bc

Ladies, Be Careful!

book_age18+
46
IKUTI
1K
BACA
one-night stand
heir/heiress
bxg
kicking
genius
detective
male lead
city
model
classmates
like
intro-logo
Uraian

Sebagai seorang anggota reserse kriminal di kepolisian, aku selalu dituntut untuk bekerja keras, jujur dan mengungkap setiap kasus sampai tuntas hingga ke akar. Namun ada sebuah kasus yang aku percaya sebagai pembunuhan berantai, hanya saja semuanya memutar balik fakta dan mencoba mengubah bukti yang ada. Aku tak memiliki rekan yang bisa dipercaya! Mereka semua melanggar sumpahnya!

Di rumah peranku sebagai ayah, aku selalu berusaha untuk melindungi anak perempuanku. Hingga pria itu mendekatinya!

Anakku berkata, "Aku tidak suka dia, Ayah! Dia bodoh dan payah!"

Namun mataku menangkap sesuatu yang lain darinya. Ketangkasan, kepandaian, ketelitian dan dia cukup tampan untuk menjadi menantuku, anu ... maksudnya, teman kerjaku.

***

"Petunjuknya ada pada gambar itu, Ayah Mertua!"

"Panggil aku Komisaris Wili!"

chap-preview
Pratinjau gratis
Teror Dunia Hiburan Bagian 1
Gedung tinggi di sana telah menyalakan lampunya, seakan memanggil para tamu undangan agar segera datang dan ikut menikmati acara di dalamnya. Seorang gadis berwajah muram, diikuti oleh seorang pemuda berjalan di sampingnya yang menuntun sebuah sepeda motor berwarna hitam. “Ayolah, biarkan aku berbicara pada ibumu kali ini. Aku ingin bertanggungjawab, Nayra.” Pria tersebut bersuara di balik kaca helm yang menutupi wajahnya. Gadis yang dipanggil Nayra itu menghentikan langkah dan menghela napas. “Aku akan masuk, ibuku sudah menunggu!” ujarnya sambil mengembalikan helm yang ia kenakan. Kaca spion kanan dari motor hitam itu dengan senang hati menerima kembali helm tersebut. “Aku akan tetap menemui ibumu! Meski aku tidak bisa masuk, aku akan menunggu sampai kalian keluar!” Pria itu tampak bersikukuh sampai ia melepas helmnya. “Leon, kumohon! Aku tidak hamil dan kejadian itu hanya kecelakaan. Aku memaafkanmu, lebih baik kaupergi dari hidupku agar aku bisa melanjutkan hidup ini.” Gadis itu terlihat putus asa sambil meninggalkan Leon. Kini ia hanya berjalan di atas trotoar ditemani oleh bayangannya. Ia sudah berdandan dengan cantik, hanya saja terlihat sayu karena auranya yang kehilangan semangat. Meski ia telah mengenakan pemulas bibir, penajam garis mata, juga perona pipi, semua terlihat natural apalagi diimbuhi oleh senyum cantik dari seorang Nayra. Hanya saja, semua itu tak dapat menutupi kesedihan yang tersimpan di hatinya. Sementara itu, Leon sendiri merenung sambil menghitung langkah kaki yang diambil Nayra. Semakin banyak langkahnya, semakin jauh gadis tersebut dari jangkauannya. Tak dapat dipungkiri, bukan hanya karena kejadian malam itu, Leon memang mencintai Nayra. Apakah serendah itu dirinya di mata Nayra? Bahkan gadis itu lebih memilih sendiri dibanding bersamanya? Apa karena ia berkacamata sehingga penampilannya kurang menarik? Atau karena uangnya yang kurang banyak? Atau karena keluarganya yang ...? Ah, sudahlah! Jangan bahas keluarganya, dia akan terluka. * The Great Fashion Week Malam ini akan menjadi sejarah bagi mereka para desainer muda yang akan memamerkan karyanya. Tidak semua desainer bisa memasangkan pakaiannya pada tubuh model yang akan melenggang di jalur runway. Hanya desainer berbakatlah yang konon akan memamerkan baju buatannya di acara ini. Nayra berdiri di antara kerumunan pengunjung lain. Tentu saja ia tidak mendapat tempat di tepi jalur runway karena tempat itu adalah milik para VIP, termasuk ibunya. Dia sendiri mendapat undangan untuk bisa masuk ke sini melalui sang ibunda yang merupakan model senior. Lampu di sekitar jalur runway telah dipadamkan. Dua layar utama di depan sisi kanan kiri telah dinyalakan dan menampilkan beberapa logo produk yang menjadi sponsor acara ini. Nayra hanya dapat melihat siluet dari para pengunjung yang ada. Atau jika ada beberapa cahaya ponsel yang menyala menerpa beberapa wajah di sekitarnya. Pembukaan telah berjalan lancar, Nayra juga melihat ibunya menjadi salah satu yang memberikan sambutan sebelum acara ini dimulai, karena merupakan seorang model senior yang juga perwakilan dari yayasan modeling penyelenggara acara ini. Berbeda dengan ibunya, Nayra tak pernah bercita-cita menjadi model atau terjun ke dunia hiburan. Biar sang ibu saja yang menikmati dunia ini, ia hanya akan mendukung karier sang ibunda seperti sekarang. Beberapa model berpasang-pasangan memamerkan pakaian karya desainer ternama. Tinggi mereka begitu semampai dengan tubuh kurus yang ideal. Tulang kering terbuka di antara celah belahan gaun mereka. Kemudian tulang selangka yang simetris begitu menonjolkan bentuk potongan leher gaun yang unik dan berbeda-beda. Bagai kerangka berkulit pucat yang berjalan di bawah sinar lampu dan memang sangat sempurna untuk menjadi representasi dari pakaian-pakaian tersebut. Pembawa acara yang berbicara di balik layar, suaranya bergantian dengan dentum musik yang mengiringi. Ketika ia berbicara, pengatur suara akan mengecilkan musiknya. Bila ia diam, maka musik kembali dikencangkan. Di pertengahan acara hingga akhir, karya milik desainer senior mulai ditunjukkan. Sebagai pembatas antara karya desainer muda dan senior, Jessica Law menjadi desainer senior pertama yang mempertontonkan karyanya. Bagai ada perbedaan kasta di antara mereka. Jika lebih populer namanya, maka ia akan tampil paling akhir seakan menjadi menu utama dalam sebuah hidangan. Untuk Nayra, gadis yang tidak paham akan dunia yang digeluti ibunya itu, hanya duduk manis sambil merasa kagum pada kecantikan para model yang melenggang di atas jalur runway. Ia mengacungkan ponsel dan membuat video lima belas detik untuk ditunjukkan dalam cerita sosial medianya. Model berbaju ungu itu tertangkap oleh kamera Nayra, gadis itu menggerakkan tangannya mengikuti langkah sang model. Kemudian setelah itu .... Gelap! Ponsel Nayra tak bisa menangkap apa-apa karena lampu di jalur runway mati. Begitu juga listrik di seluruh gedung ini. Ada apa? Gadis tersebut mencoba mengacungkan ponselnya untuk menambah penerangan. Tidak hanya dia, orang lain juga melakukan hal yang sama. Satu orang di sebelah Nayra mengarahkan ponsel ke atas. Jarak sorot cahaya ponsel sangat pendek, namun masih bisa menunjukkan sesuatu yang menggantung di sana walau samar. “Aaaaaa!” Nayra menutup telinga dan matanya karena terkejut oleh jeritan wanita di samping. Yang lain ikut panik dan suara gumaman mulai menggemuruh di ruang tersebut. “Mohon tenang, kami akan menyalakan sumber listrik cadangan. Ini tidak akan lama,” ucap petugas yang bertanggung jawab. “Ada orang! Di atas ada orang!” Wanita di sebelah Nayra berteriak. Tentu saja itu mencuri perhatian yang lain. Petugas menyorotkan senter ke atas, namun sebelum sorotan senter jatuh pada sesuatu yang dimaksud oleh wanita itu, listrik kembali tersambung dan lampu menyala. Setelah itu jerit manusia pun bersahutan. Termasuk sang model berbaju ungu yang menepi dari jalur runway begitu listrik padam. Ia tak menyangka, jika tepat di atas tempatnya berjalan tadi, seorang kawan sesama model melakukan aksi gantung diri. “Siapa dia?” “Kenapa ada wanita menggantung di sana?” “Apakah dia bunuh diri?” Pertanyaan demi pertanyaan terlontar dari para pengunjung. Nayra segera menyelinap dari padatnya manusia, ia ingin mencapai bahu ibunya yang berada di jajaran paling tepi dekat jalur runway. Ia tak ingin tenggelam sendiri dalam lautan kepanikan, maka dari itu Nayra butuh ibunya. “Ibu?” panggilnya begitu ia meraih pundak putih mulus milik wanita paruh baya yang awet muda. “Nayra, apa ayahmu bisa dihubungi? Berulang kali ibu menelepon tapi dia tak mengangkatnya. Bukankah dia bilang ingin menonton siaran langsung acara ini, seharusnya dia tahu!” ujar wanita itu dengan beruntun pada anaknya. Mereka berdua saling menggenggam tangan untuk menenangkan perasaan masing-masing. Semua orang diminta untuk duduk agar suasana terkendali dan memudahkan pihak yang berwajib melakukan pemeriksaan. Semua pengunjung berdoa meminta untuk diberi keselamatan. Bagaimanapun juga mereka yakin dalam ruangan ini ada seorang pembunuh, namun tak ada yang tahu siapa dia dan duduk di samping siapa. Masing-masing dari mereka berkumpul dengan orang-orang yang mereka kenali saja. Begitu pula Nayra dan ibunya. “Kenapa ayah lama sekali? Aku juga tidak bisa menghubunginya,” ucap Nayra setelah beberapa menit berlalu. Mereka tak bisa mendengar jika ada sirene mobil polisi berbunyi di luar sana. Karena ruangan ini begitu kedap suara, apa yang terjadi di dalam tak bisa didengar dari luar, begitu pula yang terjadi di luar tak bisa didengar dari dalam. Namun setelah itu, petugas pun datang diiringi para pria berseragam yang berjalan di belakang mereka. “Komisaris Wili tiba, Luna ... bukankah itu suamimu?” “Ibu ... sepertinya ... itu ayah!” *** Beberapa menit sebelum kejadian. Jakarta adalah kota yang tidak pernah sepi. Dari semua keramaian, setidaknya ada sekitar ribuan kriminalitas harus ditangani oleh tim reserse di kepolisian. Di ibu kota Indonesia ini sendiri, tidak kurang dari 400 kasus penganiayaan berat termasuk pembunuhan terjadi dalam satu tahun. Jumlah itu sedikit menurun dari tiga tahun sebelumnya yang mencapai 500 kasus lebih. Unit Reserse selalu disibukkan dengan kasus semacam ini setiap hari. Apalagi akhir-akhir, terjadi beberapa pembunuhan yang diduga dilakukan oleh orang yang sama. Entah orang, entah komplotan, yang jelas lima pembunuhan wanita muda ini disinyalir merupakan kasus pembunuhan berantai. Tapi itu bukan pendapat seluruh anggota reserse, hanya satu orang yang berpendapat demikian. Dia sedang berada di kantor komisaris polisi ini, seorang pria paruh baya berkulit sawo matang sedang terpecah konsentrasinya. Komisaris itu masih menyelidiki sebuah kasus pembunuhan berantai yang sejauh ini telah menelan lima orang korban. Namun di sisi lain, monitornya juga menyala menampilkan sang istri yang meminta untuk menonton penampilannya saat memberi sambutan di acara The Great Fashion Week. “Komisaris Wili, bukankah itu istrimu?” tanya bawahannya yang melihat pada monitor sore itu. Sang komisaris masih saja membaca berkas dan mengamati beberapa foto mayat yang tercecer di atas meja. Dia memeriksa satu per satu gambar setiap luka dari tubuh korban. Tak ada yang percaya jika ini adalah kasus pembunuhan berantai seperti dirinya. “Istrimu lebih cantik, tapi kau malah melihat gambar mayat yang mengerikan,” komentar salah seorang polisi yang melewati Komisaris Wili sambil bergidik. Pria dengan kumis tebal itu mengangkat kepalanya, rasa panas dan pegal itu berputar menguasai belakang lehernya. Ia sedikit membanting kepalanya kiri hingga bertabrakan dengan bahu, kemudian disusul dengan bunyi ‘Krek!’ bak tulang yang patah. Komisaris Wili itu melirik sesamanya yang baru saja lewat. Namun ujung matanya hanya bisa melihat bagian punggung polisi tersebut. Semua polisi yang ada di ruangan tersebut, tidak ada yang percaya jika lima kasus bunuh diri yang sebelumnya merupakan sebuah pembunuhan berantai. Entah siapa yang menutupi, namun dia sendiri seakan tak diberi ruang gerak untuk menyelidiki lebih lanjut. Terlebih, semua korban adalah para aktris, penyanyi perempuan dan model wanita. Bukankah istrinya juga bekerja di dunia tersebut? Ah, setidaknya istri Komisaris Wili sudah terlalu berumur untuk menjadi incara pembunuh ini. “Komisaris, istrimu sudah turun. Dia baru saja memberi sambutan pembuka. Kau tidak melihatnya? Dia bisa marah jika kau tak memuji penampilannya,” ucap sang bawahan yang sedang berdiri di sampingnya. Pria itu hanya tersenyum. Wanita bernama Luna yang menjadi istrinya itu merupakan seorang model sekaligus aktris papan atas. Sebuah keberuntungan baginya bisa memiliki wanita secantik dia. Namun hal yang paling membanggakan untuk sang komisaris bukan hanya kecantikan sang istri, melainkan kesetiaan dari wanita itu untuk pria yang berwajah pas-pasan. Setelah sambutan dari sang istri usai, sang komisaris sudah tak memperhatikan lagi layar tersebut. Sebagian polisi sudah pulang karena jam kerja telah usai, namun sebagian lagi masih setia di kantornya untuk melanjutkan laporan yang perlu mereka buat. Termasuk Komisaris Wili, dia masih saja memutar otak untuk mencari bukti tentang kasus pembunuhan berantai ini. Sekaligus mematahkan pendapat para jaksa yang sebelumnya telah mengatakan ini hanya pembunuhan biasa. Hingga layar di depannya tiba-tiba tak memunculkan gambar, sang komisaris pun telat menyadarinya. Namun pada akhirnya ia juga mengomentari gambar semut yang ada di layar tersebut. “Kalau siaran langsung, memang sering gangguan!” gumam Komisaris Wili seraya mematikan layar tersebut. Tanpa ia tahu, apa yang terjadi di balik siaran langsung yang terputus secara tiba-tiba itu. Suara langkah kaki yang berat pun terdengar, dari kecepatannya, sepertinya orang-orang ini terburu-buru. Ia sendiri saat ini malah mendapat sebuah telepon. “Halo?” Wajahnya berubah drastis. Matanya memang selalu serius, namun keseriusannya kali ini dibumbui dengan rasa takut dan gelisah luar biasa. “Komisaris Wili! Ada pembunuhan seorang model di acara The Great Fashion Week!” panggil bawahannya sambil terengah-engah. Sang komisaris langsung menyimpan kembali gagang teleponnya dan mengangguk. “Seorang model wanita lagi! Aku sudah tahu! Ayo kita ke sana!”

editor-pick
Dreame-Pilihan editor

bc

Sang Pewaris

read
53.1K
bc

TERPERANGKAP DENDAM MASA LALU

read
5.6K
bc

Marriage Aggreement

read
81.3K
bc

Scandal Para Ipar

read
694.6K
bc

Dilamar Janda

read
319.6K
bc

JANUARI

read
37.3K
bc

Terjerat Cinta Mahasiswa Abadi

read
2.7M

Pindai untuk mengunduh app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook