Chapter 8

1000 Kata
Tapi tak lama kemudian Ethan langsung kaget saat Diana menyingkap gaunnya dari bawah hendak menurunkan celana dalamnya membuat Ethan dengan sekuat tenaga menahan gaun tersebut. “Apa yang kau lakukan, Diana?!” Tiba-tiba saja Diana berjongkok dan menangis sekencang-kencangnya. Kembali, orang-orang yang berlalu-lalang di sana melirik Diana yang menangis dengan pandangan kasihan lalu menatap Ethan dengan tatapan menusuk seakan Ethan-lah yang bersalah, padahal ia tidak melakukan apapun sama sekali. “Hei, berhentilah menangis,” bisiknya saat melihat 2 orang security tersebut kembali menuju kearahnya. Sekali lagi Ethan mengatakan ‘efek mabuk’ membuat security itu kembali ke tempatnya. “Tahun berapa sekarang? Hiks...” tanya Diana masih menangis. Baru saja dia mabuk beberapa jam yang lalu sudah membuatnya lupa tahun? Hell... Belum sempat Ethan menjawab, Diana kembali membuka suara. “Apakah tahun 60an? 80an? Zaman jahiliah? Atau zaman purba? Bagaimana bisa seorang wanita baik-baik sepertiku tidak dibolehkan buang air? Memangnya apa salahku? Padahal aku sudah mengikuti ajaran agamaku hiks... Hiks...” celoteh Diana tidak penting yang didiamkan Ethan. Setelah itu Diana mulai tenang. Ethan sangat bingung dengan wanita dihadapannya ini, emosinya selalu berganti-ganti dengan cepat. Di dalam bar tadi ia dengan mudahnya berjoget dengan dua orang pria, detik berikutnya ia marah-marah seperti orang kerasukan, lalu detik berikutnya ia jadi seperti anak kecil yang menangis karena tidak dibelikan lolipop. Mungkin karena efek mabuk? Entahlah. “Ayo aku antar kau pulang.” Ethan membantu Diana berdiri. “Di mana mobilmu?” “Di sana.” Diana menunjuk bar dengan mata tertutup membuat Ethan terkekeh. “Begini saja, berikan aku kunci mobilmu.” Bukannya menjawab, Diana malah memutar tubuhnya hampir menabrak mobil yang tadi ia pukul kalau saja tidak di tahan Ethan. “Kau hampir menyakiti tubuhmu.” Diana mengerjap beberapa kali menghilangkan rasa nyeri di kepalanya. “Oh.” Ia menoleh ke kanan ke kiri sebelum menatap Ethan dengan wajah polosnya. “Di mana mobilku? Aku yakin aku mengendarai mobil sendiri.” Ethan mendenguskan kekehan seraya menggelengkan kepalanya. Wanita ini... Ethan menghela nafas lalu mengobrak-abrik isi tas Diana. “Hei apa yang kau lakukan? Pencuri!! Tolong ada pencuri!!! Tolong aku! Ada pria gila yang ingin mencuri selangkanganku...!” teriak Diana histeris. Ethan sempat terpana sejenak mendengar kata pencuri s**********n, sebelum berdeham mengalihkan pikirannya dengan mencari mobil Diana. Setelah mendapati mobil Diana, Ethan langsung menyeret tubuh Diana menyuruh wanita itu masuk. Setelah itu ia ikut masuk dan duduk di belakang stir kemudi. “A-Apa yang kau lakukan? Kau ingin menculikku?! Apa kau ingin memperkosaku?!” “Aku akan menyetubuhimu di atas kap mobil jika kau tidak berhenti berteriak seperti orang gila, Diana!” teriak Ethan tak kalah kencang. Peduli setan jika ada yang melihat seorang aktor tengah bergulat panas di tempat umum. Melawan Diana yang mabuk sangat menguras emosi lahir batinnya. Diana membulatkan mata dan mulutnya lalu bertepuk tangan kegirangan. Ia tertawa. “Itu yang kutunggu! Haha... Kau tidak akan menang— tunggu aku bicara pada siapa? Ya Tuhan... LUCIFER!!! Ada Lucifer di depanku. TOLONGGG!” “Diam, Diana. Atau aku benar-benar menyetubuhimu sekarang juga!” geram Ethan. Bukannya teriakan dan pukulan yang di dapatinya, Diana malah mengatakan hal yang membuat Ethan berdesir hingga ke ujung jari kakinya. “Kalau begitu, setubuhi aku sesuka hatimu,” bisik Diana dengan mantap. “Sekarang,” lanjutnya seraya mencondongkan tubuhnya ke arah Ethan. Siapapun akan tergoda jika ada wanita yang memulai bukan? Termasuk Ethan. Ethan memajukan tubuhnya hendak mencium Diana namun wanita itu malah memundurkan tubuhnya sambil berceloteh. “Bagaimana cara menggoda? Seharusnya aku belajar dari Helena. Seperti inikah?” Diana menyandar tubuhnya di kaca samping mobil dengan kaku. “Lalu begini?” lanjutnya seraya mengangkat kedua tangannya di atas kepalanya. Dengan itu hilang sudah nafsu Ethan. Pria itu hanya memandang Diana dengan jengkel. Wanita itu sudah membuat suasana yang panas menurut Ethan malah dikacaukan dengan sikapnya yang kembali membuat Ethan jengkel. “Oh lihat apa yang punya. Kau membeli kue.” Ethan mencolek jarinya pada cake di dashboard lalu merasakannya. Pas, tidak terlalu manis. Diana mendengus. “Rencanya aku akan memberikan kepada b******n Jeremy, Thomas. Tapi jika kau ingin ambilah.” Ethan mengangkat sebelah alisnya. “Thomas?” Diana memiringkan kepalanya dengan polos. “Bagaimana kau mengenal Thomas?” Ethan bungkam. Ia menghela nafas dalam sebelum mulai menjalan mobil Diana. “Baiklah. Di mana rumahmu?” Bukannya menjawab, Diana malah memasang wajah takut bercampur marah. “Ini mobilku... Siapa kau? Oh my God, do you want to steal my f*****g car?!” Ethan hanya menghela nafas, mencoba mendiamkan Diana yang masih sibuk berceloteh. “Help me! Someone steal my car!!!” Diana menjambak rambut Ethan hampir membuat Ethan menabrak tiang listrik. “Oh stop it, Diana! Kita bisa mati konyol jika kau berperilaku seperti itu!” “Oh Tuhan, tolonggggg!!! Ada pria tampan yang menculikku! Tolongggg!!!” teriak Diana kembali seraya memukul wajah Ethan tanpa mempedulikan omongan pria itu. Sepanjang perjalanan Diana tidak henti-hentinya menjambak seraya berteriak histeris meminta tolong. Sedangkan Ethan berusaha menjalankan mobil yang ia kendarai agar tidak oleng walaupun harus menahan sakit akibat jambakan dan pukulan bertubi-tubi dari Diana yang hampir saja menabrak pengendara lain. *** Dengan terpaksa Ethan membawa Diana ke rumahnya. Karena sungguh, wanita itu sangatlah agresif. Ethan sudah beribu kali bertanya di mana rumahnya namun Diana malah semakin histeris berteriak seraya menendang dan memukul Ethan. Ethan menghentikan mobil Diana tepat di depan rumahnya. Turun dari mobil lalu menggendong Diana ala bridal style yang mulai tenang. Malah sekarang wanita itu sedang bersenandung lagu anak kecil dengan kepala menengadah menatap langit-langit ruangan membuat Ethan terkekeh. “There was a farmer who had a dog. And Maxie was his name-o. B-I-N-G-O. B-I-N-G-O. B-I-N-G-O. And Maxie was his name-o!” “Bingo, Diana. Bukan Maxie.” Ethan menggelengkan kepalanya dan Diana menatapnya tajam. “Aku ingin Maxie!” “Jika begitu, kau salah mengejanya.” “Sepertinya aku tidak bisa mengeja.” Diana mendramatisir suaranya. “Bee-you-bee. Boob!” Ethan hanya menggelengkan kepalanya. “Aku seperti melayang...” “Apa kau butuh aspirin?” “Maxie?” panggil Diana dengan lembut. Dahinya berkerut ringan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN