10 - Permintaan maaf (1)

1288 Kata
Thalia tak berhenti menangis di kamarnya, tak peduli Kris sudah memasuki kamar dan memeluknya dari belakang seerat apapun. Hatinya terluka melihat kondisi El putranya. "Kamu terlalu keras Kris." Ucap Thalia. "Dia keterlaluan." "Tapi kamu gak perlu buat dia babak belur kaya gitu." "Kamu tahu aku Tha kalo marah gimana, aku udah gelap mata tadi." "Bahkan di masa lalu kamu lebih parah dari apa yang El lakuin. Tapi aku gak pernah ngadili kamu segitu parahnya." "Kamu dulu pergi, itu hukuman terberat aku." "Tapi El gaperlu kamu bikin babak belur gitu! Kita bisa bicara baik-baik juga." Balas Thalia melepas tangan Kris yang memeluk pinggangnya. Berbalik untuk menatap jelas pria yang jauh lebih tinggi darinya. "Aku gapernah nampar kamu seperti apa yang El lakuin. Sebrengsek apapun aku." "Siapa bilang? Kamu lupa? Kamu pernah perkosa aku, udah pernah bohong, kamu lebih parah dari El. Jangan heran El kaya sekarang, dia gambaran kamu di masa lalu." Kris tak menjawab, ia kembali memeluk Thalia. Rasa bersalah itu semakin mendalam, Kris bermaksud untuk mendisiplinkan putranya, namun amarahnya membuatnya lepas kendali dan bertengkar seperti saat ini dengan Thalia. "Maaf sayang.." "Sekarang biarin aku obatin El." Kris mengangguk, melepas pelukannya, membiarkan istrinya pergi untuk merawat El putranya. Sebelum itu Thalia menangkup rahang Kris, ada rasa bersalah saat ia mengungkit masa lalu mereka, ia tak seharusnya keterlaluan. "Kamu istirahat, sebentar lagi aku buatin teh biar kamu tenang." Kris mengangguk. Tersenyum tipis untuk berkata ia baik-baik saja kepada Thalia. Bahwa ia juga merasa bersalah sudah bersikap keras kepada putra mereka. Kris menghembuskan napasnya melihat Thalia keluar dari kamar mereka. Pikirannya sangat kacau saat Leo mengadu kepadanya tentang perilaku El yang berani menampar Tarisa. Amarahnya langsung tak terkendali saat itu juga. Karena, sebrengsek apapun seorang Kris, ia tak pernah melukai fisik Thalia istrinya di masa lalu. Apalagi Tarisa adalah gadis lemah yang seharusnya El jaga, dan Leo serta Angel sudah mempercayakan hal itu kepada El. Seketika Kris langsung gagal mendidik putranya. Dan ia menjadi lepas kendali sehingga membuat El babak belur seperti saat ini. ________ Tok tok tok "El, bunda masuk ya nak?" Ucap Thalia dari luar pintu kamar. "Gausah bunda, El lagi pengen sendiri." "El Bunda khawatir. Bolehin bunda masuk ya." Lama, tak ada jawaban hingga pintu kamar terbuka. El menatap bundanya sebentar kemudian berbalik untuk kembali berbaring diatas ranjang. Kali ini badannya benar-benar remuk karena ulah ayahnya. Thalia tidak bisa lagi menahan tangisnya melihat putranya babak belur seperti saat ini. Hatinya seperti teriris menyaksikan langsung suami dan anaknya bertengkar. Wanita itu duduk di pinggir ranjang El, mengelus puncak kepalanya lembut. "Bunda obatin ya?" "Udah biarin dulu bunda, masih sakit." "Iya langsung diobatin nak, kalo enggak nanti kapan sembuhnya." El mengangguk, ia tidak tega melihat bundanya yang sudah mengeluarkan air mata itu. Thalia bangkit, mengambil obat-obatan yang ada di laci kamar El, kembali duduk bersamaan dengan El yang sudah bersila dihadapan bundanya. Lembut, Thalia mengoleskan bulatan kapas yang sudah di tetesi obat pada luka yang Kris sebabkan di wajah El. El tak meringis sedikitpun, mengingatkan Thalia kepada Kris yang dulu. Bagaimanapun putra mereka adalah bentuk dari Kris di masa muda. Keras kepala, egois dan maunya apapun harus dituruti. El tidak jauh berbeda dari Kris. "Maafin ayah ya, dia emang suka gelap mata kalo udah marah, tapi ayah sayang kamu kok nak, makanya dia marah saat kamu buat kesalahan seperti ini." Ucap Thalia. "Gapapa kok bunda, El emang salah." "Kamu juga, kenapa bisa ngelakuin hal itu ke Taris? Bunda sempet gak percaya nak. Sebenarnya apa yang terjadi?" Tanya Thalia. "Panjang ceritanya bunda. Tapi yang jelas, Taris mancing emosi El dan buat El gabisa kontrol diri El sendiri." Balas El. "Tapi kamu mau mengakui kamu salah?" "Tentu, El emang salah. Besok El kerumah om Leo, mau minta maaf." "Bagus, kamu harus mempertanggung jawabkan perbuatan kamu. Besok juga minta maaf sama ayah," "Iya bunda." "Sekarang tidur ya, jangan pikirin banyak hal. Bunda buatin teh ayah kamu dulu." "Tapi bunda, kenapa ayah bisa tahu?" "Om Leo telepon, marah marah ke ayah, Taris nangis pas pulang." Elmarc terdiam, ia hanya mengekspresikan wajahnya sedatar mungkin. Ia salah, namun dengan Taris melakukan hal tersebut membuat El semakin marah. Bagaimana bisa Leo mempercayakan dirinya lagi untuk bersama Taris? Kekhawatiran demi kekhawatiran menyerang El seketika itu juga. "Udah istirahat El, jangan terlalu dipikirin. Besok perkara kamu dimaafin atau engga, itu serahin aja sama tuhan, yang penting kamu udah mau minta maaf. Bunda keluar dulu ya." "Iya bunda. Makasih udah mau percaya sama El." "Iya nak. Selamat malam." "Selamat malam juga bunda." Sebelum keluar dari kamar putranya,Thalia mematikan lampu terlebih dahulu. Melirik sekilas putranya hingga kemudian keluar dan menutup rapat pintu kamar El. Namun sekeras apapun El berusaha tidur, ia tidak bisa tidur karena pikirannya tidak tenang. Tarisa benar-benar kelewatan kali ini. El meraih handphonenya yang ada di atas nakas. Ia menelepon gadis kecil itu. Ingin mengumpat sekeras-kerasnya karena kesal. Namun gadis kecilnya tidak mau mengangkat bahkan berani menolak panggilan dari El. Sudah lebih dari sepuluh kali El meneleponnya. Semakin marah El mengirim pesan kepada gadis kecil itu. To : Tarisa Brengsek lo! Makasih udah buat gue jadi samsak ayah gue sendiri! Lo bener-bener udah ngelanggar aturan yang gue buat. Pikir aja, apa yang gue lakuin kedepannya. Lo gaakan selamat dari hukuman yang gue buat. Send.. Sesudah mengirim pesan itu, El melempar handphonenya. Mengatur napasnya agar teratur. Menahan mati-matian hasrat untuk membanting barang di kamarnya untuk melampiaskan kemarahannya saat ini. El masih waras. Ia harus bersikap tenang jika tidak ingin membuat masalah baru. Namun baru saja ia hendak memejamkan mata, handphone El berbunyi. Buru-buru ia melihat siapa yang mengiriminya pesan. Dan ternyata adalah Tarisa. Lebih parahnya pesan yang dikirim Tarisa membuat El harus membanting handphonenya ke lantai. "Lo gaakan bisa lari dari gue." Ucap El seperti sebuah sumpah. ______ Tarisa tak berhenti memeluk kakinya takut. El berkali-kali meneleponnya, dan sekarang El mengancamnya. Ia semakin takut. Semakin hari El semakin menyeramkan bagi Tarisa. Ia rasa berpacaran dengan El adalah hal yang salah. From : Kak El Brengsek lo! Makasih udah buat gue jadi samsak ayah gue sendiri! Lo bener-bener udah ngelanggar aturan yang gue buat. Pikir aja, apa yang gue lakuin kedepannya. Lo gaakan selamat dari hukuman yang gue buat. Berkali-kali Tarisa membaca pesan itu. Dan berkali-kali juga Tarisa ketakutan. Memberanikan diri Tarisa membalas pesan yang El kirim terhadapnya. Meski tangannya sangat gemetar saat mengetik pesan yang ditujukan kepada El. To : Kak El Taris gamau terus-terusan bodoh. Taris mau putus sama kak El. Gapeduli kak El setuju atau engga. Taris gamau pacaran sama kak El lagi. Kak El monster. Dan sekarang Taris udah gamau ketemu kak El, kita putus kak. Kak El cari cewek yang lebih baik dari Taris, yang mau di suruh-suruh dan diatur-atur sama kakak, cari juga yang seumuran kaka, karena kaka sendiri yang bilang kalo Taris bocah. Berhenti peduliin bocah ini dan urus urusan kak El dari sekarang. Send.. Taris tahu yang dilakukannya sekarang adalah kesalahan besar. Pasti El sedang marah besar, Taris tahu itu. Ia hafal dengan sifat pria itu. Gadis kecil itu sudah bukan anak kecil lagi, ia sudah mengerti bagaimana ia harus bertindak. Jika ia terus terusan diam tanpa mengambil tindakan, ia akan terus menjadi anjing peliharaan El. Yang harus menurut dan mengikuti apa yang El ucapkan. Taris sudah sangat muak dibawah kendali El terus-menerus. Tidak selamanya ia harus mau El perintah ini dan itu. Jika ditanya apa Taris cinta El? Apa ada sedikit rasa untuk El? Jawabannya adalah ada. Taris menganggap El perisainya sebelum pria itu menampar dan membuat hatinya sakit. Selalu menganggap dirinya anak kecil yang selalu harus mendapat bimbingan dari El. "Taris bakal pergi. Taris gamau ketemu kak El lagi.", Ucap gadis itu dengan niat yang sudah bulat. "Kita lihat, siapa yang terluka, siapa yang mencari, dan siapa yang paling membutuhkan. Kak El atau Taris." - To be continue -
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN