DELAPAN

992 Kata
"Taylor, sini makan nak." Ucap Kezia setelah iya selesai memasak sarapan pagi untuk anak-anaknya. "Mommy gak makan?" Ucap Kenzie. "Mommy mau beresin kamar kalian dulu, kamu sama Taylor makan yang banyak dulu ya, setelah itu kita akan ke rumah grandpa." "Grandpa Albert?" "No, grandpa Alfonso." Ucap Kezia. Sudah sepuluh tahun ia tidak pernah mengunjungi makam ayahnya, entah kenapa rasa malu dan takut selalu menyelimuti dirinya untuk kembali pulang ke Jakarta. Selama ini Kezia hanya mengobati rasa rindu di hatinya dengan menatap album-album fotonya bersama dengan Alfonso dulu. "Selamat pagi mommy." Ucap Taylor yang baru saja bangun dari tidurnya. "Selamat pagi sayang." Kezia mengecup puncak kepala anak perempuannya dengan lembut. "Makan yang banyak ya, mommy beresin kamar kamu dulu." "Nanti aja mom, mommy makan dulu bareng Taylor sama Kenzie, nanti kita beres rumahnya bareng-bareng." Ucap Taylor. Kezia tersenyum melihat tingkah manis anak perempuannya, semoga kelak Taylor akan menemukan seorang laki laki yang dapat menerimanya dan memperlakukan dia bagaikan ratu di saat ia dewasa nanti, Kezia tidak mau Taylor bernasib sama sepertinya, biarlah hanya dia yang merasakan pedihnya di campakkan oleh orang yang sangat di cintai. "Makan yang banyak mommy! Mommy udah keliatan kurus sekarang." Ucap Kenzie lalu meletakkan satu sendok besar nasi goreng di piring milik ibunya. "Iya Kenzie, kamu juga makan yang banyak yaa, kamu udah mulai kurus semenjak ujian kenaikan kelas." "Itu sih salah Taylor mom." Ucap Kenzie. "Kok Taylor? Aku gak habisin makanan kamu kok." "Iya! Tapi kamu buat aku stress tau gak!" "Mommy tau gak, kata Taylor kalau Kenzie gak masuk sepuluh besar kemarin, Taylor gak akan anggap Kenzie sebagai abangnya lagi. Katanya dia malu punya abang yang bodoh. Jahat banget kan mom?" Adu Kenzie. Anak laki laki Kezia itu menatap ibunya dengan sangat serius bahkan saat mengatakan segala keluh kesahnya, Kenzie sampai tidak mampu mengatur pernafasannya dengan baik. Sebisa mungkin Kezia menahan tawanya, ternyata ancaman Taylor yang membuat Kenzie terus menerus begadang untuk belajar selama ujian kemarin. Wah Kezia baru tau ternyata anak perempuan nya ini lebih seram dari yang ia duga. "Kamu jangan begitu dong nak. Kenzie itu tetap abang kamu walaupun nilainya jelek." Ucap Kezia, tanpa memberikan pembelaan apapun Taylor menunduk dan meminta maaf pada Kezia. "Maafin Taylor ya Kenzie, Taylor cuma mau kamu serius sama pelajaran kamu. Abis kamu main mulu sih, main bola, main game, main robot robotan, nonton tv, tidur pas guru ngajar, semuanya kamu lakuin pas belajar, gak pernah serius. Gimana Taylor gak emosi mom kalau Kenzie kaya gitu?! Harusnya Kenzie bisa bedain dong kapan waktunya belajar kapan waktunya main. Ini maiiiiiinnn mulu! Gak belajar belajar!." Ucap Taylor dengan penuh rasa bersalah di awal dan penuh dengan emosi di akhir. Begini lah sifat anak perempuannya, galak namun pehatian. Kenzie hanya mampu terdiam melihat Taylor memarahinya habis-habisan, saat ini Kenzie sadar, mengadukan siksaan Taylor pada Kezia adalah pilihan yang salah. "Iya iya, Kenzie janji bakalan serius belajarnya." "Janji-janjimu palsu Ken." Balas Taylor. Kezia tidak mampu lagi menahan tawanya, perempuan itu tertawa terbahak-bahak melihat tingkah aneh anak-anaknya, melihat sang ibu tertawa membuat Kenzie dan Taylor juga ikut tertawa, padahal mereka tidak tau apa yang Kezia tertawakan. "Ini sapu tangan siapa Tay?" Ujar Kezia saat menemukan sapu tangan milik Devano di atas tempat tidur Taylor. "Oh iya. Taylor lupa cerita ke mommy, itu sapu tangan punya om-om yang bantuin Taylor di bandara kemarin. Dia baik banget loh mom, ganteng, wangi, fasih berbahasa prancis lagi. Pinter banget kan mom?" "Dan yang hebatnya lagi om itu mirip banget sama Kenzie. Ternyata kalau di Indonesia, muka Kenzie itu pasaran ya mom." Kezia membuka lipatan sapu tangan itu dan membaca bordiran nama disana. Devano Julio Tubuh Kezia terduduk di tempat tidurnya, bagaikan habis di pukul kepala Kezia terasa sangat sakit. Kenapa Taylor bisa bertemu dengan Devano? Apa Devano memang sudah mengetahui keberadaan mereka di Indonesia? Tidak bisa. Taylor dan Kenzie tidak boleh bertemu dengan Devano. Kezia tidak bisa membiarkan anak-anaknya melihat orang yang telah membuang mereka bahkan sebelum mereka lahir di dunia ini. "Mommy kenapa?" Ucap Taylor. "Bisa tolong ambilkan obat mommy di tas nak?" Ucap Kezia berusaha menahan serangan panik nya yang tiba-tiba kambuh. "Ini mommy." Ucap Taylor ketakutan sambil memberikan obat dan segelas air minum pada Kezia. "Mommy udah mendingan?" "Udah sayang, terima kasih ya. Kamu mandi gih biar kita pergi ketemu grandpa. Taylor belum pernah ketemu sama grandpa kan?" Taylor mengangguk semangat lalu bergegas mandi, tak lupa juga ia memarahi Kenzie terlebih dahulu karena sedari tadi Kenzie hanya menghabiskan waktunya dengan menonton kartun di televisi. Selama tinggal di Jakarta, Kezia memutuskan untuk menyewa sebuah apartemen untuk diri nya dan anak-anaknya. Tentu saja ia menyewakan apartemen ini bukan atas namanya, melainkan atas nama James. Ia tidak bisa membongkar keberadaannya selama disini. Semua ini karena Devano. "Mom! Kita udah siap nih!" Sahut Taylor dari kamar mandi. "Kenzie belum mom! Masih baru mau mandi." Ujar Kenzie. "Kenzie gak ikut kan mom?" "IKUT!!" Jerit Kenzie sambil menangis dibawah shower. "Jangan berantem mulu nak hahaha." Di atas sebuah gundukan tanah Kezia menebar ribuan kelopak bunga mawar merah kesukaan Alfonso. Sambil menangis ia meluapkan seluruh kerinduan yang selama ini ia pendam. "Halo grandpa. Ini Kenzie dan ini adik Kenzie, namanya Taylor." Ucap Kenzie tersenyum manis. Setelah hampir satu jam mereka bertiga berada disana untuk bercerita dan memanjatkan doa, Kezia memutuskan untuk membawa Kenzie dan Taylor pergi ke sebuah mall untuk bermain dan berbelanja, ke luar negeri untuk kerja sambil liburan bukan hal yang salah kan? Tak lama setelah kepergian mereka, seorang laki laki dengan setelan khas kantor berdiri di samping makam Alfonso. Dengan ekspresi bahagia Devano memandang taburan bunga mawar yang selama ini di tunggu-tunggunya, selama ini, Devano lah yang membiayai dan merawat makam dari ayah Kezia dengan harapan Kezia akan kembali ke sana dan menaburkan bunga untuk ayahnya. "Ternyata itu benar-benar kamu Key." Gumamnya. "Alvin!" "Ya tuan?" "Pergi dan cari identitas seorang perempuan dengan anak kembar yang mendarat dari Paris kemarin." "Baik tuan." Ucap Alvin lalu pergi meninggalkan Devano. Kali ini aku tidak akan membiarkan mu pergi meninggalkan ku lagi Kezia.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN