"hai, gadis kecil!" Sapa seseorang, yang sepertinya aku kenal dengan suara nya. Suara berat itu, pasti...
"Kita sudah lama tidak bertemu." Lanjutnya.
"Kamu! Kenapa selalu ada di dalam mimpi ku?!" Dia adalah orang tua aneh itu yang sering sekali muncul dalam mimpi ku.
"Apa sekarang aku juga bermimpi?" Gumam ku.
"Tentu saja, aku tidak sembarang muncul di hadapan orang." Aku menatapnya, dia mendengar kata-kata ku?
"Dan satu lagi, kalau kamu ingin menyelamatkan teman-teman mu, kamu harus menemui ku di tempat kita pertama kali bertemu. Dan saat kamu terbangun, kamu jangan memberi tahu tentang mimpi mu kepada orang lain, dan jangan kamu beritahu siapapun kamu hendak pergi kemana, kamu harus pergi sendiri, faham?!" Dia menatap ku tajam.
Kalau ini bukan karena teman-teman ku, mungkin aku tidak akan menuruti kata-kata nya.
"Baiklah, aku pergi dulu, sampai jumpa nanti!" Dia menghilang dari pandangan ku.
"Zella, bangun nak!" Mama menggedor pintu kamar ku. Aku terbangun, banyak pertanyaan-pertanyaan di dalam kepala ku. Apa maksud pak tua yang ada di dalam mimpi ku itu? Apakah mereka benar-benar di culik pak tua itu? Masih banyak lagi pertanyaan yang tidak di jelaskan.
"Hah, sudahlah, lebih baik aku mandi." Aku mengacak rambutku, frustasi.
"Ma, almamater coklat kemerahan punya Zella mana?" Tanyaku mondar-mandir mencarinya.
"Kamu tanya sama kak Reva sana!" Aku mengangguk, berlari menuju kak Reva.
"Kak Reva!" Panggil ku, kak Reva yang sedang melipat kain, sedikit kaget.
"Kak nampak almamater coklat kemerahan Zella, gak?" Tanyaku nyengir, merasa tidak bersalah.
"Haduh, non, hampir saja saya jantungan." Aku hanya menggaruk kepala ku yang tidak gatal.
"Hah, sebentar ya, saya ambil dulu." Dia melangkah pergi, aku menunggu nya.
"Ini, non." Dia menyerahkan almamater ku.
"Makasih, kak!" Aku menerimanya.
Dia hanya mengangguk dan tersenyum.
Aku merasa Dejavu, Karena aku merasa seperti pernah melakukannya.
Tapi, tidak ada waktu, aku harus cepat sampai sekolah.
"Zella, kamu gak makan dulu?" Tanya mama.
"Enggak, ma. Zella harus pergi sekarang." Jawabku sambil menyandang ransel ku.
"Ini, makan! Jangan sampai kamu tidak makan." Mama menyerahkan kotak makan kepada ku, aku menerimanya. "Makasih, ma. Zella pergi dulu!" Aku melambaikan tangan ke arah mama, mama balas melambaikan tangan ke arah ku.
Aku menggunakan angkutan umum untuk sampai ke sekolah.
"Eh, katanya hari ini seluruh sekolah atau kantor di liburkan, loh." Salah satu penumpang bergosip.
"Iya, anak saya saja tidak masuk sekolah, katanya akan ada angin p****g beliung." Timpal ibu-ibu yang lain.
"Eh, nak. Kamu hendak kemana?" Tanya salah satu penumpang ke arah ku.
"Eh, saya mau ke sekolah." Jawabku canggung. Yang mendengar pernyataan ku, pada menatap kaget. Mereka tidak percaya kalau aku ingin ke sekolah.
"Bukannya sekolah di tutup, ya?" Para penumpang saling bertanya. Membuat ribut angkot.
"Bang, berhenti di situ aja." Abang angkot menoleh.
"Ini uangnya." Aku memberikannya pada Abang angkot.
"Makasih, neng cantik." Dia menerima uang yang ku beri. Aku langsung keluar dari angkot nya.
"Zella!" Panggil Ghina. Aku menoleh.
"Kamu tidak apa-apa kan?" Ghina memeriksa ku dari atas sampai bawah.
"Aku tidak apa-apa." Jawabku menahan tangannya.
"Aku tadi mimpi ketemu dengan seseorang yang sudah tua. Dia bilang kala kamu di tahan olehnya." Aku terdiam, mimpi Ghina sama dengan mimpi ku. Berarti tandanya kami di tipu?!
"Ghina!" Seru ku menggenggam erat bahunya.
"Eh, ya?" Tanya Ghina kaget.
"Dimana Yang lain?!" Tanyaku panik. Dia hanya menggeleng pelan.
"Teman-teman!" Orang yang barusan ku tanya akhirnya datang.
"Apa kalian baik-baik saja?" Tanya mereka cemas. Kami mengangguk.
"Sepertinya kita telah di tipu oleh bapak tua itu!" Gerutu Rayn.
"Tapi, tidak apa, kita bisa ngumpul untuk nyusun rencana." Lanjutnya.
"Anak-anak!" Kami menoleh.
Miss Della? Kenapa dia ada disini?
"Anak-anak, kalian baik-baik saja?" Kami mengangguk.
"Haaah, syukur lah!" Miss Della, menghela nafas lega.
"Kenapa kalian pakai seragam, gitu?" Tanya Miss Della bingung.
"Eh, tadi saya terburu-buru, Miss." Jawabku.
"Yang lain?" Tanya Miss Della menatap yang lain.
"Sama, Miss." Jawab mereka serempak.
"Sebenarnya ada apa sih, Miss?" Tanyaku penasaran.
"Sebenarnya orang yang ada di dalam mimpi itu sengaja untuk mengumpulkan kita." Jawab Miss Della.
"Tapi, Miss saya merasa angin ini seperti sudah pernah terjadi?" Miss Della menatap ku.
"Itu, nanti kamu akan tau." Miss Della tersenyum ke arah ku.
Tiba-tiba saja angin nya sangat kencang.
"Angin apa ini?!" Kami menyeimbangkan diri agar tidak terjatuh.
BUM!
"Suara apa itu?" Tanya Ghina panik. Suara ini, seperti sudah pernah terjadi.
Kami terbanting dua langkah ke belakang. Untungnya kami masih bisa berdiri. Bangunan sekolah, mulai retak.
BUM!
Sekali lagi, pukulan itu, memekakkan telinga. Lubang besar kembali terbentuk. Tanah yang kami pijak bergetar hebat.
"Zella!" Teriak Ghina.
"Teman-teman, bantu Ghina!" Seru Vina. Kami berlari membantu Ghina, agar dia tidak terperosok lebih dalam lagi.
"Bertahan, Ghina!" Teriak ku, menarik tangannya.
BUM!
Pukulan itu kembali lagi. Membuat kami hampir jatuh. Aku tetap menarik Ghina, walau aku harus jatuh.
"Bertahan sedikit lagi, Ghina!" Aku bersama yang lain menarik Ghina keluar dari liang tanah.
"Biar saya bantu." Miss Della menawarkan diri. Aku mengangguk, walau tidak tahu apa yang akan di lakukan Miss Della.
Miss Della mengangkat tangan kanannya, lalu dia mengepalkan lima jemarinya. Tanah yang menjepit Ghina pun hancur lebur.
Aku dan yang lain tercengang melihat nya.
"Ghina!" Aku menarik tangannya keluar.
"Terimakasih, Miss. Terimakasih, semua." Ucap Ghina tersengal.
Kami mengangguk.
"Waah, itu tadi keren banget, Miss!" Puji Vina.
"Ah, terimakasih." Balas Miss Della malu. Aku tidak ikut dalam percakapan. Banyak pertanyaan di dalam kepala ku.
Entah kenapa, tiba-tiba kepala ku terasa sakit.
Hah? Ingatan apa itu? Kenapa samar-samar? Pikir ku. Kepala ku semakin sakit, membuat ku terduduk.
"Zella, kamu kenapa?" Tanya angel khawatir.
"Apa itu tadi?" Gumam ku tersengal.
"Kamu kenapa?" Sekarang yang bertanya Vina. Aku menggeleng, kepalaku masih sakit, aku tidak bisa menjawab pertanyaan mereka.
***
BUM!
Tanah kembali bergetar.
CETAR!
Kami mendongak, menatap langit gelap. Belum beberapa lama, ada lubang besar seperti portal, di langit.
Beberapa menit setelah terbentuk nya portal, dari sana keluar seorang pria tua, dan dibelakang nya menyusul beberapa orang, sekitar tiga puluhan, membawa s*****a. Mereka seperti anak buah pria tua itu.
Aku tidak terlalu kelihatan wajah pria itu, karena tertutup banyak nya pasir.
"Hai, nona kecil." Sapa seseorang. Aku tertegun mendengar suara nya.
"Apa kabar?" Lanjutnya.
"Suara ini..." Gumam ku.
"Apa kamu tidak mengenali ku?" Tanyanya.
"Baiklah, sepertinya kamu tidak bisa melihat wajah ku." Dia mengangkat tangan kanannya, tiba-tiba badai pasir itu hilang begitu saja.
"Nah, sudah. Apa kamu mengenali ku?" Tanyanya lagi.
"Kamu!" Aku menatap tajam ke arah pria tua itu.
"Ternyata kamu mengenali ku. Sepertinya teman-teman mu juga mengenali ku." Dia menatap ku, lalu menatap teman-teman ku.
"Siapa kamu?!" Seru ku.
"Aku akan memperkenalkan diri ku, namaku Barra." Ucapnya.
"Nama mu Zella, bukan?" Tanyanya tersenyum misterius.
"Kenapa kamu kesini?!" Tanyaku tetap meninggikan suara ku.
"Aku kesini untuk menjemput mu." Jawabnya santai.
"Kalau dia tidak mau?" Tanya Rayn.
Eh, kenapa pula dia ikut campur?
"Kalau dia tidak mau, aku akan tetap membawa nya dengan paksa." Jawab pak tua itu, dengan suara serak nya.
"Jangan dekati mereka!" Seru Miss Della geram.
"Waah, siapa ini?" Miss Della tidak menggubris ucapan pak tua itu.
"Jangan dekati mereka!" Tegas Miss Della lagi.
"Siapa kamu? Beraninya mengatur ku?" Tanya pak tua itu menatap tajam ke arah Miss Della.
"Oh, aku tau! Kamu guru mereka, bukan?" Lanjutnya, tetap menatap Miss Della dengan tatapan tajam.
"Kalau kamu tetap tidak menjauh dari mereka, aku tidak akan segan-segan melawan mu!" Seru Miss Della tegas.
Aku menatap Miss Della, wajah nya merah padam, rambutnya berkibar mengikuti arah angin. Bajunya berubah menjadi merah kecoklatan, seperti baju petarung. Transformasi yang sangat keren. Tapi aku tidak bisa memujinya, karena sekarang waktu yang sangat genting.
"Waah, lihat! Ternyata seperti ini perilaku seorang anak kepada orang tua nya?" Tanyanya masih menatap tajam ke arah Miss Della.
"Aku datang kesini baik-baik, loh. Tapi kalian malah ingin bertarung?" Dia menatap tidak percaya ke arah kami.
"Kalau memang kamu datang dengan damai, kenapa membawa pasukan?" Tanya Ghina polos. Rayn yang berdiri di sebelah nya, menepuk jidatnya. Dia tidak percaya pertanyaan bodoh itu keluar dari mulut Ghina.
"Baiklah, kalau kalian ingin k*******n, akan ku kabulkan." Dia melambaikan tangannya, tanah yang kami pijak retak. Tanah itu mengambang mengikuti arah kemana tangan nya itu di lambaikan.
"Anak-anak, bersiap. Kita akan bertempur!"yang lain mengangguk, hanya aku dan Ghina yang masih diam, masih menilai situasi.
"Lepas!" Tanah yang mengambang tadi, menjadi berbentuk tombak, dan mengarah ke arah kami. Ghina berteriak ketakutan.
Saat tombak itu mengenai kami, tiba-tiba ada angin yang menghancurkan tombak itu.
Aku menatap tidak percaya, Angel di sana, mengambang beberapa meter dengan sayapnya. Aku menatap terpesona, sayapnya bagaikan cahaya, cahaya nya sangat berkilau.
"Waah! Indah sekali! Ghina berdecak kagum.
"Wah! Ternyata ada bidadari kecil disini." Dia tersenyum sinis, menatap Angel.
"Tutup mulut mu!" Raya mengarah kan tangan nya ke depan. Suara dentuman yang sangat kuat terdengar. Membuat tanah merekah.
Orang tua tadi, atau Barra itu, terbanting beberapa langkah. Aku yang tidak jauh darinya kaget, apalagi Ghina, yang berdiri persis di samping nya. Aku tidak menyangka dia memiliki kekuatan seperti itu.
"Wah! Ternyata disini juga ada keturunan dari bulan. Nyonya Della, kenapa kamu tidak memberi tahu ku, kalau kamu menyimpan anak-anak yang sepesial?" Entah dia memuji, entah dia ada niat lain? Aku tidak tahu, aku harus membantu mereka, tapi aku tidak tahu harus memulainya dari mana.
"Teman-teman, kita harus menggabungkan kekuatan kita." Perintah Rayn. Yang lain mengangguk, aku masih diam, begitu juga dengan Ghina, dia diam membisu, karena masih kaget dengan dentuman besar tadi.
"Di mulai dari Angel!" Suruh Rayn. Angel mengangguk, membuat angin, seperti angin tornado, dengan tangannya.
"Bagus, sekarang Vina dan Vino!" Mereka mengangguk. Aku dan Ghina belum tahu kekuatan apa yang di miliki oleh anak kembar itu. Yang penting kami harus siap apapun yang terjadi.
Api keluar dari mulut Vina, seperti naga yang menyemburkan api orange dari mulut nya. Dan kemudian Vino, tangannya mengeluarkan api hitam yang sangat besar dan panas.
Dan, terbuat lah angin apa tornado yang sangat mengerikan.
"Ghina!" Panggil Rayn. Ghina menoleh. "Apa?" Tanyanya.
"Bantu kami!" Seru Rayn. Ghina cemberut, dia tidak tahu mau membantu apa.
"Keluar kan petir mu!" Seru Rayn lagi.
Ghina masih ragu-ragu untuk melakukan nya.
"Cepat Ghina!" Paksa Rayn. Akhirnya Ghina mengangguk, petir keluar dari tangannya, menyambar angin tornado tadi. Membuat angin tornado itu semakin besar dan mengerikan.
"Zella!" Aku menoleh, menatap Rayn.
"Kamu tidak membantu kami?" Tanyanya. Aku diam. Dia menggeram.
"Baiklah, kalau kamu tidak mau, berarti ini giliran ku." Aku menatapnya, hanya segitu tawaran nya? Ghina saja di paksa nya, tapi kenapa aku hanya sekali saja dia tawarkan?
Dia mengarahkan tangannya ke depan, suara dentuman itu, kembali terdengar dan di susul dengan angin tornado tadi.
"Ternyata kalian sudah menyusun rencana rupanya." Barra menahannya dengan tanah, di bantu oleh pasukan nya.
"Sekarang giliran kita, Zella." Miss Della menatap ku.
Apa maksud Miss Della itu? Miss Della menggenggam tangan kananku.
Tiba-tiba tangan kiri ku bergerak sendiri, tanah-tanah terkelupas, membentuk tombak besar.
Aku tidak percaya ini, kenapa ini bisa terjadi?
"Lepas!" Seru ku dan Miss Della bersamaan. Aku tidak tahu kenapa mulut ku tiba-tiba bicara yang aneh-aneh.
Tombak besar itu melesat menuju para pasukan nya.
DUAR!
Tombak itu meledak, membuat para pasukan nya terpelanting jauh.
Kami tersenyum lega. Hanya tinggal dia sendiri lagi.
"Dasar kalian tidak becus!" Umpat nya marah.
Dia menggeram, wajahnya merah padam, matanya menatap tajam ke arah kami.
"Aku tidak akan main-main lagi!" Dia mengangkat tangannya, tanah-tanah yang ada di sekitarnya terangkat, membentuk beribu-ribu tombak, seperti ada hujan tombak yang menghujam kami.
"Berlindung!" Teriak ku.
"Tidak sempat!" Rayn berusaha melindungi kami, tapi itu tidak cukup, saat kami sudah tidak ada jalan untuk berlindung, tiba-tiba tombak itu mengarah ke tempat lain. Aku membuka mataku, ternyata di sana berdiri seorang wanita dewasa, dan pria dewasa.
"Mama! Papa!" Seru ku senang. Di sana aku melihat mama sedang mengendalikan arah serangan. Ternyata mama bisa mengendalikan arah serangan orang?
Mama berjalan menuju ke arah ku. Aku memeluknya.
"Maaf semuanya, kami terlambat." Mama meminta maaf.
"Tidak apa, nyonya Bella." Jawab Miss Della mengangguk.
"Wah! Tidak ku sangka, aku akan bertemu dengan pemilik benda pusaka terdahulu!" Dia bertepuk tangan. Mama tidak mempedulikannya.
"Senang bertemu dengan mu, yang mulia!" Dia membungkuk. Mama tetap tidak menghiraukannya.
"Apa yang kamu inginkan?" Tanya mama tetap tenang.
"Tentu saja yang mulia sudah tahu, aku menginginkan apa." Jawabnya, tidak seperti orang yang sedang menjawab pertanyaan orang lain.
"Oke, sepertinya putri mu tidak mengerti maksudku. Aku menginginkan benda pusaka itu, dan pemilik nya." Jawabnya lebih baik.
"Aku tidak akan pernah memberikan putriku kepada mu, orang asing!" Emosi mama tiba-tiba memuncak.
"Kalau anda tidak ingin memberikan putri mu dengan cara baik-baik, maka aku tidak akan segan-segan mengambil putri mu dengan cara paksa." Jawabnya mengancam.
"Aku tidak akan memberikannya padamu! Apa kamu tidak dengar?!" Aku menggenggam tangan mama, memberikan sugesti positif kepada mama.
"Ma..." Bisik ku. Mama menoleh, menatap ku.
"Tenang, ma." Mama menghembuskan nafas pelan, mencoba untuk tenang.
"Baiklah semuanya, bersiap untuk kembali bertarung!" Mama memberi komando. Kami mengangguk.
***
Sudah hampir dua jam kami bertarung, tubuh ku mulai lelah. Aku melirik Ghina di samping ku, dia juga sama seperti ku, keringat nya membasahi seragam nya.
" Nyonya Della!" Panggil mama. Miss Della menoleh.
"Sekarang!" Mama menatap serius ke arah Miss Della. Miss Della mengangguk.
"Papa, tolong alihkan perhatian nya." Bisik mama ke papa. Papa mengangguk. Papa merentangkan telapak tangannya ke arah depan, dan saat itu papa sudah membuat tameng transparan yang sangat kuat dan besar, untuk menahan serangan dari lawan.
"Oke, sekarang nyonya Della!" Miss Della mengangguk, jari telunjuk nya seperti bergerak ke arah tertentu.
Tidak lama kemudian, terbentuk lubang seperti tadi dalam ukuran kecil setinggi anak remaja SMA.
"Zella, apa kamu membawa benda yang mama berikan kepada mu?" Tanya mama memastikan. Aku mengangguk, benda yang berbentuk gelang dan buku tua itu selalu ku bawa, karena takut hilang, karena saat melihat bi Inah yang memata-matai ku, aku langsung waspada, aku terus meletakkan nya di dalam ransel ku.
"Bagus kalau begitu, jaga benda itu baik-baik!" Mama memperingatkan.
"Dan sekarang kamu lihat itu!" Mama menunjuk lubang portal itu. Aku menatap nya bingung. Untuk apa mama menyuruh ku menatap lubang itu?
"Mama, untuk apa ini?" Tanyaku heran.
"Kalian masuk!" Mama tidak menjawab pertanyaan ku, tapi malah menyuruh kami masuk.
"Tapi mama, papa dan Miss Della ikut, kan?" Tanyaku berharap mereka ikut. Tapi, seketika harapan ku pupus, karena gelengan dari mama.
"Terus, hanya kami saja yang masuk?" Tanyaku tidak mengerti.
"Benar." Jawab mama.
"Kenapa?" Aku tidak bisa lagi menahan air mataku.
"Mama, papa dan Miss Della harus ikut!" Paksa ku.
"Tidak nak, maaf." Mama menunduk.
"Tapi, setelah ini mama akan menyusul mu kok, mama harus menyelesaikan tugas yang lain." Mama mencoba membujuk ku.
"Kalau begitu Zella tinggal." Tekad ku.
Mama kaget mendengar ucapan ku.
"Kalau Zella tinggal, Ghina juga tinggal!" Ghina mendukung ku.
Mama menggeleng tidak percaya, mendengar pernyataan dari ku dan Ghina.
"Ghina, Zella, mama tidak akan lama kok, mama janji." Mama mencoba membujuk ku dan Ghina.
"Anak-anak, portalnya sebentar lagi tertutup. Cepat masuk!" Miss Della memperingati kami. Aku menatap kesal Miss Della, aku tidak bisa meninggalkan mama, papa dan Miss Della begitu saja.
"Angel, Vina, bawa masuk Ghina, sekarang!" Perintah Miss Della. Angel dan Vina mengangguk, menggandeng tangan Ghina. Ghina ingin melawan, tapi tidak bisa, mereka sudah terseret masuk kedalam pusaran lubang portal.
"Rayn, Vino, bawa Zella masuk!" Miss Della menatap tajam ke arah Rayn dan Vino. Saat tangan ku di tarik oleh dua cowok ini, aku terus memberontak, agar dilepaskan.
"Paksa saja dia, dia memang keras kepala." Mama memberitahu.
"Lepasin, gak?!" Aku melotot ke arah mereka.
"Gak!" Jawab mereka serempak.
Aku terus memberontak untuk bisa lepas dari genggaman erat tangan mereka.
"Seret saja dia, anak-anak!" Mama memberi perintah. Mereka berdua mengangguk. Menarik ku paksa.
"Lepasin, mama!" Aku meronta-ronta agar dilepaskan. Mereka bukannya melepaskan, malah semakin erat menggenggam tangan ku.
Mereka enak, orang tua mereka tidak bersangkutan dengan orang tua itu.
"Mama, papa!" Air mataku mengalir deras melihat mereka.
Papa tersenyum ke arah ku.
"Kami akan menyusul mu, nak!" Ucap papa menghibur ku. Aku menggeleng, aku ingin membantu mereka.
"Sampai jumpa lagi, nak!" Mama dan papa melambaikan tangan ke arah ku. Air mataku semakin mengalir deras.
Tubuh ku sudah tidak kuat untuk memberontak. Sebelum kami masuk ke portal, aku menghentikan langkahku dan langkah mereka.
"Kenapa kalian memaksaku untuk masuk?" Tanyaku pelan, aku tidak menatap wajah mereka, aku terus menunduk. Mereka menoleh sebentar, hanya sebentar! Bahkan mereka tidak menjawab pertanyaan ku.
Mereka kembali menyeret ku masuk kedalam pusaran lubang portal.
***
"Akhirnya mereka bisa selamat." Mama menghela nafas lega.
"Setelah ini, tuan dan nyonya bisa menyusul." Ucap Miss Della tersenyum.
"Kamu tidak ikut bersama kami?" Tanya papa. Miss Della menggeleng.
"Saya akan menahan mereka agar tuan dan nyonya bisa meminta bantuan dengan aman." Jawab Miss Della.
"Tapi, bagaimana bisa? Orang itu sangat jahat!" Mama tidak setuju dengan pernyataan Miss Della.
"Kamu harus ikut kami!" Tegas mama.
"Tidak, nyonya!" Miss Della menggeleng mencoba meyakinkan mama.
"Cepat, tuan, nyonya! Tameng yang di buat oleh tuan tidak akan bertahan lama!" Miss Della memaksa mama untuk pergi.
"Tapi, orang itu sangat jahat!" Mama terus menolak.
"Bagaimana kalau dia menyakitimu?" Tanya mama berpikir hal buruk.
"Tidak akan, karena dia... Miss Della terdiam sejenak.
"Karena dia apa?!" Tanya mama mama memaksa.
"Karena dia ayah saya." Jawab Miss Della pelan. Mama terdiam, papa yang tadinya menahan agar tameng nya tidak hancur menoleh, karena mendengar jawabannya.
"Kamu serius?" Tanya mama masih tidak percaya. Miss Della mengangguk.
"Karena itu, cepat pergi! Dia tidak akan menyakiti ku, kalian tenang saja!" Mama memeluk Miss Della erat.
"Aku sudah menganggap mu sebagai adik saya sendiri." Air mata mama mengalir.
"Kamu harus menjaga diri ku baik-baik!" Miss Della mengangguk.
"Terimakasih atas perhatiannya. Dan say ingin meminta sesuatu, apa boleh?" Mama mengangguk.
"Tolong rahasiakan tentang orang ini, kalau dia ayah saya dari mereka." Pinta Miss Della memohon. Mama dan papa mengangguk.
"Terimakasih." Ucap Miss Della terharu.
"Iya." Balas mama tersenyum.
"Ayo, sekarang waktu nya!" Mama dan papa mengangguk. Miss Della kembali memainkan jari telunjuk nya. Portal sebesar orang dewasa terbentuk.
"Sampai jumpa lagi, Della!" Mama melambaikan tangan.
"Iya, sampai jumpa lagi!" Balas Miss Della tersenyum. Mam dan papa masuk ke dalam lubang portal menuju suatu tempat.
***