Mata Laura memanas, rasanya ingin menangis saja ketika mendengar keadaan suaminya dari seorang perawat yang berjaga di meja informasi. Setengah berlari wanita itu melewati koridor rumah sakit menuju satu ruangan yang berada di paling ujung koridor itu. Dengan tulisan ‘Ruang Operasi’ dan sebuah lampu berwarna merah menyala yang ada di atas pintu.
Langkah kakinya mulai melambat, ketika mendapati beberapa orang yang sudah berada di depan ruangan itu tengah menatap dengan tatapan kebencian yang mengarah kepadanya.
“Mau apa wanita sialan itu berada di tempat ini?” geram Ratih, ibu mertua Laura yang tengah duduk di bangku rumah sakit.
Dari tatapan matanya begitu tercetak jelas jika wanita paruh baya itu begitu membenci menantunya.
“Adrian, bawa dia pergi dari sini!” perintah Sandra, satu-satunya saudara yang dimiliki Alex yang otomatis menjadi kakak ipar Laura.
Adrian hanya diam berdiri di tempatnya, menoleh sebentar pada Laura yang kini berdiri tak begitu jauh dari mereka. Langkah kaki wanita itu terhenti saat mendengar penolakan yang keluar dari mulut mertua dan kakak iparnya. Adrian merasa tidak tega melihat wajah Laura yang dipenuhi kesedihan.
Ia tahu bagaimana perasaan wanita itu terhadap atasannya, begitu juga dengan Alex yang sangat mencintai wanita sederhana seperti Laura. Tentu saja karena selama ini hanya Adrian saja yang mendukung perjuangan Alex untuk mendapatkan Laura sampai akhirnya mereka menikah.
“Nona Sandra, bukankah Nona Laura juga berhak bertemu dengan Tuan Alex? Bagaimanapun juga Nona Laura adalah istri Tuan Alex yang sah.” Adrian menolak mematuhi perintah yang membuat Sandra merasa geram.
Seorang bawahan yang sudah berani menentang perintahnya, tentu saja membuat Sandra merasa marah dan tidak terima. Wajah wanita berusia 30 tahunan itu langsung mengeras dan matanya melotot ke arah Adrian. Bahkan kini kedua tangannya mengepal menahan amarah.
“Istri katamu? Kami bahkan tidak pernah menganggapnya sebagai istri Alex,” cibir Sandra sambil melirik tajam pada Laura yang semakin menundukkan kepalanya.
Kedua tangan gadis itu meremas ujung pakaiannya sendiri dan sudah tak terhitung lagi jumlah air mata yang menetes dari ujung matanya membasahi pipi hingga akhirnya jatuh ke lantai.
Kata-kata pedas sudah sering Laura dengar dari mulut anggota keluarga Atmaja, tapi tak pernah sekalipun Laura memasukkannya ke dalam hati. Namun situasi yang sedang ia hadapi sekarang disaat suaminya sedang terbaring tak sadarkan diri di ruang operasi, kembali keluarga suaminya itu menghujat dirinya. Tentu saja Laura merasa sangat sedih. Ia hanya ingin melihat bagaimana kondisi Alex sekarang tapi mereka sepertinya tidak akan membiarkan dirinya melihat Alex walau sebentar saja.
“Bagaimanapun juga Nona Laura adalah istri Tuan Alex yang sah dan Anda tidak dapat mengingkarinya karena pernikahan mereka tercatat di negara,” bela Adrian lagi.
“Kau! Berani sekali kau bicara seperti itu terhadapku, Adrian!” bentak Sandra yang langsung berdiri dari duduknya.
Tatapan tajam serta jari telunjuk sudah mengarah tepat ke wajah pria yang selama ini selalu setia mengabdi pada adik laki-lakinya. Pundak Sandra bergerak naik turun, memperlihatkan betapa kini emosi sedang menguasai dirinya. Namun Adrian sama sekali tidak bereaksi, ia justru menegakkan tubuhnya yang jelas lebih tinggi dari wanita yang sedang berdiri di hadapannya itu.
Baru saja Sandra hendak kembali membuka mulut untuk menyerang Adrian, pintu ruangan operasi tiba-tiba di buka dari dalam. Tepat saat lampu merah yang ada di atas pintu juga ikut mati. Seorang dokter dengan pakaian dinas operasi berjalan keluar dari dalam ruangan. Yang sontak membuat semua orang yang menunggu di luar sedari tadi langsung berhambur mendekat. Tak terkecuali Laura yang juga berlari mendekat tanpa menghiraukan tatapan tajam dari kakak iparnya.
“Dokter, bagaimana kondisi anak saya?” tanya Ratih dengan air mata yang tak henti mengalir.
Sebagai seorang ibu tentu ia sangat mencemaskan kondisi putranya yang saat ini belum diketahui bagaimana keadaannya.
“Tuan Alex baru saja menjalani operasi pengangkatan gumpalan darah di otaknya. Untuk saat ini kami belum bisa memastikan kondisinya, karena sekarang Tuan Alex masih harus melewati masa kritis sebelum dinyatakan operasinya berhasil,” terang dokter yang membuka masker di wajahnya dengan tangan kanan.
“Dokter, boleh saya melihat Alex? Saya istrinya.” Laura terdengar memohon dengan sangat.
Entah mendapat keberanian dari mana yang membuat wanita itu langsung maju ke depan sang dokter dan memohon agar diberikan izin menemui suami tercintanya.
“Tentu saja! Tapi tidak bisa lama, hanya sebentar saja,” jawab dokter kemudian, ia merasa tidak tega melihat wajah Laura yang terlihat melas.
“Kau! Berani sekali!” Sandra terlihat berang, tangan kanannya sudah bergerak hendak mencekal lengan Laura dan ingin menariknya pergi dari tempat itu.
Tapi Adrian bergerak lebih cepat. Ia begitu sigap menahan tangan Sandra serta menjadikan dirinya sebagai penghalang agar Sandra tidak dapat meraih Laura.
“Masuklah Nona, Tuan membutuhkan Anda di dalam,” tukas Adrian, meminta Laura untuk segera masuk ke dalam ruangan operasi.
Tuan Anderson sendiri yang berdiri di samping Laura sepertinya enggan untuk melarang menantunya itu bertemu dengan Alex. Walau pada dasarnya ia sendiri tidak menyukai Laura, tapi mendengar ucapan Adrian barusan, pria tua itu sadar jika saat ini yang dibutuhkan oleh Alex adalah istrinya saja.
“Pa, jangan biarkan wanita sialan itu masuk dan menemui Alex!” pinta Ratih pada suaminya.
Wanita itu mengeram marah saat melihat menantunya itu melangkah masuk ke dalam ruangan dan segera menutup kembali pintunya ketika sudah berada di dalam. Tuan Anderson berjalan mendekati istrinya. Merangkul bahu wanita paruh baya itu sambil mengajaknya kembali duduk di bangku.
“Ini rumah sakit, kita tidak boleh membuat keributan di sini atau petugas akan mengusir kita dari sini. Lagi pula biarkan saja wanita itu menemui Alex. Dalam kondisinya yang sekarang Papa yakin jika Alex membutuhkan istrinya.” Tuan Anderson memberi pengertian agar Ratih mau sedikit tenang jika masih ingin berada di tempat itu.
Adrian segera melepaskan cekalannya pada tangan Sandra ketika wanita itu menarik tangannya dengan kasar. Tidak ingin terjadi hal yang tidak diinginkan, Adrian memilih berdiri di depan pintu ruang operasi, berjaga-jaga jika Sandra nanti berniat menerobos masuk dan membuat keributan di dalam.
“Awas, lihat saja aku tidak akan membiarkan wanita itu lebih lama berada di samping adikku!” ancam Sandra sambil mengeluarkan ponsel dari dalam tas kecilnya.
Wanita itu beranjak pergi ketika terlihat baru saja menghubungi seseorang dari ponselnya.
“Tuan Robert, saya Sandra Atmaja. Saya ingin Anda mengurus surat perceraian adik saya -Alex- secepatnya!” perintah Sandra pada seseorang bernama Robert yang merupakan pengacara keluarga mereka.
Tentu saja permintaan itu membuat pengacara yang sudah belasan tahun bekerja untuk keluarga itu merasa sangat terkejut.
“Nona Sandra, apa saya tidak salah dengar? Perceraian Tuan Alex dan Nona Laura maksudnya?” tanya Robert yang terdengar kebingungan dari ujung sambungan telepon.
“Apa Alex punya istri yang lain?” Sandra mendengus kesal.
“Saya tidak mau tahu, nanti malam surat gugatan perceraian itu harus sudah jadi! Secepatnya Alex harus bercerai dengan wanita miskin itu.”
Sandra tersenyum licik memikirkan apa yang akan ia lakukan nanti malam untuk memaksa Laura agar mau menandatangani surat perceraian yang sudah ia siapkan.
“Kita lihat saja, nanti malam apa yang akan kamu pilih? Cerai? Atau mati?”