Sikap Renjana pada kedua adik kandungnya pun sama--dingin dan kasar. Bani pernah mendapatkan pukulan di wajah dan bagian tubuh lainnya. Masalahnya, nilai kuliah adik bungsunya itu sangatlah buruk dan terancam drop out. Percuma saja melanjutkan kuliah jika tidak serius. Renjana meminta Bani untuk berhenti kuliah dan bekerja. Rupanya, Bani tidak terima dengan perkataan sang kakak. Mereka berdua terlibat baku hantam yang mengakibatkan Bani terluka parah di sekujur tubuhnya. Bu Yanti tidak lagi berani membela anak bungsunya itu dihadapan putra pertamanya.
Tidak hanya itu, Indah pun memilih tidak mencari masalah dengan sang kakak. Bukan tidak mungkin jika membuat ulah, Renjana tidak segan-segan akan mengusirnya dari rumah ini. Indah belum siap menjadi gelandangan. Meskipun saat ini menjadi pengangguran dan lebih sering di rumah.
Pun dengan Bu Yanti yang kini lebih banyak diam. Melihat anak sulungnya mendiaminya membuatnya banyak berpikir. Sikapnya yang sangat keterlaluan pada sang mantan menantu itu salah satu penyebabnya. Tidak hanya itu, Renjana akhirnya tahu, jika beliau sering berbuat kasar pada Arunika saat mereka di rumah ini. Bu Yanti tak segan-segan memukul dan menampar Runi ketika ada pekerjaan yang dianggapnya kurang berkenan di hatinya.
Runi selama ini pandai menutupi semuanya. Sayangnya, waktu itu dengan emosi yang sudah di ubun-ubun, mantan istrinya mengatakan hal yang terjadi. Tidak hanya itu kesalahan Bu Yanti. Beliau juga yang memaksa Renjana untuk menikahi Jelita demi seorang keturunan tanpa memperhatikan perasaan dari Runi kala itu. Hasilnya, perceraian yang terjadi dalam rumah tangga Runi dan Renjana.
Sepasang suami istri itu--Renjana dan Jelita, bahkan tidak tidur dalam satu kamar. Renjana memilih tidur di kamar yang dulu ia tempati bersama dengan Runi. Jelita tidak bisa memaksa, hanya bisa menangis dalam diam. Suaminya benar-benar melakukan apa yang diucapkannya. Membuat hidupnya seperti di neraka.
Keadaan perekonomian mereka sangat jauh dari kata layak. Renjana tidak pernah lupa memberikan nafkah untuk Kumala, tetapi tetap saja tidak cukup untuk memenuhi semua kebutuhan orang yang ada di rumah ini. Mengurangi pengeluaran pun sudah dilakukan oleh Jelita, sayangnya cara itu tidak ada hasilnya.
Pernah satu ketika meminta Indah untuk bekerja, tetapi adik iparnya justru menolak dan mengatakan jika lebih nyaman tinggal di rumah untuk sementara waktu. Jelita harus memutar otaknya agar bisa memenuhi semua kebutuhan orang yang ada di rumah itu. Menjadi guru les bisa dilakukannya, tetapi Kumala tidak ada yang mengasuhnya. Bu Yanti hanya mau mengasuh jika Jelita berangkat mengajar saja. Selebihnya tidak mau. Tubuh rentanya merasakan lelah yang luar biasa ketika harus mengasuh anak yang super aktif itu.
♡♡♡♡
Belum genap satu tahun usia perceraian Runi dengan Renjana, banyak lelaki yang ingin mendekati wanita cantik itu. Sayangnya Runi berusaha menghindar. Dirinya belum siap membuka hati untuk pria mana pun. Entah sampai kapan, wanita cantik itu juga tidak bisa memastikannya.
Sosok Reno seringkali bertandang ke rumah milik kedua orang tua Runi. Pak Subroto dan istri pun menerima kehadiran sosok yang sudah lama dikenalnya itu. Tak jarang mereka semua sering bepergian bersama. Akan tetapi, Runi memberikan batasan jika mereka hanya sekadar teman dan tidak lebih.
Bukan satu atau dua kali Reno menyatakan perasaannya pada Runi. Akan tetapi, jawaban dari mantan istri Renjana tetap sama. Hanya menganggap Reno adalah teman baiknya. Papa Runi tidak ingin memaksakan putri kesayangannya untuk menerima lawan jenis yang melamar putrinya. Semua tergantung pada Runi.
Menghilangkan rasa trauma itu tidak mudah. Banyak perjuangan yang harus dilakukan. Selain kemauan dari diri sendiri juga dukungan dari orang-orang sekitarnya. Keduanya sudah dilakukan oleh Runi, tetapi memang belum ada keinginan untuk kembali dekat dan membuka hati pada lawan jenisnya. Hidup sendiri bagi Runi tidak masalah selama bisa menjaga nama baik diri dan keluarga besarnya.
Sejak bercerai dengan Renjana, Runi lebih banyak menghabiskan waktunya bersama dengan keluarganya. Reza sang adik kesayangannya pun jarang pulang. Mereka hanya berhubungan lewat telepon. Adiknya sedang berjuang untuk lulus kuliah. Mereka berdua saling memberikan semangat satu sama lainnya.
Pun dengan curhatan adiknya yang jatuh cinta pada sosok muridnya, tetapi tidak kunjung mendapatkan balasan atas perasaannya itu. Sungguh ironi nasib kedua kakak beradik itu. Patah hati karena mencintai seseorang. Jodoh tidak ada yang tahu bukan?
Kesibukan Runi sejak pagi hingga sore di sekolah sangatlah padat. Hanya berjeda saat istirahat pertama dan kedua saja. Hingga pukul empat sore Runi masih berjibaku untuk mempersiapkan bahan ajar untuk murid kelas lima. Bukan hal yang mudah. Banyak hal yang harus dipersiapkan untuk semua itu.
"Miss Runi kami pulang duluan, ya." Beberapa guru SD bersiap untuk pulang bersama karena sudah waktu pulang mengajar.
Runi hanya mengangguk sebagai jawaban. Ia tersenyum dengan ramah, setelahnya kembali menekuri laptop miliknya. Mengetikkan beberapa materi yang akan digunakannya untuk mengajar. Runi lupa waktu hingga tidak menyadari jika langit mendadak mendung. Suara petir mengagetkannya dan membuat Runi memasukkan semua barang-barangnya dan bersiap pulang.
Sore ini, sepulang dari mengajar, seperti biasa Runi memesan ojek online untuk mengantarnya pulang. Hari ini tidak membawa motor kesayangannya karena sedang service di bengkel langganan Papanya itu. Ojek online yang ditunggunya tak kunjung datang. Hujan sudah turun dengan lebatnya. Mungkin karena hujan lebat sore ini mengurungkan sopir ojek online untuk datang menjemputnya. Jam di tangan wanita cantik ini menunjukkan pukul setengah enam sore. Artinya sebentar lagi gerbang sekolah akan ditutup.
Sambil berjalan menuju ke pintu gerbang, Runi memesan sebuah ojek online. Berharap semoga pengemudi ojek onlinenya bisa cepat datang. Hujan lebat sudah membuat pikiran dan hati Runi tidak menentu. Mendadak dirinya bingung.
Saat sedang bingung, tiba-tiba Runi dikejutkan dengan sapaan dari seorang pria. Sandi, dialah orangnya yang menyapa Runi. Canggung dirasakan oleh wanita cantik ini. Ia tidak biasa berdua dengan lawan jenisnya. Terlebih saat ini kondisi sepi tidak ada orang lain. Bukan menuduh sosok Sandi akan berbuat m***m, tetapi tidak baik jika hanya berdua saja seperti saat ini.
Akan ada fitnah atau omongan yang tidak menyenangkan ketika ada orang lain yang melihatnya. Runi atau siapa puj itu pasti tidak ingin hal demikian terjadi. Rasa tidak nyaman itu semakin menjadi. Runi berulangkali melihat ke arah ponselnya yang sebentar lagi mati karena kehabisan daya. Hanya mendesah pelan, hal yang bisa dilakukan oleh Runi.
Sama halnya dengan Runi yang canggung, Sandi pun demikian. Dadanya tidak bisa dikondisikan untuk tidak berdebar secara berlebihan. Selalu saja seperti itu jika berpapasan dengan Runi. Hari ini sudah tiga kali berdebar tidak jelas seperti itu. Sandi sampai takut terkena serangan jantung mendadak.
Sandi berpikir sejenak untuk mencari obrolan yang pas dan tepat dengan Runi. Ia tidak ingin terlihat bodoh di depan wanita yang membuatnya salah tingkah dan d**a berdebar tidak menentu. Rasanya jika berbasa-basi tidaklah cocok saat ini. Hingga meluncur dengan lancar kalimat pertanyaan dari mulut Sandi untuk Runi.
"Belum pulang, Miss Runi?" tanyanya sambil mengulas senyum manis di bibirnya.
Runi menoleh ke arah laki-laki yang berdiri tepat di sebelahnya. Ia pun membalas senyum dari Sandi sebagai tanda sopan santun tidak lebih. Sandi memang terlihat ramah pada siapa pun, tetapi Runi masih belum tahu pasti. Sebisa mungkin, Runi menjawab pertanyaan dengan singkat. Jawaban singkat, menunjukkan tidak ada keinginan untuk melanjutkan obrolan dengan lawan bicaranya.
"Iya, ini sambil menunggu ojek online." Runi menjawab dengan jujur dan kembali menatap ponselnya yang sekarat.
Tampak Sandi mengerutkan dahinya, heran dan bingung. Pria berhidung bangir ini sempat berpikir jika wanita di sebelahnya ini sudah memiliki kekasih, ternyata kemungkinan masih sendiri. Ada desir bahagia dalam hati Sandi. Hatinya bersorak bahagia.
Siang tadi, selesai makan bakso bersama Runi, wanita itu memilih pergi terlabih dahulu. Bukan bersama, tetapi tidak sengaja menjadi bersama karena ketiga muridnya mendadak pergi. Sandi bahkan belum sempat menjawab saat wanita yang berdiri di sebelahnya itu berpamitan. Terlebih sepertinya Runi menerima panggilan telepon dari seseorang.
Siang tadi, mendadak Sandi merasakan patah hati. Takut jika Runi sudah memiliki seorang kekasih. Belum juga menyatakan perasaannya, tetapi sudah patah hati terlebih dahulu. Hal itu membuat dadanya mendadak sesak dan sakit hati. Mendadak, Sandi ingin menawarkan tumpangan pada Runi. Berharap wanita yang sedang berdiri dengan gelisah itu mau di antarkan olehnya.
"Kalo hujan suka lama datangnya. Gimana kalo saya antar, kebetulan saya bawa mobil," tawar Sandi pada Runi dengan harapan wanita cantik di sebelahnya menyetujui tawarannya.
Runi menoleh ke arah Sandi. Dahinya mengernyit, heran karena tiba-tiba sosok di sebelahnya menawarkan sebuah tumpanhan. Pikiran negatif pun mulai menghantui otak Runi. Mereka bahkan belum ada satu hari kenal. Itu pun tidak sengaja kenal saat makan di kantin sekolah. Ada yang aneh dengan sosok di sebelah Runi.
"Terima kasih atas tawarannya. Saya nanti minta jemput Papa saja." Runi menjawab dengan nada selembut mungkin agar pria di sebelahnya tidak tersinggung.
Runi tidak ingin menyinggung Sandi dengan penolakan yang kasar. Tawaran itu memang membuat pikiran negatif di kepala Runi. Akan tetapi, semua yang dipikirkan wanita yang sedang gelisah itu belum tentu terjadi. Sandi tidak memperlihatkan gelagat berbuat tidak baik, tetapi entahlah.
Ojek online yang dipesan oleh Runi tak kunjung datang. Hari semakin gelap, membuat hati Runi semakin gelisah. Tidak ada tanda-tanda jika pengemudi ojek akan datang. Helaan napas panjang keluar dari mulut Runi dan membuat Sandi menoleh ke arahnya.
Runi segera membatalkan pesanan ojek onlinenya. Jemarinya dengan lincah segera menghubungi sang papa agar menjemputnya. Semoga saja bisa, atau setidaknya ada orang lain yang masih ada di rumahnya dan bisa menjemputnya.
[Pa, Runi minta jemput. Ojek yang kupesan tak bisa datang. ]
Pesan yang Runi kirim rupanya hanya centang satu. Mencoba menghubungi melalui panggilan telepon, sayangnya tidak diangkat. Mungkin sang papa sedang ada acara. Tidak mungkin wanita cerdas itu menghubungi mama, pasti wanita hebat yang telah melahirkannya akan sangat kawatir. Berulangkali Runi melihat ponselnya dan tidak ada tanda-tanda sang papa membalas pesan yang dikirimkannya.
Lama pesan untuk papa tak ada balasan. Sandi pun masih setia menunggu di sebelah Runi. Entah apa yang ditunggunya. Laki-laki dengan kemeja panjang yang dilipat hingga batas siku itu menyibukkan diri dengan gawainya. Sesekali melirik ke arah wanita yang telah mencuri hatinya. Tidak ingin melewatkan kesempatan untuk mendekati sosok Runi. Penasaran!
"Maaf, Bu, Pak, gerbang mau saya tutup. Ini sudah hampir jam setengah tujuh malam," kata Pak Sarni, satpam yang kebetulan berjaga hingga sore ini.
Runi mendongak ke arah sumber suara Pak Sarni. Rasanya tidak enak jika membuat beliau menunggu. Menunggu balasan pesan dari sang papa yang entah sudah dibaca atau belum pesan itu. Ingin menghubungi Reno, sayangnya bukan sebuah ide bagus. Laki-laki yang pernah membantunya itu pasti akan berharap lebih. Selain itu, ia pasti akan berpikir jika Runi memberikan kesempatan untuk mendekatinya. Runi tidak mau hal ini terjadi.
"Oh, iya, Pak, kalo begitu saya ke depan dulu." Runi melangkahkan kaki hendak menerobos hujan. Hal yang terpaksa dilakukannya saat ini.
Sayangnya dengan sigap, Sandi mencekal pergelangan tangan Runi. Wanita dengan rambut sebahu itu tersentak kaget dengan ulah Sandi. Dirinya tidak terbiasa bersentuhan dengan lelaki selain suami, papa, dan adiknya. Ada hal lain yang Runi rasakan, sangat tidak nyaman.
"Ma-maaf, saya tidak sopan," kata Sandi terbata saat melihat reaksi Runi. Laki-laki itu sangat merasa bersalah karena melihat reaksi Runi.
Sandi melepaskan cekalan tangannya pada lengan Runi. Laki-laki berhidungbangir ini juga terkejut karena refleks berani memegang lengan Runi. Pipinya bersemu merah saat Runi menatapnya dengan tajam. Hatinya bahagia bisa menatap manik mata wanita yang mencuri hatinya sejak tadi pagi. Terlalu cepat untuk merasakan jatuh cinta.
Sandi bukanlah sosok play boy. Ia bahkan pernah patah hati karena sosok wanita di masa lalunya. Wanita itu lebih memilih laki-laki lain yang lebih mapan darinya. Saat itu Sandi masih berkuliah semester delapan. Pun sedang mengerjakan PKL sekaligus tugas akhirnya. Rasanya kala itu ingin berhenti saja mengerjakan tugas akhir ketika patah hati.
Tak urung, semangat yang diberikan sang ibu membuatnya ingin lulus lebih cepat dan meninggalkan kota Yogyakarta. Berhasil, Sandi lulus sesuai dengan perkiraan awal dengan nilai yang bagus. Setelahnya kembali ke Jakarta dan mencari kerja. Butuh waktu dua tahun sampai bisa diterima di sekolah ini.
"Miss Runi tunggu di sini. Jangan menerjang hujan, nanti sakit. Saya ambil mobil dan saya antar pulang ke rumah." Sandi mengatakan sambil berlari menerobos hujan menuju area parkir mobil.
Belum sempat Runi menjawab, laki-laki itu sudah berlari menerobos hujan menuju ke arah parkiran kendaraan roda empat. Runi ingin menolaknya tadi. Tidak ingin merepotkan Pak Sandi. Toh, mereka bukan teman dekat. Baru kenal hari ini. Masih ada rasa takut untuk berdekatan dengan lawan jenis.
Wanita dengan segala sifat aneh dan ajaibnya itu yang menjadikannya sosok yang unik. Pun denga Runi, anehnya, justru mematuhi apa yang diucapkan oleh laki-laki yang baru saja dikenalnya siang tadi saat jam makan siang. Mengapa seperti ini? Batin Runi. Ia pun bingung mengapa hal ini bisa terjadi. Apakah lebih baik ditolak saja tawaran itu?
Bersambung