Sudah sepekan kami melaluinya, sejak kejadian hari itu, aku selalu merasa bersalah terhadap teman-teman ku. Sejak itu juga kami mulai dekat.
"Ma, seragam Zella yang warna merah kecoklatan mana?" Tanyaku, mondar-mandir.
"Tanya kak Reva, sana!" Aku berlari mencari kak Reva.
"Kak!" Panggil ku, yang sedikit mengejutkannya.
"Eh, ya nona, ada apa?" Tanya nya, menoleh ke arah ku.
"Seragam Zella yang warna merah kecoklatan itu mana, kak?" Tanyaku.
"Oh, itu. Bentar ya, saya ambil dulu!" Aku menunggu nya.
"Ini, non." Dia menyerahkan seragam ku.
"Makasih kak." Kak Reva mengangguk.
"Aku berlari menuju kamar ku, untuk mengganti pakaian.
"Zella, yuk sarapan!" Mama mengetuk pintu.
"Bentar lagi, ma!" Balas ku, sedikit berseru. Aku sedang merapikan bando ku.
"Oke, udah siap!" Aku berjalan keluar kamar, menuju ruang makan.
"Ayo, nak sini gabung!" Aku mengangguk, berjalan menuju salah satu kursi.
Kami makan tanpa berbicara, hanya terdengar dentingan sendok saja.
"Ma, Zella udah selesai. Zella berangkat dulu ya ma!" Aku beranjak dari tempat duduk ku.
"Ayo, pa!" Papa mengangguk, ikut beranjak dari tempat duduknya.
"Hai, Zella!" Sapa Ghina, saat aku sudah sampai di sekolah.
"Hai juga, Ghina!" Balas ku tersenyum.
"Kamu datang cepat, ya!" Aku menatapnya, dia sedang membawa tumpukan kertas soal, ulangan, yang sudah di rekap. Aku diam-diam mencuri pandang ke arah kertas soal itu. Ternyata itu soal rekapan kelas sebelah.
"Iya, ayah harus datang cepat.", Jawabnya tersenyum.
"Oh ya, kamu duluan aja, aku mau antar ini dulu ke kelas sebelah." Aku mengangguk. "Aku duluan, ya!" Aku melambaikan tangan, dia mengangguk tersenyum.
Aku berjalan menuju kelas.
Sepertinya akan hujan. Aku mendongak.
Tapi kok angin nya kencang banget ya? Pikir ku.
Aku merapikan almamater ku, dan rambut ku.
"Eh, menurut kalian, angin nya terasa aneh, gak?" Tanya Tiara, salah satu teman ku.
"Iya, aneh banget, angin nya kencang dan terasa dingin banget." Timpal teman-temannya. Aku tidak ingin ikut bergosip seperti anak-anak itu.
"Eh, Zella sini gabung!" Ajak salah satu dari mereka.
"Eh, maaf, aku gak bisa gabung." Jawabku menolak.
Mereka sibuk dengan gosipnya, aku sibuk dengan menulis.
"Hai!" Aku mendongak.
"Udah selesai?" Tanyaku menatap Ghina.
"Udah." Jawabnya langsung duduk. Aku menatapnya kasihan, dia seperti sangat kelelahan.
"Kamu kenapa?" Tanyaku.
"Aku lelah, Zell.", Jawabnya bersandar di kursi.
"Coba kamu bayangkan, tadi saat aku mengantarkan kertas soal ke ke kelas sebelah, tiba-tiba ada angin sangat kencang, sampai-sampai membuat kertas nya berhamburan. Padahal aku sudah sangat berhati-hati agar kertas nya gak berhamburan, yaah takdir gimana lagi. Tapi untungnya aku di bantu oleh salah satu anak dari kelas itu. Dia sangat baik, mau membantu ku membawakan kertas nya ke kelas nya. Dan, oh ya, ngomong-ngomong yang bantu aku itu anak cowok loh. Dia juga tampan. Haaah, serasa di drama Korea, ya Zell?" Aku tersenyum, mengangguk.
"Oh ya, mereka mana? Kok belum datang?" Tanya Ghina teringat dengan anak-anak itu.
"Eh, menurut mu, tampan anak tadi atau Vino dan Rayn?" Tanyaku, menemukan ide jahil.
"Ya, tentu saja dia!" Seru Ghina bersedekap. Aku tidak percaya dengan jawabnya.
"Hey, Enak aja! Tentu saja kami yang lebih tampan!" Aku dan Ghina di kaget kan dengan suara orang yang kami bicarakan.
"Oh, ternyata kalian udah datang." Ghina menatap mereka malas.
"Kok kalian kepedean gitu?" Tanya Ghina meremehkan mereka.
"Kamu!" Rayn dan Vino menggeram.
"Sudah-sudah, bel udah bunyi tuh!" Angel dan Vina melerai.
***
"Jadi, anak-anak..." Penjelasan Bu Mela terputus, karena angin nya sangat kencang. Membuat tanah terkelupas.
"Anak-anak, pelajaran kita sampai disini saja dulu." Seru Bu Mela sedikit berteriak mengalahkan suara angin.
Kami mengangguk, membereskan barang-barang kami.
"Bu Afna! Bagaimana ini?!" Seru salah satu teman ku cemas.
"Ayo lindungi semua barang berharga kalian!" Balas Bu Afna ikut berseru.
Aku tiba-tiba teringat, kalau hari ini dimana datang nya pak tua aneh itu.
"Teman-teman!" Panggil Rayn sedikit bergetar.
"Ada apa?!" Tanya Ghina ngegas, karena dia sangat panik.
"Hey, santai aja dong, Ghin." Ghina melotot, jelas-jelas dia sedang panik.
"Kamu panggil kami kenapa?" Tanyaku mencoba untuk santai, agar mencair kan situasi tegang ini.
"Lihat!" Tunjuk Rayn. Kami menatap ke arah benda aneh yang dia bawa waktu itu. Sepertinya anak itu selalu membawa barang anehnya itu.
"Orang itu ternyata hampir datang." Kami melihat titik hitam, yang bertanda kekuatan besar hampir datang. Tapi tidak hanya satu, ada banyak titik ungu juga.
"Tapi, kalau dia datang sendiri, titik ungu ini apa?" Tanya Ghina bingung.
"Titik ungu ini adalah seseorang yang memiliki kekuatan di bawah nya, seperti anak buah atau prajurit." Jawab Rayn.
"Berarti dia datang membawa prajurit dong?!" Tanya Ghina panik.
"Gak usah panik, Ghin." Rayn menenangkannya.
"Kita akan menyusun rencana sebelum dia benar-benar datang." Lanjutnya. Aku masih ragu dengan ucapannya.
"Anak-anak!" Panggil seseorang. Kami menoleh, ternyata itu Miss Della!
"Apa kalian baik-baik saja? Tanya Miss Della cemas. Ternyata guru yang terkenal galak ini bisa cemas. Tapi, kenapa hanya dengan kami saja? Atau ini perasaan ku saja?
Kami sudah di luar gedung beberapa menit yang lalu. Tembok gedung sekolah kami pada retak.
"Anak-anak! Berkumpul di lapangan, sekarang!" Suara toa memekakkan telinga. Seluruh murid dan guru berlari menuju lapangan, membuat sesak.
"Zella, Rayn, Ghina, Angel, Vina dan Vino. Ikut saya!" Kami mengikuti langkah Miss Della.
"Saya sengaja menyuruh mereka berkumpul di lapangan, karena angin ini tidak normal, kalau mereka masih di dalam gedung, itu akan berakibat fatal, karena gedung ini bisa-bisa menimpa mereka." Kami mendengarkan penjelasan Miss Della dengan serius.
"Tapi Miss, kenapa Miss memanggil kami?" Tanyaku curiga.
"Saya memanggil kalian kesini untuk membuat rencana, karena beberapa menit lagi akan datang hal yang tidak terduga." Jawab Miss Della.
"Mungkin saja mereka akan melihat kejadian itu. Jadi Rayn, kamu yang bertugas untuk itu." Miss Della menatap Rayn serius.
"Saya?!" Tanyanya bingung.
"Ya, saya tahu kalau kamu bisa melakukannya." Rayn mendengus kesal mendengar nya.
"Kenapa harus aku? Yang lain kan bisa? Padahal Miss Della bisa menyuruh yang lain. Aku seperti jadi babu!" Gumam nya, yang masih bis ku dengar.
"Kalian juga harus menahan serangan itu, bagaimanapun caranya." Kami mengangguk, hanya Rayn yang mengangguk malas.
"Oh, tidak! Anak-anak, bersiap-siap untuk bertarung!" Miss Della memimpin. Teman-teman Ghina dan yang lainnya sudah tahu kalau Miss Della mempunyai kekuatan, karena aku memberitahu mereka tentang itu.
BUM!
"Kyaaa! Bunyi apa itu?!" Teriak semua orang yang ada di lapangan, panik. Orang-orang pada berlarian untuk menyelamatkan diri.
"Lihat!" Tunjuk salah satu kakak kelas ku, yang tidak jauh dari tempat ku berdiri.
"Waah, besar sekali lubangnya!" Timpal temannya yang lain. Pandangan seluruh murid tertuju pada lubang besar yang menganga di tengah-tengah kerumunan para murid.
BUM!
Suara dentuman keras itu terdengar lagi. Yang ini lebih dahsyat, membuat tanah merekah.
"Waaa!" Beberapa teman ku berteriak, antara kaget dan panik.
"Rayn!" Miss Della menatap Rayn serius, Miss Della seperti mem membuat kode kepada Rayn. Rayn yang seperti mengerti dengan tatapan mata Miss Della pun mengangguk.
"Sekarang!" Rayn seperti menjentikkan jarinya dengan irama tertentu. Saat Rayn selesai menjentikkan jarinya, seperti ada suara yang bersiul lembut, belum genap suara itu hilang, angin lembut menerpa wajah kami.
"Angin apa ini?" Tanya para murid bingung. Membuat kerusuhan dimana-mana.
"Hoaam! Aku ngantuk." Keluh salah satu teman ku yang berdiri tidak jauh dari tempat ku berdiri.
"Sama." Timpal yang lain. Entah kenapa, tiba-tiba mataku berat, aku menoleh ke arah Ghina, dia juga sama, terus menguap, setiap kali dia menguap, dia cepat-cepat menutup mulutnya. Sepertinya karena angin ini, membuat kami mengantuk.
Aku tidak sempat melihat teman-teman ku yang lain, karena mataku sudah hampir sepenuhnya tertutup. Saat aku masih setengah sadar, aku melihat yang lain sudah tertidur pulas di tengah lapangan ini. Hingga mataku terpejam sepenuhnya.