"Jangan lancang!" Ucap Devano yang tiba-tiba berdiri di belakang Ica, tangan Devano dengan kasar menarik handphone miliknya dari tangan Ica.
Ica terkejut akibat suara berat milik Devano, tubuhnya tersentak, hampir saja ia menjatuhkan handphone milik Devano.
"Maaf.." Ujar Ica ketakutan.
"Mau apa kau kesini?"
"Mama, mama manggil kita."
"Pergilah duluan aku akan menyusul sebentar lagi."
Ica mengangguk lalu beranjak meninggalkan Devano di kolam renang. Apa-apaan itu tadi, pasti ada yang di sembunyikan oleh Devano. Foto-foto apa itu? Ica harus segera mencari tau apa yang terjadi, ia tidak bisa diam saja seperti ini, semakin lama di biarkan Devano akan semakin jauh darinya.
Sebagai calon istri, sudah sepantasnya dong Ica tau tentang semua hal yang berhubungan dengan Devano.
"Dimana Devano?" Ucap Farah.
"Sebentar lagi dia datang ma, ah, itu dia."
"Ada apa ma?"
"Mama langsung ke intinya aja."
"Mama mau pernikahan kalian tidak di tunda-tunda lagi. Mama sudah urus semua nya dari gedung, undangan, gaun, makanan, semuanya—"
"Tidak." Potong Devano.
"Kalian akan menikah bulan depan, dan kamu harus menuruti mama." Ucap Farah, Ica menatap Devano dengan senyuman penuh kebahagiaan di wajahnya. Mimpi apa dia semalam sampai bisa mendapatkan kabar bahagia seperti ini.
"Kamu tidak bisa menunda lebih lama lagi Dev, semakin kamu menunda, perut Ica akan semakin membesar, dan itu bisa menjadi bumerang bagi perusahaan kita." Jelas Farah.
"Aku tidak mau! Satu-satunya perempuan yang akan aku nikahi adalah Kezia Aprilla! Bukan Ica atau bahkan perempuan manapun yang ada di dunia ini."
"Kalau itu bukan Kezia, aku tidak mau."
"Apa maksudmu Dev? Kamu tidak malu berbicara seperti itu, bukannya kamu yang membuang Kezia dulu?"
"Itu bukan—"
"Sudah lah Dev, hentikan sikap kekanak-kanakanmu ini, biar bagaimana pun kamu adalah seorang direktur, kamu pasti paham apa yang mama maksudkan tadi."
"Biarkan aku membuktikan kebenaran tentang anak ini dulu ya ma."
"Tidak Dev, bulan depan kamu harus menikah dengan Ica, mama tidak mau ambil resiko apapun. Lagi pula Ica juga perempuan yang baik-baik, dia pantas dan sangat cocok untukmu."
"Aku tidak—" Ucapan Devano terhenti saat Farah tiba-tiba menggebrak meja dengan penuh amarah.
Perempuan itu menatapnya lekat-lekat, sambil menarik nafas panjang Farah berusaha sebisa mungkin untuk mengontrol emosinya.
"Mama sudah cukup malu saat tau kamu sering melakukan hal menjijikkan seperti tidur dengan perempuan sebelum menikah."
"Mama tidak kuat lagi untuk memikirkan masalah-masalah yang begitu pelik seperti ini Dev, mama sudah tua, tolong mengerti." Ucap Farah lalu meninggalkan Devano dan Ica berdua di ruang keluarga.
"Sialan!" Amuk Devano sambil memukul meja. Ica memandangnya dengan tatapan penuh kebahagiaan. Satu bulan lagi ia akan memiliki Devano sepenuhnya. Perempuan itu sangat yakin kalau Devano lambat laun akan mencintainya, sama seperti ia mencintai Kezia saat ini.
"Aku akan pergi ke kamarku, sayang." Ucap Ica sambil tertawa.
Devano menatap Ica dengan sangat menyeramkan, rasanya ia benar-benar marah dan tidak terima. Ia sangat yakin kalau anak yang di kandung oleh Ica itu bukan lah anaknya, memang malam itu dia terbangun tanpa busana di samping Ica, tapi entah kenapa ia tidak bisa mengingat kejadian apa yang mereka lakukan sebelumnya. Apakah Devano benar-benar tidur dengan Ica dia pun tidak tau.
Kalau saja sepuluh tahun yang lalu Kezia tidak pergi, pasti saat ini perempuan cantik itu sedang memilih gaun mewah untuk pernikahan mereka.
Tangan Devano mengambil telepon di saku celananya, perhatiannya teralih pada sebuah nomor yang tidak dikenal mengirimkan beberapa foto untuknya.
Pasti receptionist tadi.
Jarinya membuka pesan itu dan melihat foto-foto di dalam, seorang perempuan dengan dua anak laki laki dan perempuannya berpose di disana dengan senyuman bahagia.
Seolah membeku, tubuh Devano tidak dapat bergerak sedikitpun, matanya terpaku dengan wajah cantik perempuan yang selama sepuluh tahun ini ia cari-cari.
Tanpa sadar air mata bercucuran deras di pipinya, laki laki itu menangis tersedu-sedu, hatinya yang selama ini membeku seolah mencair dan dipenuhi oleh kehangatan. Akhirnya ia dapat menemukan satu titik terang untuk menemukan Kezia.
Devano melihat ke arah Kenzie yang benar-benar mirip dengannya.
"Dev, Kezia mau punya anak kembar. Cewe sama cowo. Yang cewe mirip Kezia, yang cowo mirip kamu."
Tiba-tiba ingatan Devano tentang impian Kezia dulu melintas di kepalanya, ternyata harapan yang dulu hanya mereka anggap sebagai bualan belaka berubah menjadi kenyataan, namun sayangnya Kezia harus merawat kedua anak mereka sendirian tanpa adanya sosok Devano sebagai suami dan ayah di dalam hidup mereka.
Benar-benar bodoh!
Devano memukul-mukul kepalanya dengan begitu keras sebagai bentuk hukuman bagi dirinya sendiri.
Padahal dia tau kalau Kezia selalu jujur dengannya. Perempuan baik-baik itu tentu tidak akan berbohong pada Devano. Bahkan ia juga pernah berkata bahwa ia akan selalu percaya dengan Kezia.
Namun yang dia lakukan adalah membuang Kezia dari kehidupannya. Membuang dua anak tak berdosa yang seharusnya menjadi berkat untuk dirinya.
"Maafkan aku. Maafkan papa." Ucap Devano sambil menangis di hadapan foto Kezia dan anak-anak mereka.
"Aku akan segera menjemput kamu kembali padaku Key." Tekad Devano yang tanpa sadar di dengarkan oleh Ica.
Perempuan itu mengintip dari kejauhan, entah kenapa ia selalu ingin tau segala hal yang dilakukan oleh Devano. Tapi apa ini? Key? Kezia? Apa maksud Devano ingin menjemputnya, Devano sudah menemukan Kezia? Tidak. Kezia tidak boleh bertemu dengan Devano sebelum Ica dan Devano menikah.
Ica tidak akan membiarkan Kezia kembali dan merebut Devano lagi darinya.