Tokyo, Japan
“Sumimasen, manshon K15 no kagi o onegaishimasu...”
(Permisi, saya mau ambil kunci apartemen blok K-15)
“Hajimemashite, ojo’sama.”
( Selamat datang, senang bertemu dengan Anda nona)
Perjalanan yang cukup melelahkan, aku bergegas mengambil kunci dari resepsionis apartemen yang begitu ramah ini, mungkin nanti saja perkenalan dan basa-basi lebihnya, badanku cukup lelah, dan pikiranku sebetulnya masih seperti komedi putar yang aku pun belum tahu kapan berhentinya. Bisa di bilang hampir 24 jam mata ini belum bisa benar-benar terlelap. Aku membuka baju hangatku, aku menarik selimut dan menghidupkan mesin penghangat di ruangan.
Mama dan papa membalas pesanku, cukup banyak dan panjang-panjang sekali isi pesan dari mereka. Ya aku belum sempat atau lebih tepat masih malas walau hanya untuk menelepon dan menjelaskan tentang kepergianku kepada mereka. Sekarang aku ingin tenang, atau mungkin tertidur sejenak agar esok otakku dapat aku ajak untuk berpikir secara jernih.
“Ok Ma, aku capek besok kalau sudah bangun aku akan telepon mama dan papa segera.” Begitulah bunyi voice note yang aku kirim untuk membalas pesan berantai dari mama dan papa.
***
Hari pertama di Tokyo, aku membereskan kamar dalam apartemenku. Konsepnya cukup nyaman walau sederhana. Ada satu ruangan yang cukup nyaman sebagai tempat berkumpul dan memasak, dan dua ruangan yang bisa di gunakan sebagai tempat tidur. Aku membuka sisi jendela balkonku. Tepat di halaman muka, terlihat sebuah taman kota yang cantik. Bunga sakura sedang asyik bermekaran, cantik....ya sangat cantik....aku mengambil segelas kopi, sambil menikmati damai dan tenteram ya balkon apartemen pagi ini.
Kesibukan lalu-lalang kota sudah mulai tampak, banyak orang yang mulai berangkat beraktivitas, dan rencanaku hari ini hanya ingin menelepon mama serta kantor agar mereka bisa dengan baik menyelesaikan segala masalah aku di sana.
Masih dengan menarik nafas secara panjang, entah apa yang aku rasa pagi ini. Masih bingung bahkan mulai mengingkari kenyataan jika yang aku lihat kemarin, yang aku dengar kemarin, dan yang aku tinggalkan kemarin itu hanya sebuah mimpi semata. Aku mencubit pipiku berulang-ulang kali, “Ups, sial ternyata ini bukan mimpi.”
Cacing dalam perutku mulai berontak, Ya Tuhan dalam cuaca yang sedingin ini aku harus turun dari apartemen dan belanja kebutuhan perutku...UPS, baiklah....baiklah..., aku bergegas mengambil switter dan shall yang tergantung di balik pintu, dengan rasa yang belum karuan aku berjalan menuju supermarket terdekat saja. Aku harus terbiasa lagi hidup di sini, aku ambil beberapa cup ramen, nori, roti isi, buah-buahan siap saji dan minuman soda, tak lupa beli tisu serta kopi. “ Ok aku rasa cukup.”
Sebelum kembali ke apartemen, aku memilih berkeliling komplek sejenak. Sudah lama aku tidak melihat bunga sakura yang sedang bermekaran. Mungkin tak salah jika aku ingin duduk di bangku kosong ini sejenak, aku membuka isi kantong belanjaku, aku pun mulai menikmati roti isi dan minuman soda yang aku beli....tak kuasa otakku berjalan mengingat masa-masa kuliah dulu. Ya Kanaba dan Tsi-eun, mungkin jika aku menghubungi mereka lagi aku tidak akan merasa kesepian. Bagaimana, bagaimana jika aku ajak mereka sekedar makan malam atau karaoke malam ini? Dan besok atau lusa aku bisa mengajak Tsi-eun untuk menemaniku ke kampus, itu pun jika mereka tidak sibuk dengan pekerjaan dan aktivitas nya. Ok, aku akan coba menghubungi mereka saat di apartemen nanti.
Sedikit- demi sedikit aku teguk minuman dalam kaleng ini, walau aku mencoba untuk menenangkan pikiran dan santai tapi tetap otakku tidak bisa diam mengingat masa-masa lalu. Teringat kenangan di saat aku dan Bowi datang ke kota ini....ya di sini, Bowi pertama kali bilang sayang kepadaku. Walau saat itu aku tidak yakin dengan perasaan yang dia bilang untukku. Sejak dulu aku suka merasa curiga dengan Bowi dan Nadia. Mereka mau memungkiri pun aku tetap yakin bahwa hubungan mereka tidak sekedar teman semata. Tapi, bodohnya aku, entah apa yang membuat aku percaya dengan kata-kata romantis Bowi saat itu. Aku memutuskan pergi ke Jepang pun apakah ini jalan terbaik? Karna jika mereka mau, mereka bisa datang ke sini kapan saja menemuiku. “Bodoh, tidak mungkin itu terjadi.”
Aku berdiri dari kursi yang aku duduki, aku beranjak pergi untuk kembali beristirahat di apartemen. Dan sebelum kembali ke lantai atas, aku akan meminta resepsionis untuk memesan jasa tukang renovasi dan dekor kamar terlebih dahulu, mungkin jika semuanya sudah aku rubah, aku akan bisa lupa tentang kenangan-kenangan masa lalu, yang sejatinya harus cepat aku buang dan lupakan.