"Zella, ayo bangun, nak!" Mama mengetuk hati kamar ku.
"Zella udah bangun, ma!" Balas ku.
Entah kenapa, badan ku terasa sakit-sakit, aku merasa tidak enak badan, tapi ini mungkin perasaan ku saja.
Aku berjalan menuju kamar mandi.
"Hah, segar juga mandi air hangat." Aku tersenyum di cermin, sambil merapikan pakaian ku.
"Zella, apa kamu sudah selesai, nak?" Tanya mama.
"Sudah!" Jawabku membukakan pintu.
"Waah, anak mama setiap hari tetap cantik." Puji mama.
"Terimakasih pujiannya, ma." Balasku tersenyum.
"Hmm, sepertinya ada yang aneh?" Mama menatap ku. Aku diam. Apa mama sadar kalau aku gak enak badan?
"Sepertinya kamu tidak memakai bando ya?" Aku menghela nafas panjang. Ternyata itu.
"Eh, Zella gak pakai bando, Zella mau pakai jepit rambut aja." Jawabku tersenyum.
"Hmm, baiklah. Ayo sarapan!" Mama melangkah duluan, aku menyusul nya.
"Hai, Zella!" Sapa Ghina.
"Hai!" Balas ku.
"Wajah kamu kenapa?" Tanya Ghina.
"Eh, emangnya kenapa wajah ku?" Tanyaku pura-pura tidak tahu.
"Wajah kamu pucat, loh." Jawabnya.
Eh, kenapa Ghina bisa tahu kalau aku tidak enak badan?
"Kamu sakit?" Tanya Ghina cemas.
Aku menggeleng.
"Jangan bohong kamu!" Dia memeriksa kening ku.
"Tuh, kan!" Aku menunduk.
"Badan kamu panas, apanya yang tidak sakit?!" Tanya Ghina ngomel.
"Lebih baik kamu gak usah masuk!" Aku menggeleng.
"Nanti aku ketinggalan pelajaran." Jawabku pelan.
"Lebih penting pelajaran atau kesehatan mu?!" Tanya Ghina mulai kesal, karena aku keras kepala.
"Tidak apa, Ghin." Aku menggenggam tangan nya.
"Tapi badan kamu panas, Zella." Dia tidak terima.
"Aku masih kuat kok." Balas ku tersenyum. Ghina mengacak rambutnya, frustasi.
"Ayo, masuk. Oh ya, jangan bilang-bilang ke orang kalau aku sakit!" Aku teringat sesuatu.
Ghina hanya mengangguk.
"Ayo!" Aku menarik tangannya.
"Jadi, anak-anak negara Belarus atau lebih dikenal dengan sebutan Belarusia, terletak di Eropa timur dengan ibukota yang bernama Minsk." Jelas pak Jhony. Aku memperhatikan dengan tatapan sedikit kabur. Kepala ku terasa lebih berat, mataku perih, membuat ku tidak fokus memperhatikan pelajaran. Ghina yang menyadari tingkah aneh ku, langsung menahan kepala ku agar tidak terlantuk meja.
"Zella, kamu tidak apa-apa?" Tanya Ghina cemas. Dia masih menahan tubuh ku agar tidak tumbang.
"Pak Jhony!" Ghina mengangkat tangannya.
"Ya?" Pak Jhony menoleh ke arah kami.
"Saya izin untuk mengantarkan Zella ke UKS, pak!" Lanjutnya. Aku menahannya, tapi dia tidak peduli.
"Zella kenapa?" Tanya pak Jhony.
"Zella demam, pak." Jawab Ghina. Aku pasrah, tidak bisa menahan nya lagi.
"Biar saya periksa." Pak Jhony melangkah menuju tempat duduk ku.
"Zella, badan kamu panas sekali!" Seru pak Jhony kaget.
"Betul kan, pak." Aku melotot ke arah Ghina. Ghina hanya mengangkat bahu.
"Ghina, tolong bawa Zella ke UKS, ya!" Ghina mengangguk mantap.
Tentu saja dia senang, dia sangat malas kalau belajar sejarah.
"Ayo!" Ajak Ghina. Aku menatapnya marah. Tapi aku tetap mengikuti nya.
"Nah, sekarang kamu istirahat, ya!" Ghina menyelimuti tubuh ku.
"Nanti, saat istirahat aku jenguk kamu." Aku mengangguk.
"Minum obatnya, ya!" Aku mengangguk.
"Dah, aku pergi ya!" Dia melambaikan tangan ke arah ku. Aku membalas lambaian tangannya.
***
"Hai, nona kecil!" Sapa seseorang. Aku menoleh ke segala arah, tapi aku tidak menemukan apa-apa.
"Siapa kamu?!" Tanyaku berseru.
Dia hanya terkekeh.
"Siapa kamu?!" Tanyaku lagi.
"Kalau kamu berani, tunjuk kan dirimu!" Teriak ku.
"Aku ragu, kalau kamu melihat ku, nanti kamu lari." Jawabnya.
"Aku tidak peduli! Tunjukkan dirimu, sekarang!" Seru ku kencang.
"Baiklah, kalau itu permintaan nona." Dia melangkah maju, mendekati ku.
"Kamu?!" Tanya ku tidak percaya.
"Zella, bangun, Zell!" Ghina mengguncang tubuh ku.
"Ghina?!" Seru ku, keringat dingin membasahi tubuh ku, jantung ku berdetak kencang.
"Kamu kenapa?" Tanya Ghina cemas.
"Hah, hah!" Nafas ku berderu
"Tenang Zell, tenang!" Ghina menggenggam tangan ku.
"Ghina jangan pergi!" Seru ku.
"Aku tidak akan pergi. Kamu kenapa?" Tanya Ghina memeluk ku. Air mataku tiba-tiba mengalir.
"Kamu memimpikan apa?" Tanya Ghina semakin cemas melihat ku yang seperti orang ketakutan.
"Aku bermimpi..." Aku menceritakan semuanya kepada Ghina.
"Kenapa dia bisa muncul di mimpi mu?" Tanya Ghina. Aku menggeleng.
"Aku juga tidak tahu, Ghin." Jawabku.
"Oh ya, ini aku bawakan roti untuk mu." Ghina menyodorkan sebungkus roti dan s**u kotak.
"Makasih, Ghin." Aku menerima roti dan s**u kotak nya.
"Sama-sama." Balas Ghina tersenyum.
Aku melahap rotinya dengan cepat. Gara-gara perut ku kosong, selera makan ku naik.
"Eh, bentar lagi bel masuk. Aku duluan ya!" Aku mengangguk.
"Nanti saat pulang aku jemput." Aku tetap mengangguk.
"Sampai jumpa!" Dia melambaikan tangannya ke arah ku. Aku membalas lambaian tangannya sekilas, masih asyik dengan roti ku.
"Yaah, udah habis." Aku mencari tempat sampah.
"Nah, itu dia!" Aku membuang sampah ku. Aku kembali ke brankar.
"Nak Zella, ayo minum obatnya." Bu Maya menyodorkan beberapa obat kepada ku.
"Terimakasih, Bu." Aku menerimanya, dan meminumnya. Bu Maya tersenyum.
"Kalau ada apa-apa, panggil saja saya. Saya duluan ya!" Aku mengangguk tersenyum.
"Benar kan, yang ku katakan, kamu akan lari kalau bertemu dengan ku." Suara itu kembali lagi.
"Siapa kamu?!" Tanya ku awas.
"Apa yang kamu inginkan dariku?!" Aku berseru.
"Mungkin ada saatnya kamu mengetahui nya." Jawabnya.
"Oh ya, ngomong-ngomong teman kamu itu sangat baik, dia mau mendengarkan curhatan kamu." Aku terdiam sejenak, bagaimana dia bisa tahu?
"Apa urusannya dengan mu?!" Desis ku.
"Tentu saja ada, dia pasti akan ikut campur urusan mu." Jawabnya.
Aku mengepalkan tangan ku, menatapnya tajam.
"Jangan kamu apa-apakan Ghina!" Bentak ku.
"Yeah, kalau dia mengganggu akan aku hancurkan teman mu. Ingat itu baik-baik!" Aku menggeram. Dia mengancam ku? Dasar laki-laki tua!
Aku terbangun dari tidur ku.
"Zella, apa kamu masih memimpikan mimpi tadi?" Tanya Ghina. Aku menatapnya khawatir.
"Kamu kenapa menatap ku seperti itu?" Tanya Ghina canggung.
Aku tidak bisa membuat Ghina ikut campur tangan dalam urusan ku, tapi aku juga perlu bantuan nya.
"Hai, Zella!" Sapa Angel dan Vina.
Aku menoleh.
"Kalian ngapain kesini?" Tanya Ghina sinis.
"Kami hanya ingin menjenguk Zella." Jawab Angel.
"Bagaimana kabar mu, Zella?" Tanya Vina cemas. Aku mendongak, menatap nya. Lalu aku menunduk merasa bersalah.
"Sepertinya dia tidak baik-baik saja." Vina menoleh.
"Maksud kamu?" Tanya Vina menatap Vino.
"Yeah, sepertinya dia merasa bersalah karena telah berprasangka buruk dengan kita." Aku menatap mereka, lalu menunduk lagi.
"Maaf." Ucap ku pelan.
"Apa kamu bilang? Kami tidak mendengarnya." Aku diam sejenak.
"Aku minta maaf karena sudah berprasangka buruk kepada kalian." Air mataku tiba-tiba tumpah. Mereka tertegun mendengar kata-kata ku.
"Zella, kami udah maafin kamu kok." Vina mengelus punggung ku.
"Aku sangat menyesal karena telah berprasangka buruk dengan mu." Vina mengusap air mataku.
"Sudah, jangan di pikirkan, itu sudah berlalu." Hibur Angel tersenyum.
Aku tidak menyangka, mereka ternyata sangat baik.
"Dan mungkin aku sangat tidak tahu diri, tapi aku membutuhkan bantuan kalian." Aku menatap mereka, memohon. Mereka diam, menimbang-nimbang.
"Dan Ghina, aku juga membutuhkan bantuan mu." Ucapku menatap Ghina.
"Tentu saja aku akan membantu mu!" Ghina memeluk ku erat.
"Apa kalian ingin membantu ku?" Tanyaku lagi. Mereka tetap diam.
"Tapi, kalaupun kalian tidak mau, aku sudah sangat terbantu oleh kalian, lebih tepatnya ke kamu, Rayn." Aku menatapnya. Yang lain juga ikut menatap Rayn bingung, membuat Rayn grogi.
"Informasi yang kamu berikan kepada ku itu, sangat berguna. Terimakasih." Aku membuat Rayn semakin canggung.
"Aku akan membuat persiapan sebelum dia datang, dan kalian tidak perlu datang menemui kami lagi. Anggap saja ini sebagai ucapan terimakasih dan permintaan maaf." Lanjut ku.
"Hah, kami yang terus memaksa mu untuk jujur, jadi kami akan membantu mu." Jawab Rayn di ikuti anggukan yang lain.
"Tenang saja, kami akan membantu mu." Vina merangkul ku.
"Benar." Angel tersenyum manis. Aku balas tersenyum terharu. Air mataku tiba-tiba mengalir lagi.
"Eh, kok nangis?" Tanya Vina panik.
"Hiks, terimakasih udah mau membantu ku." Aku menghapus air mataku.
"Sepertinya Zella hari ini cengeng, ya!" Gurau Vino.
"Hahaha, kayak nya bukan Zella aja!" Tunjuk Rayn.
"Hahaha, ternyata Ghina juga sama!" Tawa Vino pecah.
"Hush!" Vina menyuruh mereka diam.
"Ya udah, yuk pulang!" Ajak Angel. Yang lain mengangguk, aku ikut mengangguk.
"Kamu udah bisa jalan sendiri?" Tanya Ghina cemas, air matanya masih menggenang.
"Udah, kamu kenapa nangis?" Tanyaku.
"Namanya dia kembaran kamu!" Celetuk Rayn.
"Maksud kamu?" Tanyaku tidak mengerti.
"Iyalah, kalau kamu nangis dia ikut nangis." Jawab Rayn mengangkat bahu.
"Eh, itu..." Kata-kata ku terpotong.
"Udah, ayo kita pulang!" Kami pulang beriringan.
"Aduh!" Aku mengaduh.
"Eh, maaf..." Aku mendongak, kaget.
"Hai!" Sapa nya. Aku bergidik ngeri.
"Ke, kenapa kamu ada disini?" Tanyaku patah-patah.
"Yeah, aku hanya ingin melihat kedekatan kalian." Jawabnya santai.
"Kamu kenapa?" Tanya Ghina cemas.
"Tidak kenapa-napa kok." Jawabku tersenyum.
"Sepertinya ada seseorang di hadapan kita." Gumam Rayn.
"Apa maksudmu?" Tanya Ghina heran.
"Coba kalian lihat!" Kami menoleh, menatap benda aneh yang di pegang Rayn. Aku terdiam, ternyata orang yang ada di hadapanku terdeteksi oleh benda aneh nya.
"Waah, ternyata anak itu pintar juga, ya." Aku terhenyak. Aku lupa kalau dia masih disini. Dia juga ikut menyaksikan nya.
"Orang yang ada di hadapan kita itu adalah orang yang sangat kuat." Rayn menunjuk titik merah di benda aneh nya.
"Oh, tentu saja aku kuat." Aku menoleh, menatap orang tua aneh itu.
"Teman-teman!" Panggil ku. Mereka menoleh.
"Kenapa?" Tangan ku bergetar.
"Teman-teman, sepertinya kita membicarakan di depan orang nya." Angel yang mengerti tingkah ku, mengingatkan.
"Huh, ternyata teman-teman mu mengetahui keberadaan ku." Celetuk nya.
"Jangan bawa-bawa teman-teman ku!" Aku menggertak nya.
" Mereka sudah mengetahui keberadaan ku, jadi mereka juga ikut masuk urusan kita." Jawabnya.
"Urusan kita, katamu?!" Tanyaku membentak. Dia sedikit kaget karena aku membentak nya.
"Tentu saja." Jawabnya santai.
"mereka tidak ada bersangkutan dengan mu!" Dia tertawa.
"Sudah kubilang, kalau ada di antara teman mu tau, berarti dia sudah termasuk orang yang ikut bersangkutan." Jawabnya tersenyum sinis. Jantung ku berdetak kencang, aku bukannya gentar, tapi mereka tidak boleh terlibat dalam masalah aneh ini.
"Nona kecil, ingat kata-kata ku, jaga mereka baik-baik kalau kamu tidak ingin mereka tersakiti, dan mereka ternyata istimewa sama seperti mu. Dan aku akan datang kesini untuk menjemput mu, karena kamu bukanlah orang yang terlahir di planet ini, ingat itu baik-baik. Sampai jumpa!" Dia menghilang dari pandangan ku, aku terdiam, mencerna kata-kata nya.
"Zell?" Aku terperanjat, lalu cepat-cepat menoleh ke arah Ghina.
"Yuk pulang!" Ajaknya. Mereka berjalan mendahului ku, aku menyusul nya.
Apa aku sudah menyulitkan teman-teman ku? Apa aku sudah membahayakan teman-teman ku?
Seluruh petualangan dan pertarungan berawal dari sini...