Setelah tiga hari berkirim pesan dengan Tsi-eun dan Kanaba, akhirnya malam ini kami bisa berkumpul. Mereka menjemput ke apartemenku. Aku tersenyum bahagia menyambut dua sahabatku itu, walau dalam hati kecilku menutupi kesedihanku.
“O Sisashi- buridesu.”
(Sudah sangat lama sekali)
“Hai, yatto saikai.”
(Iya, akhirnya berjumpa kembali)
Walau sedikit canggung, aku mulai bercengkerama kembali bersama mereka, mengobrol, makan, dan karaoke. Kanaba sudah semester akhir S-2 Bisnis, dan Tsi-eun sedang sibuk dengan bisnis toko bunganya di Yokohama. Jarak Tokyo ke Yokohama tidak terlalu jauh, apalagi jika menggunakan computerline, mungkin hanya butuh beberapa jam saja. Di dalam hati semua ini anugerah yang harus aku syukuri, Allah memudahkanku bertemu mereka untuk sekedar membuka jalan persahabatan atau mungkin pekerjaan untuk aku tinggal di sini nanti. Dan ternyata Tsi-eun dan Kanaba kini sedang memadu hubungan khusus, bahkan Tsi-eun ingin kuliah S-2 kembali denganku.
Mama dan papa, walau mereka masih berat untuk menerima keputusanku untuk berpisah dengan Bowi dan meninggalkan perusahaan untuk sementara waktu, akhirnya mengizinkan untuk aku kuliah kembali, walau hanya dengan waktu dua/tiga tahun saja. Alasan papa, perusahaan tidak ada yang menghendlle dengan baik, papa sudah tua. Mas Purnama dengan kak Ayu pun sudah tidak bisa banyak membantu, karena mereka sudah memilih perusahaan yang di Surabaya. Ya, semenjak menikah dengan kak Ayu, mas Purnama bisa di bilang sudah nyaman dan tenang. Jadi memang sewajarnya aku yang mengurus perusahaan dari papa saat papa sudah tua nanti. Sempat berharap dan bermimpi lebih kepada sosok Bowi, andai saja dia benar tulus kepadaku mungkin kami bisa jadi pasangan yang cocok dalam membesarkan bisnis papa. Atau mungkin buat perusahaan yang baru seperti Mas Purnama dan Mba Ayu.
Biarlah, mungkin saja aku bisa bernafas lega untuk beberapa waktu ke depan, ya aku harus fokus pada kuliahku dahulu. Walau 75 persen otakku masih memikirkan dan mengingat Bowi, ya aku kangen kamu Bowi. Kamu laki-laki yang sudah aku kenal sejak lama, sejak kelas 3 SMA, kita kuliah di tempat yang sama di Tokyo, kita habiskan masa-masa remaja kita bersama di sini, membuat cita-cita, melukis mimpi-mimpi manis tapi, kejadian kemarin yang aku lihat dengan mata kepala aku sendiri membuat aku kian illfeal. Walau mereka berusaha berkelit, menjelaskan, minta maaf tapi aku bukan sosok wanita bodoh yang tutup mata dengan kedekatan mereka itu.
Aku rasa, niat ini baik, aku pergi bukan sekedar hanya ingin move-on dari kehidupanku dengan sesosok setan laki-laki yang bernama Bowi, tapi aku ingin menata masa depan dan Bisnisku nanti. Aku mulai browsing-browsing internet, selain kuliah mungkin tidak ada salahnya jika mencari pekerjaan di bidang bisnis. Aku bisa kuliah di malam hari dan bekerja di perusahaan pada pagi harinya.
Satu- persatu lamaran pekerjaan online aku kirimkan, ya aku harus sabar, semoga dengan latar belakang sebagai Seorang manager keuangan yang lulusan universitas Keio Minato City Tokyo Japan aku dapat memperoleh pekerjaan yang aku inginkan dengan cepat. Sambil lelah mencari pekerjaan, aku memberanikan diri membuka file-file fotoku di Hp. Terdapat ribuan koleksi foto aku dengan Bowi, dan yang paling teratas adalah foto-foto saat kami lamaran bulan lalu. Aku meneteskan air mata, jujur aku masih berat menerima kenyataan pahit ini. Kenapa Bowi begitu tega di belakangku bermain hati dengan Nadia yang jelas masih sepupu dan teman kami SMA. Apa yang akan di pikirkan oleh om Pramana dan tante Tati jika mendengar Nadia telah merebut mas Bowi dari aku.
Aku terus menscroll naik turun foto-foto kenangan ini, aku mengambil laptop dan memgambil kabel data untuk memindahkan semua foto-foto kenangan yang penuh kesialan ini. Aku muak melihat muka kamu Bowi, bahkan ada beberapa foto kami bertiga, aku, Bowi dan Nadia.