Chapter 9

1001 Kata
Ethan memutar bola matanya jengah. Maxie lagi. Beberapa waktu lalu Jeremy, Thomas dan sekarang Maxie. Sebenarnya berapa banyak pria yang membuatnya mabuk separah ini?! “Oh bukan, kau pasti Nate,” ujar Diana membetulkan kalimatnya. Bertambah satu nama lagi. Hebat. “Sudah lama aku tidak pernah di gendong seperti ini. 5 tahun? 10 tahun? Oh tidak, berapa umurku sekarang?” Diana mencoba menghitung dengan jemari tangannya dengan sungguh-sungguh, “Hemmm... Kurang lebih 20 tahun... Hehehe.” Beberapa langkah lagi menuju kamar tamu, Diana berkata, “Aku ingin muntah.” Belum sempat Ethan menurunkan Diana, wanita itu sudah duluan muntah. Muntahan Diana mengotori pakaian mereka berdua. “s**t. Diana...!” *** Diana membuka matanya secara perlahan dan mendapati dinding berwarna putih yang asing tidak seperti dinding kamarnya yang berwarna soft pink. Bau maskulin yang sedikit familiar dengan cepat masuk di indera penciuman Diana lengkap dengan lengan kiri yang kekar sebagai bantal Diana sedangkan lengan satunya memeluk pinggang Diana posesif. Diana juga dapat merasakan hembusan nafas yang teratur si pria di tengkuknya. Diana mengingat kembali kejadian tadi malam mulai dari ia yang nekat masuk ke bar sendirian, minum, sedikit menari nakal, mungkin? Hanya itu yang ia ingat. Sisanya ia serahkan kepada si pria yang masih tertidur itu. Diana menghela nafasnya menertawakan dirinya dalam hati. Selamat Diana... Kau sudah menjadi jalang... Rasa penasaran dengan si pria yang sudah mengambil keperawanannya timbul tiba-tiba. Dengan perlahan Diana membalikkan tubuhnya dan spontan ia memekik kaget saat tahu siapa yang tidur dengannya. Mendengar teriakan Diana yang nyaring membuat Ethan langsung sadar terduduk. “Ada apa?!” What!? Ethan!? Tanpa pakaian...!? Bukannya menjawab, Diana malah kembali berteriak lebih kencang lalu mendorong tubuh Ethan hingga pria itu jatuh dari ranjang dengan bunyi 'bhuk' cukup keras dan di susul dengan segala umpatan yang Ethan tahu. Ethan berdiri meringis kesakitan yang hanya memakai boxer ketat. Demi Tuhan itu boxer ketat! Dan junior-nya sangat jelas tercetak membuat sekujur tubuh Diana merinding dengan wajah merah. “Kau—” Diana melihat tubuhnya yang hanya memakai dalaman membuat ia dengan cepat menarik selimut tipis untuk menutupi tubuhnya. “Apa yang kau lakukan?!” “Memangnya aku melakukan apa?! Seharusnya kau bertanya pada dirimu sendiri.” Ethan balik tanya dengan nada kesal masih meringis kesakitan mengusap b****g kanannya yang kesakitan. Jujur saja bukan hanya bokongnya yang sakit, kepalanya juga saat ini sangatlah pusing. Ia memijit pelipisnya dan mengernyit saat melihat di kaca rias di dekatnya ada goresan kecil di dahi. Ia mengingat kembali kejadian semalam saat di mobil bagaimana Diana memukul, menjambak, menendang, dan memaki Ethan seperti orang barbar. Mungkin karena itu... Diana memandang liar ke segala penjuru kamar tersebut. “Di mana pakaianku?” tanya Diana dengan suara yang mulai tenang. Ethan mengangkat alisnya. “Kau tidak tahu di mana pakaianmu?” “Jika aku tahu aku tidak akan bertanya denganmu,” gerutu Diana jengkel. Tanpa sadar Ethan mengukir senyum masih berdiri yang hanya memakai boxer dengan santai membuat Diana kembali memerah. “Aku rasa pakaianmu— tidak... Maksudku pakaian kita tidak akan bisa digunakan lagi mengingat kejadian tadi malam.” Ethan tersenyum jahil berbeda dengan Diana yang menatap Ethan dengan mata lebar dan mulut terbuka. Setelah itu dengan cepat Diana berdeham mengatur jantungnya yang terpompa sangat cepat seperti sedang lari marathon. Apa mungkin ia melakukannya dengan Ethan? Bagaimana bisa dengan Ethan? Banyak pria di bar tersebut tapi kenapa harus Ethan?! Dan kenapa juga dengan pakaian mereka? Apa Diana merobeknya— Tidak... Itu pasti hanya omong kosong. “Errr... Kita...” Diana susah mencari kata-kata. Alhasil ia hanya bisa menggantungkan kalimatnya sendiri. “Apa, sugar?” Ethan menyilangkan tangannya di d**a menatap Diana masih dengan senyum jahil. Karena aku pria, sugar... Diana mengerutkan dahinya merasa familiar dengan panggilan itu kemudian menggelengkan kepalanya. Ia menatap Ethan tepat di manik mata. Ia harus tahu apakah mereka sudah melakukannya atau belum. “Apa kita...” “Ya?” Ethan bertanya dengan sabar saat Diana kembali menggantung ucapannya. "Um... Kita tidak...” “Tidak... menari?” Diana menggeleng. “Bernyanyi? Mabuk? Tidur bersama?” Diana menggeleng terus hingga ucapan terakhir Ethan membuatnya bersemu merah. “Ah... Kau bertanya apa kita tidak tidur bersama?” “Jadi?” tanya Diana tidak sabaran. “Ckck... Aku kira kau mengingat setiap detail kejadian tadi malam... Bukankah tidak seru jika aku saja yang mengingat bagaimana liarnya dirimu tadi malam?” Mendengar itu wajah Diana kembali memerah. Seakan tidak cukup, Ethan kembali mengatakan hal-hal yang Diana saja tidak percaya. “Mulai dari mobil bergoyang,” “Tidak mungkin.” “Membuka pakaian,” “Hentikan itu!” “Belum lagi-” “Ethan!!!” Ethan mengangkat kedua tangannya ke atas tanda ia menyerah tetapi sebenarnya tidak. “Kau harus tahu satu hal, aku saja sampai kewalahan mengimbangimu tadi malam.” Diana membuka-tutup mulutnya seperti ikan koi. Ia dapat merasakan bukan hanya wajahnya yang memerah seperti tomat, tapi seluruh tubuhnya ikut memerah. Diana mengambil bantal lalu melemparkan ke Ethan bertubi-tubi hingga Ethan keluar dari kamar seraya tertawa keras puas dengan mainannya. Sepeninggalan Ethan, Diana mencoba mengatur nafasnya. Hirup... Hembuskan... Hirup... Hembuskan... Liar hingga membuat Ethan kewalahan? Itu sudah dapat menjawab pertanyaan yang ada di kepalanya sedari tadi. Ingin menangis? Marah? Untuk apa? Toh bukankah Diana yang menginginkan hal ini... Melakukan one night stand dengan pria asing? Perlu di hapus kata pria asing yang tadi malam ia katakan. Karena ia melakukannya dengan pria yang ia kenal. Garis bawahi, hanya kenal tidak akrab. Ethan merupakan kenalan Helena. Dan pria itu selalu menggodanya jika Venus dan Ethan berada di satu ruangan bersama. Dan Diana berfikir jika saat ini Ethan hanya menggodanya seperti sebelum-sebelumnya. Tapi melihat situasi seperti ini apakah bisa Diana berfikir jika Ethan benar-benar hanya menggodanya? Atau mereka memang telah melakukannya... Sial! Diana menatap dirinya kembali. Ia harus pulang sekarang karena 2 jam lagi ia harus bekerja. Tapi bagaimana? Tidak mungkin ia pulang hanya memakai dalaman, 'kan? Warna pink lagi... “It's not cool, Sweety,” bisiknya pada diri sendiri. Kembali ia menghela nafas lelah. Diana bangkit dari kasur, hendak berjalan menuju kamar mandi di kamar tersebut.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN