Teror Dunia Hiburan Bagian 2

1163 Kata
Model itu menggantung di depan mata banyak orang. Talinya menjulur dan tersimpul di langit-langit antara PAR LED Light yang ada. Kakinya mengambang dan tidak menyentuh dasar panggung jalur runway. Dia merupakan seorang wanita yang berprofesi sebagai model. Namun pada akhir hidupnya, ia mati dengan mengenaskan di atas jalur runway yang seharusnya menjadi tempatnya menunjukkan bakat. “Rose Jovanna, 26 tahun. Dia bertugas untuk memamerkan salah satu gaun milik desainer Jessica Law. Menurut pengatur acara, seharusnya Rose berjalan dan melakukan Cat Walk setelah ini. Namun, Rose dilaporkan menghilang saat pembukaan acara.” Salah seorang penyidik dari pihak kepolisian menjelaskan pada sang komisaris. “Tepat ketika listrik dipadamkan, pelaku menggantung jasad Rose di jalur runway,” sambung Komisaris Wili dengan suara yang berat dan dingin, menunjukkan jika dia sangat serius menangani tugas ini. Dia mengusap kumisnya sendiri yang terasa kasar. Sambil sesekali menatap ke sudut yang lain area tersebut, tempat sang istri sedang dievakuasi di sana. Yang lebih mengejutkan lagi, ada putri semata wayangnya, Nayra, ikut hadir tanpa sepengetahuannya. Jasad Rose terlihat begitu cantik dan anggun. Sebagaimana seorang model yang hendak menunjukkan bakatnya, wanita itu telah berpenampilan paripurna. Dimulai dari tatanan rambut, riasan wajah yang glamour dan pakaian milik Jessica Law, menjadi perpaduan yang sempurna bagi seorang model. Namun seberapa sempurna wanita itu, kini ia hanya seonggok mayat yang tak bernyawa. Petugas bahu membahu menurunkan jenazah Rose, namun Komisaris Wili meminta agar talinya dibiarkan menggantung. Cukup jasadnya saja yang diturunkan untuk pemeriksaan lebih lanjut. Bagaimanapun juga, ia harus tahu, trik apa yang digunakan oleh si pembunuh untuk menggantung jasad menggunakan tali dari atas sana dalam waktu kurang dari sepuluh menit. “Segera kumpulkan semua sidik jari di sekitar tali dan rangka penyangga PAR LED light di atas sana.” Komisaris Wili menunjuk pada langit-langit jalur runway yang dipenuhi lampu berjajar. “Baik, Pak.” Tak lama kemudian polisi muda tersebut kembali ke posisi Komisaris Wili. “Tim forensik telah memberikan hasil sementara mengenai autopsi jasad korban,” ujarnya. “Bagaimana.” “Korban RJ meninggal sekitar satu jam yang lalu pada pukul setengah tujuh. Waktu itu bertepatan dengan saat korban RJ terpisah dari tim modelnya, yakni saat acara pembukaan.” “Sepertinya sang pelaku langsung membunuh korban begitu ia sedang sendirian, lalu ia menggantung mayat Rose di tengah-tengah jalur runway begitu ada kesempatan,” gumam sang komisaris. “Setelah itu, apakah ada luka lain?” tanyanya dengan alis mata yang bertaut. “Ya, Pak. Luka cekikan di leher. Namun luka ini tergolong baru dan tidak terlalu parah, sepertinya luka cekikan tersebut diperoleh saat korban digantung dalam kondisi telah meninggal. Sejauh ini, tim belum menemukan penyebab kematian korban dengan pasti,” ucapnya. Komisaris Wili hanya menimpali penjelasan tersebut dengan menggeram. Lalu ia ingat dengan kasus pembunuhan berantai sebelumnya, apa kasus ini juga berkaitan dengan itu? “Penyidik, apakah ditemukan tato di beberapa bagian tubuh korban?” tanya Komisaris Wili sambil meletakkan telapak tangannya ke atas bahu polisi muda itu. Merasakan ada yang menyentuh bahunya, sang penyidik pun menoleh. “Bagian forensik tidak melaporkannya. Tapi aku akan tanyakan sekali lagi.” Jika tato itu ada di tubuh Rose, maka Komisaris Wili yakin, kalau kasus ini adalah kelanjutan dari pembunuhan yang sebelumnya. Meski tak ada orang yang percaya akan kesimpulan ini, namun dia akan terus menyelidikinya hingga benar-benar ditemukan pembunuh yang sebenarnya. Rose Jovanna, merupakan seorang model yang telah lama menggeluti dunia ini. Wajahnya cantik, perangainya sangat baik, selain itu ia juga memiliki segudang prestasi. Rose adalah sosok wanita yang sempurna bagi kawan dan orang-orang yang mengenalnya. Namun manusia tetaplah manusia, semakin tinggi dirinya terbang, semakin kencang angin yang menerpa. Komisaris Wili yakin, ada seseorang yang memiliki niat buruk pada wanita ini. “Aaaw ... aaw!” Komisaris merintih dan sedikit berteriak ketika menyadari kakinya terinjak seseorang. Seorang pria muda berkacamata yang berjalan mundur dan tak sengaja mengenai dirinya. “Anu ... Pak Komisaris, saya tidak sengaja, saya minta maaf!” Komisaris Wili mengangguk. “Sudah! Menjauhlah!” Suasana hatinya menjadi kacau ketika ia sedang serius namun ada yang mengganggu. “Maaf sekali lagi, Pak Komisaris! Aku ingin memberitahu pada Anda. Sebaiknya ... Anda jangan terkecoh dengan noda darah pada tali!” Suara pria berkacamata itu berbisik namun penuh tekanan. Ia seakan sangat serius dan tak ingin ada orang lain yang mendengarnya. Komisaris pun melirik tajam pada pria muda tersebut. “Pergilah!” ucapnya dengan sinis. Ia sama sekali tak tertarik untuk berbicara dengan pria berkacamata tersebut. Karena ada kasus seperti ini, terpaksa acara The Great Fashion Week tidak bisa dilanjutkan. Beberapa desainer senior yang berharap akan mendapat klien baru setelah pameran pun merasa putus asa. Tapi dibanding rasa putus asa, rasa takut lebih menyelimuti perasaan mereka. Bagaimana tidak? Seorang model mati disaksikan banyak orang di tempat kehormatan saat ia menjalankan profesinya. Runway bagi seorang model adalah tempat di mana dirinya dinilai saat menunjukkan kemampuan mereka dalam melakukan catwalk dan poker face. “Kau tidak apa-apa?” Sang komisaris bertanya pada wanita paruh baya yang tampak cantik awet muda. Wanita itu menjawab. Ia mendekat pada sang suami sambil melihat tali yang masih menggantung bekas mayat RJ. “Sang pelaku memiliki dendam yang sangat besar pada Rose, sepertinya Rose pernah merendahkannya,” ucap wanita yang menjadi istri komisaris itu. “Apa maksudmu, sayang?” “Model yang melakukan catwalk dan menunjukkan poker face saat berada di atas jalur runway modeling adalah untuk memperlihatkan pakaian yang ia gunakan. Pelaku seakan ingin memberi pesan untuk korban melalui kematiannya. Bahwa kini, para penonton tak lagi terpesona oleh baju yang ia gunakan, melainkan takut yang berkepanjangan. Karena ada kemungkinan, jika baju tersebut tak akan laku dijual pada siapa pun. Pelaku tidak mungkin melakukan hal yang sulit seperti menggantung jasad Rose di tengah panggung, jika tak memiliki maksud tersebut.” Istri komisaris itu pun mengakhiri penjelasannya. Sang komisaris mendengar dengan seksama pernyataan sang istri. Ia mulai memikirkan kemungkinan jika sang pembunuh adalah sesama model yang memiliki perasaan iri seperti yang diungkap oleh sang istri. “Komisaris! Kami menemukan jejak darah pada tali.” Salah seorang penyidik melaporkan hasil pencariannya. Sang komisaris pun langsung mematung. Ia teringat akan ucapan pria muda berkacamata yang tadi. Namun is tak langsung memikirkan noda darah itu, melainkan ia melihat jika anak gadisnya sedang berbicara dengan 'si kacamata' tadi. Komisaris Wili meninggalkan tempatnya, lalu ia sampai ke dekat Nayra dan pria berkacamata yang bersama Nayra itu pun pergi. Sang komisaris ingin menanyakan banyak hal, pria muda itu begitu mencurigakan sampai memberi petunjuk pada dirinya yang merupakan seorang polisi. “Dari mana dia mengetahui ada noda darah pada tali? Apa pria itu ada hubungannya dengan pelaku?” gumam sang komisaris dalam hati. “Ayah, ada apa?” Nayra bertanya karena melihat sang ayah yang menghampiri namun malah melamun tak berkata apa-apa. “Pria muda tadi, apa kau mengenalnya?” Nayra langsung berpikir sejenak, gadis itu ragu untuk menyebutkannya. Akhirnya ia dengan terburu-buru menggelengkan kepala. “Tidak, Ayah! Aku tak mengenalnya.” Sang komisaris terkejut. “Beraninya dia mendekati putriku? Dia sangat mencurigakan! Jangan-jangan memang dia terlibat dalam pembunuhan kali ini?”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN