episode 5

2291 Kata
"pagi, ma,pa." Sapa ku kepada mama dan papa. "Pagi, sayang." Balas mama. "Gimana tidur nya, nyenyak?" Tanya papa. Aku hanya mengangguk. aku langsung menarik kursi dan duduk bersama mama dan papa ku. "Non Zella mau makan apa?" Tanya bi Inah. "Nasi goreng spesial pakai sosis, bi." Jawabku. "Baiklah, saya buatkan dulu ya non." Aku mengangguk. Sambil menunggu nasi goreng ku, aku mencoba membuka topik pembicaraan. "Ma,pa." Panggil ku. Mama dan papa langsung menoleh ke arah ku. "Iya, kenapa?" Tanya papa. "Mama dan papa kenal Miss Della?" Pertanyaan itu memenuhi pikiran ku semalaman, membuat ku harus bertanya pagi ini. Mama dan papa terdiam, bi Inah yang sedang membuat nasi goreng, sedikit terkejut mendengar pertanyaan ku. "Kenapa kamu bertanya seperti itu?" Tanya mama menatap ku. Aku menggeleng. "Nggak ada, hanya ingin tahu aja." Jawabku. "Hmm, gimana ya ngejelasin nya." Mama terlihat berpikir keras. "Hmm, gini..." Ucapan mama terputus karena di sela oleh BI Inah. "Maaf nyonya, saya memotong pembicaraan nyonya, karena makanan non Zella udah jadi." "Iya,gak apa bi Inah." Jawab mama. "Nanti sore mama kasih tau kamu jawaban nya, sekarang kamu makan, nanti kamu telat." Ucap mama kepada ku. Aku hanya mengangguk pelan, dan menyendok makanan ke mulut ku. "Zella, cepat, kita udah telat." Aku buru-buru mengambil tas takut di tinggal oleh papa. "Bentar pa, Zella udah siap nih." Aku berlari menghampiri Mama dan mencium tangan nya. "Ayo, Zella." Papa udah berjalan ke arah mobil. "Papa tunggu!!" Teriak ku, takut di tinggal oleh papa. Papa hanya tertawa melihat tingkah ku. Saat aku udah sampai di depan mobil, aku hanya cemberut. "Anak papa kalau kayak gitu seperti burung pelikan." Ledek papa, sambil mengacak rambutku. "Apaan sih, papa." Ketus ku. Papa hanya tertawa makin keras. Aku yang di tertawa kan hanya bersungut-sungut, kesal. "Udah, ayo masuk." Aku masih bersungut-sungut,tapi aku tetap masuk. Di jalan aku tidak banyak bicara, mood ku hari ini hancur gara-gara papa. "Hey, kok putri papa diam aja pagi ini?" Tanya papa memecah keheningan. Aku hanya menggeleng tidak menjawab. "Masih marah ya sama papa?" Aku masih tidak menjawab. "Udah dong marah nya." Bujuk papa sambil mencolek pipi ku. Aku menepis tangan papa. "Kan, udah papa duga kamu masih marah sama papa." Papa tertawa sambil fokus menyetir mobil. Aku tetap diam, tidak menanggapi gurauan papa. "Hati-hati ya, sayang." Aku hanya tersenyum tipis, dan mencium tangan papa. "Dadah sayang." Papa melambaikan tangan, aku hanya membalasnya dengan senyuman. Aku terus berjalan menuju gerbang sekolah. "Pagi, neng Zella." Sapa penjaga gerbang sekolah. "Pagi, pak Bujang." Balas ku. "Saya salut dengan neng Zella, selalu datang cepat." Aku hanya tersenyum, mengangguk. "Saya masuk dulu ya, pak." Sela ku, sebelum pak Bujang bicara sampai kemana-mana. "Eh, baik neng, silahkan masuk." Pak Bujang yang sadar atas kesalahan dia, dia akhirnya membuka kan gerbang nya. "Terimakasih." Ucap ku. "Iya, sama-sama."balas nya. Ku kira mood ku sebentar saja memburuk, rupanya seharian mood ku buruk. Dan aku juga baru mengetahui sesuatu rahasia dari teman-teman ku. "Hai." Sapa Ghina. Aku sedikit terkejut, karena di dorong tiba-tiba. "Kamu ini, aku hampir jatuh tau!" Aku mengaduh, karena aku hampir tersungkur. "Maaf ya, Zella." Ghina hanya nyengir lebar. "Iya." Jawabku tak peduli. Aku terus berjalan menuju kelas. "Zella tunggu." Ghina berlari, agar menyejajari jalan ku. "Kamu kenapa?" Tanya Ghina saat jalannya telah sejajar dengan ku. "Gak ada." Jawabku tak peduli. "Kamu lagi bad mood ya?" Tebak Ghina. Aku tidak menjawab. "Zella, kok kamu nge cuekin aku?" Tanya Ghina kesal. "Aku lagi malas jawab." Jawabku datar. "Oke, aku gak akan bicara dengan kamu!" Ucap Ghina ketus. Dia berjalan mendahului ku sambil bersungut-sungut. Aku tetap tidak peduli. Aku melihat kelas, masih sepi, hanya Ade beberapa teman ku yang masih bisa di hitung. "Hai Zell, selamat ya, kamu jadi juara kelas lagi saat ulangan harian kita kemarin." "Eh, emangnya udah keluar ya siapa yang juara?" Tanya ku sedikit terkejut. "Udah, ada di Mading depan kelas." Jawab salah satu teman ku. Aku berlari ke luar kelas, di susul dengan Ghina di belakang ku. Dia juga terkejut mendengar pernyataan salah satu teman ku. Aku melihat urutan juara kelas di sekolah kami. Urutan pertama : Anzella Griselda Putri. Urutan kedua: Adrian Devino. Urutan ketiga: Al fisya Natasya. Urutan keempat: Tressa Yaghina. Urutan kelima:. Adriana Devina. Urutan keenam: Angela Nadhira Zaura. Dan seterusnya hingga urutan terakhir Rayn Alfino. Aku menelan ludah, karena tidak menyangka bisa menjadi juara kelas lagi. "Selamat ya, Zell." Ucap nya tersenyum. "Katanya kamu marah sama aku?" Tanya ku meledek nya. "Eh, itu, aku hanya bercanda." Jawabnya menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Aku tertawa sambil memeluk Ghina. Aku berharap hari ini menyenangkan setelah papa membuat ku kesal tadi saat berangkat sekolah. Kami tidak menyadari sebentar lagi masuk, dan para murid sudah banyak yang berdatangan. "Zell, masuk yuk." Ajak Ghina menarik tangan ku. Aku hanya tertawa membiarkan Ghina membawa ku ke kelas. *** Ternyata aku keliru, ke kesalan ku belum berakhir hingga pulang sekolah. "Anak-anak, ayo ganti pakaian nya, sekarang!!" Teriak Mister James, saat kelas sudah mulai. Aku dan teman-teman sekelas ku berlari menuju ruang ganti pakaian. Kami memang memiliki ruang ganti pakaian masing-masing. Jadi, lebih mudah untuk mengganti pakaian. Aku mencari bilik pakaian yang tertulis nama ku. "Huh, Mister James itu sangat galak, memang cocok dengan Miss Della." Gerutu Ghina. Aku tertawa mendengar nya. Murid-murid di sini kalau sedang kesal dengan Mister James atau Miss Della, biasanya mengumpat dengan men jodoh- jodoh kan mereka berdua. "Sudahlah Ghin, ayo ganti pakaian kita." Dia menghela nafas panjang, dan masuk ke dalam bilik nya, aku juga ikut masuk ke dalam bilik ku. *** "Oke, kita akan belajar di lapangan biasa, karena ruang olahraga kita sedang ada renovasi. Saya tidak akan basa-basi lagi, baik, sekarang kita akan bermain voli, saya akan membagikan tiga kelompok, saya akan mengumumkan kelompok kalian masing-masing. Kelompok yang pertama, Zella, Vino, Ghina, Rayn, Angela, Vina, Sean, Lian, Nia, dan Reska. Empat orang akan menjadi pemain cadangan, yaitu Angela, Vina, Sean dan Nia. Oke, kelompok selanjutnya..." Aku terdiam. Memang menyenangkan sekelompok dengan Ghina, tapi aku tidak menyangka akan sekelompok dengan mereka. "Zella, kita sekelompok, Zell." Aku hanya tersenyum tipis. "Kamu kenapa?" Tanya Ghina. Aku menggeleng pelan. "Kamu gak suka ya, sekelompok dengan ku?" Tanya Ghina sedih. "Eh, enggak kok." Jawabku cepat. "Terus kenapa?" Saat aku hendak menjawab ada yang memanggil ku. "Zella, Ghina!" Kami menoleh. "Huh, kalian bisa serius gak sih?!" Ini yang membuat ku malas sekelompok dengan mereka, karena ketuanya adalah Vino. "Iya, sabar dulu kenapa?!" Balas Ghina berseru ketus. "Hey, santai aja ngomong nya, jangan ngegas." "Kamu yang ngegas deluan!" Aku menarik tangan Ghina, untuk pergi menjauh. Aku tidak terlalu peduli dengan kata-kata anak itu. "Hey, aku sedang bicara, kalian malah pergi begitu saja? Dasar tidak sopan." Umpat nya. Aku menatap dingin ke arah anak cowok itu. "Hey, kalian!!" Panggil Mister James. Kami menoleh. "Ayo berkumpul, saya akan menjelaskan permainan nya. Kelompok pertama akan melawan kelompok ke dua, dan saat sudah menemukan pemenang di babak pertama, kelompok yang ka adalah akan melawan kelompok ke tiga. Maka, kelompok yang menang bisa istirahat, dan kelompok tiga atau kelompok yang kalah di antara salah satu nya yang menang, akan melawan kelompok yang menang. Faham?" Tanya Mister James tegas. "Faham!" Jawab kami serentak. "Baik, kita akan mulai pertandingan nya!" Saat kami hendak mengambil posisi, salah satu anggota dari kelompok dua mengangkat tangan. "Ya, Arga?" Tanya Mister James. "Apakah kita tidak berdiskusi dulu, Mister?" Tanya nya. "Baiklah, saya akan memberikan kalian waktu diskusi selama sepuluh menit dari sekarang!" Kami samua langsung berkumpul sesuai kelompok masing-masing. "Aku akan membagi siapa saja yang akan di depan, di tengah dan di belakang. Yang di depan itu, aku, dan Ghina, yang di tengah adalah Lian yang paling belakang adalah Zella, Rayn dan Reska." "Hey, kenapa aku harus dekat kamu?" Tanya Ghina tidak terima. "Jangan banyak tanya, ikut aja yang aku suruh." Ghina hanya mendengus kesal. "Oke, aku tidak akan basa-basi lagi, yang akan nge servis pertama kali adalah Rayn, aku Ghina, dan Lian akan menjadi setter, kalian juga harus bisa melawan mereka, walaupun menang itu tidak penting, tapi usahakan kita bisa menang, dan kerjasama tim lah yang akan membuat kita bisa menang." Kami mengangguk. "Oke, anak-anak, waktu diskusi kalian telah berakhir. Ayo kita mulai pertandingan nya!" Kelompok ku dan kelompok dua berlari ke lapangan pertandingan. *** Sudah setengah jam kami bertanding. Dan yang memenangkan pertandingan adalah kelompok kami. "Baik, kita istirahat sejenak." Mister James meniup peluit nya. Kami semua bubar dari lapangan. Sepuluh menit kemudian, Mister James meniup peluit nya lagi. "Oke anak-anak, istirahat kalian selesai. Ayo maju kelompok dua dan tiga!" Seru Mister James tegas. Kelompok ku masih boleh istirahat, walau cuma duduk dan nonton, kami bisa memulihkan kondisi tubuh kami. Kami terus menonton pertandingan nya hingga tak terasa sudah hampir setengah jam, pertandingan antara kelompok dua dan tiga hampir selesai. Ini penentuan kelompok siapa yang akan menjadi lawan kami. "Oke anak-anak, pertandingan selesai, kalian boleh istirahat!" Mister James meniup lagi peluit nya. Dengan skor unggul, kelompok tiga bisa mengalahkan kelompok dua. Aku merasa, mungkin kelompok dua lelah, karena setelah menghadapi kami, mereka harus menghadapi kelompok dua. Istirahat kali ini cukup lama, karena ini penentuan siapa pemenang nya. Lima belas menit kemudian Mister James meniup peluit nya tanda pertandingan penentuan dimulai. "Ayo, bersiap-siap di tempat kalian kelompok satu dan tiga!" Kami berlari ke tempat kami masing-masing. "Heh, akhirnya kita bisa menjadi lawan tanding lagi, vino." Vino hanya menatap datar ke arah Zidan, selaku ketua kelompok tiga. Yang ku dengar dari mulut ke mulut, saat Vino bertanding basket di turnamen basket, Zidan menempati posisi tim lawan. Dan yang ku dengar, bahwa tim Vino kalah melawan tim Zidan. "Seharusnya dari tadi Mister James memberikan lawan setara." Ucap Zidan memanas-manasi kelompok kami. "Yeah, mungkin waktu itu aku kalah, tapi ku pasti kan kali ini kelompok ku tidak akan kalah." Jawabnya santai, tapi, tetap memakai wajah datar. Zidan mendengus kesal, karena melihat lawan bicaranya tidak sensitif. "Ayo, kita mulai pertandingan nya!" Kami bertanding dengan sengit, skor kami imbang, dengan skor 1-1. "Kamu tidak bisa melawan ku!" Teriak Zidan marah. "Kenapa kami tidak bisa melawan mu?" Tanya Vino datar. Kami terus bermain sengit, kelompok dua terus menyemangati kami, walaupun mereka lawan kami, tapi mereka tetap teman kami. Saat waktu hampir habis, sesuatu terjadi. "Rasakan ini!" Teriak Zidan marah. Ghina berusaha menggapai bola, tapi tanpa sadar oleh Ghina, Lian menabrak tubuh Ghina, membuat Ghina jatuh berdebam ke lantai lapangan. "Ghina!!" Aku berteriak panik. Lian bergegas membantu Ghina duduk. Dari wajahnya, aku melihat wajahnya setengah panik, setengah merasa bersalah. "Ghina!" Aku berlari meninggal kan sisa pertandingan. "Zella, tetap di tempat mu!" Teriak Vino. Aku tetap berlari, tidak mempedulikan panggilan nya. Aku sempat melirik dia sekilas, Dari wajahnya dia seperti khawatir. Entahlah, entah dia khawatir dengan Ghina, atau khawatir dengan pertandingan nya. "Anak-anak, kita hentikan permainan nya sejenak!" Teriak Mister James kuat. "Kamu tidak apa-apa?" Tanyaku khawatir. Aku berjongkok di depan nya. "Aku tidak apa-apa kok, Zell." Jawabnya tersenyum. "Tidak apa. Apanya?!" Tanyaku mengomel. Aku melihat lutut nya, celana nya bolong, aku membuka pelan-pelan celana nya hingga ke lutut. Darah mengalir deras dari lututnya. "Kita ke UKS." Ajak ku tegas. "Sungguh, aku tidak apa-apa." Dia berusaha menolak. Mister James berlari mendekati kami. "Ghina, kamu tidak apa-apa?" Tanya Mister James cemas. Ternyata Mister James bisa cemas juga. "Iya, saya tidak apa-apa, Mister." Ghina mengangguk lalu tersenyum. Aku hendak protes, tapai tangan ku di tahan oleh Ghina, dia menatapku,aku menghembuskan nafas berat. "Ghina, aku, aku minta maaf, aku tidak sengaja." Ucapnya meminta maaf. "Tidak apa-apa kok." Jawab Ghina. Lian menatap Ghina dengan tatapan merasa bersalah. Ghina hanya tersenyum, membalas tatapan nya. "Ayo, kita harus ke UKS, sekarang juga!" Paksa ku. "Tapi, kamu harus bertanding, kamu di butuhkan di kelompok kita." Ucap Ghina berusaha menolak permintaan ku. "Tenang saja,aku akan meminta izin ke Mister James,kok." "Mister, apa saya boleh mengantar Ghina ke UKS?" Tanya ku memohon. Mister James menatap ku, lalu menghembuskan nafas panjang dan mengangguk. Aku tersenyum senang. "Vina, bantu Zella untuk mengantar Ghina ke UKS." Vina mengangguk, lalu bergegas mengangkat tubuh Ghina, membantu ku. "Aku dan Vina membopong tubuh Ghina menuju UKS. Samar-samar aku mendengar suara Mister James. "Anak-anak, permainan akan kita lanjutkan. Pemain pengganti sementara Zella adalah Sean, dan yang menggantikan posisi Ghina adalah Angela. Ayo anak-anak, bersiap di tempat kalian masing-masing!" Mereka melanjutkan permainan yang sempat tertunda. Aku sudah tidak melihat apapun lagi, karena aku sudah di dalam UKS, aku hanya mendengar keributan orang-orang yang saling menyemangati. "Aduh, dimana obat luka, ya?" Aku mondar-mandir mencari obat luka. Vina juga ikut membantu ku mencari obat nya. "Biar aku tanyakan ke ibu kesehatan." Kata Vina memberi usul. "Ide bagus." Aku mengangguk. Belum genap anggukan ku, Vina sudah berlari ke luar UKS, menuju apotek mini milik sekolah. "Ghina, biar aku obati." Ghina langsung menahan tangan ku yang hendak menyentuh lutut nya. "Kamu mau ngapain?" Tanya Ghina curiga. "Aku mau menyembuhkan lutut mu." Jawabku santai, gak peka. Dia menepuk dahinya pelan, tidak percaya dengan kata-kata ku barusan. "Hey, kalau kamu nyembuhi nya dengan kekuatan kamu, nanti orang akan curiga." Ucapnya mengingat kan ku. "Aku tau, tapi kita gak bisa lama-lama nungguin dia terus." Tolak ku. "Enggak." Tegas nya, memegang tangan kanan ku. Memang, tangan kanan ku di tahan oleh nya, tapi tangan kiri ku diam-diam melakukan teknik penyembuhan. Beberapa menit kemudian lutut nya kembali seperti semula, hanya saja aku sengaja meninggalkan bekas lukanya. Dia kaget melihat lutut nya. "Zella!" Serunya kaget. Aku hanya nyengir lebar. Tidak lama setelah itu Vina datang dengan membawa obat luka. "Teman-teman ini obat nya, maaf lama." Ucapnya ngos-ngosan. Tapi, beberapa detik setelah itu dia terdiam. "Oh, sudah di obati ya?" Kami saling pandang. "Kenapa?" Tanya nya bingung. Kami menggeleng. "Oh ya, aku mau tanya, kok lutut Ghina bisa sembuh. Kamu pakai obat apa?" Tanya nya curiga. Wajah Ghina pucat, apalagi aku. "Eh, tadi aku menemukan obat luka nya, ternyata obat nya di bawah lemari. Hehehe.." jawabku asal. Ghina juga ikut mengangguk tanda setuju. "Oh, begitu." Ucapnya manggut-manggut, tanda mengerti. "Ayo, pertandingan belum selesai, kamu pemain utama, jadi harus cepat." Ajaknya, sudah berlari duluan menuju pintu keluar. Aku dan Ghina saling tatap, menghela nafas lega, lalu mengikuti nya. "Waah, pemain utama nya sudah datang." Seru Mister James. Aku merapikan ikatan rambut ku. "Sean, kamu sekarang bisa istirahat." Sean mengangguk. Sebelum Sean meninggalkan lapangan, aku lebih dulu mengangkat tangan. "Ya, Zella?" Tanya Mister James bingung. "Saya ingin berganti posisi dengan Angel." Jawabku tegas. Seluruh orang yang menyaksikan kaget. Termasuk Vino. Mister James mengembuskan nafas pelan. "Baiklah." Jawab Mister James mengangguk. Wajah ku berubah menjadi cerah. "Angela, apa boleh kamu berganti posisi dengan Zella?" Angel mengangguk tersenyum. Kami memulai permainan nya yang berhenti sejenak. "Ayo, anak-anak waktu kalian tinggal sepuluh menit lagi!" Teriak Mister James mengingat kan. "Heh, kalian tidak bisa melawan kami, kalian akan kalah. Rasakan ini!" Teriak Zidan melempar bola nya, dengan kencang. Aku menggapai nya, dan berhasil. "Apa yang kamu bilang? Kamu yang menang?" Tanyaku meremehkan lawan yang ada di depan ku. "Rasakan ini!" Teriakku. Aku melempar nya pelan. Aku memang tidak berniat melempar nya dengan kencang, aku hanya ingin mengecoh kan mereka. Sasaran ku adalah celah-celah yang terbuka. Sasaran ku tepat, bola itu tidak bisa di gapai mereka. Aku tidak menyadari kalau kami sedang di tonton seluruh murid, karena waktu istirahat sudah lewat beberapa menit yang lalu. Mereka tercengang melihat tembakan ku pas sekali, bahkan ada yang memukul-mukul pipinya, karena tidak percaya dengan apa yang dia lihat, Mister James tersenyum tipis melihat lemparan ku tadi. "Anak-anak, waktu kalian sudah habis!" Teriak Mister James, seraya meniup peluit panjang. "Pemenangnya adalah kelompok vino!" Seluruh murid yang menyaksikan bersorak-sorai. "Ayo anak-anak berkumpul sebentar!" Kami berlari menuju tempat berdirinya Mister James. Aku sempat melirik ke arah Zidan, dia tampak kecewa dan tidak percaya dia bisa di kalahkan oleh anak perempuan. "Kalian berlatih dengan baik, pekan depan kita akan evaluasi permainan ini, kelompok nya tetap sama." Salah satu teman ku mengangkat tangan "Ya, Amel?" Tanya Mister James menatap Amel. "Eh, kita evaluasi nya tidak tertulis?" Mister James mengangguk. "Ya, kita evaluasi nya tidak tertulis." Jawab Mister James. Teman-teman ku berseru senang. "Baik, masih ada pertanyaan lagi?" Tanya Mister James memastikan. Kami menggeleng. "Baik, kalian boleh bubar." Kami langsung bubar, aku berlari menuju tempat duduk Ghina. Seharusnya sebentar berjalan menuju tempat duduk nya, tapi aku merasa sangat lama untuk Sampai ke sana, karena di hadang teman-teman ku. "Huft, aku capek." Keluh ku, saat sudah sampai di salah satu tempat duduk di dekat tempat duduk Ghina. Ghina tersenyum. "Selamat ya Zell, kamu hebat!" Puji Ghina. Aku hanya menggaruk kepala ku yang tidak gatal. "Kamu lapar?" Tanya Ghina. Aku mengangguk. "Mau makan apa? Biar aku traktir." Aku menatap nya menyelidik. "Eh, kenapa kamu menatap ku seperti itu?" Tanya Ghina kikuk. "Tumben, biasanya aku yang traktir kamu, kok sekarang dengan senang hati kamu traktir aku?" Tanya ku lagi. Dia tertawa. "Ini hadiah untuk sang juara." Jawab nya tersenyum. "Cepat, kamu mau pesan apa?" Tanya nya beranjak berdiri. "Terserah kamu." Jawabku. "Hai, Zella!" Sapa Lian dan Nia. "Hai." Jawabku malas. "Aduh, sang juara kok lemes?" Goda Nia. Aku hanya mendengus pelan, Lian menjitak kepala Nia, membuat Nia mengaduh pelan. "Dimana Ghina?" Tanya Lian tak peduli dengan omelan Nia. "Ada, lagi mesan makanan." Mereka mengangguk. Selang beberapa menit, Ghina akhirnya datang sambil membawa satu nampan yang berisi makanan ku dan dia. "Sorry lama." Ucapnya sambil meletakkan nampan nya ke atas meja. Aku hanya melambaikan tangan, tidak masalah. "Eh, ternyata ada Lian dan Nia." Ucap Ghina seraya duduk di tempat duduk nya. Mereka mengangguk. Kami mengobrol sambil makan. Tak terasa ada yang mencari aku dan Ghina. "Maaf, Lian, Nia, boleh pindah dulu?" Tanya Rayn, dengan membawa rombongan nya. "Kami ingin bicara dengan mereka." Lanjut nya. Aku tetap makan, tidak peduli dengan suruhan mereka. "Eh, boleh." Jawab Nia menyenggol lengan Lian. Lian menatap Nia bingung, seakan-akan bertanya, "kenapa?" Nia tidak menjawab, dia langsung menarik tangan Lian untuk pergi. Beberapa menit setelah mereka pergi, baru mereka bicara. "Aku ingin tanya sesuatu sama kamu." Ucap Rayn memukul meja. "Kalau mau nanya tu yang sopan." Ucap ku dingin. "Kalau pertanyaan nya gak penting, mending kalian pergi." Aku mengusir mereka. "Kamu!" Rayn menggeram. Angel menahan tangan Rayn yang hendak menjambak rambut ku. "Lepasin, aku ingin menjambak rambutnya!" Teriak Rayn marah. "Apa kamu tidak di ajari tata Krama?" Tanya Vino datar. "Mana mungkin aku tidak di ajari tata Krama." Jawabku santai. "Kamu!" Rayn masih menahan marahnya. "Oh ya, tadi kamu bilang ingin menjambak rambutku, bukan?" Tanyaku terus memanas-manasi nya. "Kita aja belum kenal, kamu malah mau jambak rambut ku?" Aku sengaja mengulur waktu agar mereka tidak bertanya tentang apa yang sedang ku pikirkan. "Kami ingin menanyakan hal serius, maaf kalau kami lancang, karena langsung mengintrogasi kalian." Jawab Angel lembut, sambil menahan tangan Rayn. "Eh, sepertinya bel bentar lagi masuk. Kami pergi dulu ya!" Aku langsung menarik tangan Ghina cepat-cepat, agar menghindari pertanyaan nya. Ternyata mereka tidak putus asa untuk menanyakan apa yang ingin mereka tanyakan. Aku terus mencoba menghindari mereka. Tapi percuma, mereka terus mengejar. Hingga sekarang. Teman-teman sudah pada pulang, hanya aku, Ghina, Rayn ,Angel, dan Vino. Mereka telah memblokade pintu kelas, agar kami tidak bisa kabur lagi. Lagipula aku sudah lelah menghindari mereka terus. "Heh, ternyata kalian gak akan menyerah ya, mungkin sampai besok akan mengejar kami." Ucap ku sambil membereskan buku ku, dan memasukkan nya ke dalam tas. "Ternyata kamu peka juga." Balas Rayn. "Apa yang ingin kalian tanyakan?" Tanya ku, tetap fokus dengan barang-barang ku. "Kami ingin tanya, kamu bisa menyembuhkan orang lain kan?" Tanya Angel. "Enggak." Jawab ku malas. "Jujur saja, kami sudah tau kok." Jawab Vino. "Tau apa kalian?!" Tanya Ghina membentak. "Kalian berdua memiliki kekuatan, bukan?" Tanya Rayn. "Pasti, mereka tau dari Vina. Dasar pembocor!" Batin ku. "Vina tidak membocorkan rahasia kalian kok, dia tidak pernah membocorkan rahasia siapapun." Aku tertegun, bagaimana dia bisa tau isi pikiran ku? Untung nya Vina lagi tidak ada di kelas, jadi dia tidak tau kalau aku mengumpat nya. "Terus kalian tau darimana?" Tanya Ghina menyelidik. "Dengan mendeteksi kekuatan kalian." Jawab Rayn santai. "Dan Angel adalah orang yang bisa membaca pikiran seseorang." Lanjutnya. "Tidak ada yang bisa membaca pikiran orang!" Sergah Ghina. "Kalau begitu, teman kamu juga. Tidak ada yang bisa menyembuhkan seseorang." Balas Vino. Ghina terdiam, tidak bisa berkata-kata. "Jujur!" Bentak Rayn. "Kenapa pula kamu yang sibuk, suka-suka kami dong mau jujur atau enggak. Lagipula aku sudah menjawab pertanyaan kalian." Jawabku melambaikan tangan. "Kalau kamu tidak jujur, aku akan.." "Akan apa?!" Tanya ku memotong ucapan nya. "Kamu.." "Awas, awas!" Seru Vina mendorong tubuh vino, membuat nya terhuyung dan membuat tubuhnya mengenai Rayn. bruk! tubuh Rayn terhuyung ke depan, wajahnya dengan wajah ku hanya berkisaran lima belas Senti. Wajah ku pucat, separuh kaget, separuh malu. Aku bisa mendengar suara nafas nya. Refleks aku menampar pipi Rayn. Mungkin wajahku mirip kepiting rebus. Dia melotot marah ke arah ku. Mungkin dari tatapan nya, dia berkata, "kenapa kamu menamparku?" Mungkin itu maksud dari tatapan nya. Aku balas melotot, kenapa pula dia marah dengan ku. Yang lain Manahan tawa, hanya Ghina yang tidak tertawa. Aku menunduk menutupi wajah ku yang memerah. "Udah selesai kan? Aku mau pulang dulu, bye." Aku menarik tangan Ghina menuju pintu kelas. Tidak ada yang menahan gerakan kami lagi. Rayn juga menunduk karena malu. Aku berlari meninggal kan kelas. "Kamu kenapa?" Tanya Ghina. Aku menggeleng. Ghina faham dengan ekspresi ku, jadi dia tidak bertanya lagi. *** "Anak papa dari tadi kok ngelamun terus?" Tanya papa, aku menggeleng. Sekarang jam makan malam, kami biasa mengobrol di meja makan. "Kamu ada mikirin seseorang ya?" Tebak mama. "Mood Zella lagi gak bagus ma, jadi jangan bikin mood Zella makin gak bagus." Ucap ku kesal. "Zella udah selesai, Zella Luan masuk kamar ya, ma, pa." Pamit ku, beranjak menuju kamar. Saat di kamar aku merebahkan diri ke tempat tidur. Aku masih terbayang saat kejadian di kelas tadi. Aku menutup muka ku dengan bantal, berharap bayangan tadi bisa hilang. Aku terus mencoba menghilangkan bayangan tadi hingga aku tertidur.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN