdiri. Kilatan matanya kembali terpancar, lalu kemudian dia berbicara, “MianMian ayo kita pergi.” Langkah kakinya tidak mengarah ke rumahnya, Cao Jie tidak pulang. Cao Jie malah pergi menuju rumah paranormal. Dia mengunjungi salah satu cenayang terbaik yang ada di kota. Sungguh, ini adalah cara terakhir agar dia bisa menemukan jepitan itu. “Ini adalah cara terakhir, aku harus menemukannya.” Cao Jie bertekad. Dengan berat langkah, Cao Jie berjalan masuk ke dalam rumah cenayang itu. Di dalamnya tampak gelap, dengan banyak patung dan ornamen berwarna merah yang di anggap membawa keberuntungan. Pikirnya cenayang itu adalah orang yang menakutkan, tapi nyatanya tidak. Dia adalah perempuan berusia kisaran 30 tahun, ramah, dan cukup menarik. Dengan senyum anehnya, sang cenayang menyuruh Cao Jie duduk didepannya. “Putri kedua panglima Cao, sungguh suatu kehormatan. Apa kau sedang mencari suatu benda berkilau yang sangat berharga?” kata cenayang itu. Cao Jie dan MianMian tertegun, mereka bahkan belum mengatakan sepatah katapun, tapi cenayang cantik itu sudah mengetahuinya. Sungguh luar biasa. “Kau dari mana mengetahuinya?” Tanya Cao Jie. “Hahahah. Orang-orang tidak akan menyebutku cenayang kalau aku tidak mengetahuinya.” cenayang itu tertawa aneh lagi. “Kau akan menemukannya.” timpal sang cenayang. Mata Cao Jie terbuka lebar saat mendengar ucapan sang cenayang. Tentu saja ia sangat antusias setelah mendengar perkataan itu. “Benarkah? Di mana aku akan menemukannya?” Tanya Cao Jie. Bibir sang peramal melengkung tipis seperti bulan sabit, secara tiba-tiba ia menarik tangan Cao Jie dan membaca garis tangannya. Hingga kemudian ia kembali tersenyum aneh. “Kau memiliki takdir yang bagus. Tapi kalau kau tidak berhati-hati, takdir baikmu itu akan menjadi petaka untukmu.” kata sang peramal. Cao Jie dan MianMian tersentak, MianMian yang membawa pedang langsung mengeluarkan pedangnya begitu mendengar perkataan tidak masuk akal sang peramal tentang nonanya itu. Tapi Cao Jie menghentikannya. “Kau teralalu banyak bicara, aku hanya mencari jepit rambutku.” kata Cao Jie yang berusaha menahan emosinya. “Kau tenang saja nona, jepit rambut itu akan membawamu menuju takdir baik itu. Rupanya ibumu memberikan jepitan itu agar kau hidup bahagia. Tapi ingatlah, setiap hal yang ada di dunia ini tidak gratis, kau harus membayarnya dengan mahal. Tapi aku yakin itu akan sepadan.” cenayang itu terus membual. Cao Jie yang mulai kesal mendengar bualan sang cenayang pun akhirnya pergi dari rumah peramal itu. Dengan berat hari, Cao Jie berusaha mengikhlaskan jepitan rambut yang amat berharga itu. Dengan langkah yang lemas ia pulang kerumahnya. */ *Hari Seleksi Pemilihan Wangfei* Hari demi hari berlalu, Cao Jie mulai terbiasa tidak melihat jepit pemberian ibunya itu. Hari ini dia dan kedua saudarinya akan memasuki istana Weiyang untuk proses seleksi. Beberapa hanfu tertata rapi di kamarnya. Cao Jie tampak berpikir sebelum kemudian benar-benar memilih hanfu yang akan ia kenakan nantinya. “Nona, kau akan terlihat cantik dengan apapun yang kau kenakan.” kata MianMian. “Tidak! Aku tidak boleh kelihatan cantik MianMian. Hari ini aku akan terlihat biasa saja, bahkan lebih biasa dari hari biasanya.” kata Cao Jie sambil tersenyum licik. Kelicikan Cao Jie itu bukannya tanpa alasan, tentu saja itu agar dia tidak terpilih dalam proses seleksi pemilihan Wangfei. Setelah sekian lama merenung, dia akhirnya mengambil hanfu berwarna pink pucat yang lebih terlihat seperti hanfu putih untuk ia kenakan. Dengan riasan seadanya, Cao Jie siap berangkat. “Ayo kita pergi.” kata Cao Jie. Berbeda dengan kedua saudarinya yang memakai hanfu berwarna cerah dan riasan agak tebal, Cao Jie terlihat cukup cantik hanya dengan riasan seadanya. Mereka kemudian bersiap dan masuk kedalam tandu. “Kak, kau sungguh licik.” kata Cao Hua yang menyadari trik kakak keduanya itu. */ Seleksi akan dilaksanakan dalam dua tahap, biasanya akan ada tiga tahap. Tapi karena kaisar ingin mempercepatnya, jadi hanya akan ada dua tahap seleksi. Di tahapan pertama, akan ada tujuh peserta yang gugur, dan ditahapan akhir akan hanya akan ada tiga kandidat yang nantinya dua diantara kandidat itu akan tersingkir. Banyak putri kaum elit berdatangan memasuki aula, begitu pula Cao Jie dan kedua saudarinya. Kemampuan dalam pemahaman akan menjadi topik tes kali ini. Tidak perlu diragukan lagi, kemampuan Cao Jie dalam hal akademik melampui kedua saudarinya. Dia menjawab semua pertanyaan melalui ucapan yang mudah untuk dipahami dan itu membuat para tetua istana senang. “Pengumuman tahap pertama akan segera kami umumkan. Silahkan para nona muda kembali." kata dayang istana. */ Cao Xiao, Cao Jie, dan Cao Hua bergegas meninggalkan aula. Cao Hua terlihat senang, itu karena upayanya dalam menjawab pertanyaan tadi tidaklah terlalu bagus. Cao Hua yakin bahwa dia tidak akan lolos. “Kakak kedua, aku yakin kau akan lolos tahap pertama.” Cao Hua menggoda Cao Jie. “Kau diamlah!” kata Cao Jie. “Kakak, aku mau ke kamar mandi dulu.”Cao Jie berpamitan pada Cao Xiao. Cao Xiao dan Cao Hua menunggu Cao Jie di dalam tandu, sementara Cao Jie masih kebingungan mencari kamar mandi untuk membersihkan roknya yang kotor. Perhatiannya teralihkan saat dia melihat seekor kelinci putih di taman istana. Tanpa sadar, Cao Jie pun mulai mengejar kelinci itu. Ia terus mengejar kelinci itu, hingga masuk lebih dalam ke taman istana yang luas itu. “Kena kau!” Cao Jie menangkap kelinci putih itu. Tapi tiba-tiba.. BRAKKKK!!! Sesuatu jatuh menimpanya. Cao Jie membuka matanya dan melihat sosok menjengkelkan yang ia temui di pasar kemarin. Posisi keduanya terlihat sangat aneh. “Kau? Kau lagi?” Kata Cao Jie dan sosok itu serentak. Itu adalah pangeran Liu Xie yang tidak sengaja jatuh dari pohon. Ia sedang membaca buku diatas pohon dan tidak sengaja ketiduran lalu terjatuh. “Kau sedang apa di dalam istana? Hah? Kau mau berbuat yang tidak-tidak yah?” kata Cao Jie. “….” Sang pangeran kehabisan kata-kata. Cao Jie masih saja belum menyadari kalau laki-laki menyebalkan itu adalah seorang pangeran. Cao Jie memang cukup pintar, tapi dia sama sekali belum pernah melihat jubah kekaisaran yang dipakai oleh seorang pangeran. Pangeran Liu Xie sendiri juga tidak mengakui dirinya kalau dia sebenarnya adalah sang pangeran dinasti Han. “Kau sendiri? Apa yang kau lakukan di dalam istana?” Tanya pangeran Liu Xie. “Aku ikut pemilihan Wangfei.” jawab Cao Jie secara acuh tak acuh. Pangeran menyeringai mendengar jawaban Cao Jie itu. Merasa pangeran Liu Xie mengoloknya, Cao Jie kemudian kembali berbicara. “Eh, eh..kau jangan berpikiran yang tidak-tidak dulu. Kau pasti mengira aku tidak cocok menjadi seorang Wangfei. Bukan itu, kemari dan mendekatlah.” kata Cao jie. Tanpa sadar pangeran Liu Xie berjalan mendekat ke arah Cao Jie. Sementara itu, Cao Jie berjinjit dan berusaha membisikkan sesuatu ke telinga pangeran Liu Xie.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN