Drama Kehamilan
Beberapa testpack tampak berjejer menunjukkan hasil positif yang membuat Helena dirundung rasa cemas dan panik bukan kepalang.
Demi Tuhan ia baru saja lulus kuliah dan akan membangun karirnya sebagai seorang fashion designer terkenal dan mewujudkan seluruh impian serta cita-citanya.
Namun sekarang, dengan kondisinya saat ini, bisakah ia mewujudkan semua itu setelah apa yang ia alami kini?
Mungkin bagi semua orang hidup Helena sudah sangat sempurna karena ia adalah anak seorang konglomerat ternama dan tak perlu susah-susah bekerja untuk mencari uang sendiri.
Ingat bahwa Helena adalah seorang tuan puteri kesayangan keluarga Adiyaksa, jadi harusnya ia bisa hidup mewah tanpa harus bersusah payah mencari uang sendiri.
Namun itu semua bukan gaya Helena, Helena tentu sama halnya dengan manusia lain yang mempunyai mimpi dan cita-cita. Namun sepertinya semua itu harus ia kubur dalam-dalam karena peristiwa ini.
"Melenyapkannya atau nikah sama pria itu? Aku nikah sama bodyguard papa? Orang yang sangat aku benci sejak dulu, Jason..."
Helena tak sengaja melihat bodyguard ayahnya itu sedang bersantai sambil membaca koran dan menikmati secangkir kopi di sore hari.
Jason saat ini memang sedang ditugaskan untuk menjaga Helena sedangkan Tuan Adi sedang berada diluar negeri karena keperluan bisnis. Entah apa tujuan ayahnya menyuruh Jason menjaga Helena, Helena sudah menolaknya dengan keras namun sang ayah tetap memaksanya.
Mungkin karena dia sudah sepercaya itu pada Jason, bahkan ketiga kakak laki-lakinya pun sangat menyukai Jason.
"Hiks, aku harus apa sekarang sialan! Aku harus apa?" Helena menangis tergugu menangisi nasib malangnya. Ia membuang seluruh testpack tersebut ke tempat sampah sebelum ia masuk ke dalam kamar mandi dan menutup pintunya dengan sangat keras sampai Jason yang berada di lantai bawah langsung tersentak.
"Nona!" Dengan cekatan Jason pun segera bergegas menuju kamar sang nona untuk memastikan keadaannya.
"Mas! Mas Jason ada apa?" Tanya Marina, salah satu asisten rumah tangga di rumah tersebut sekaligus janda yang tiga bulan lagi akan Jason nikahi.
"Rin! Saya mau pastikan kondisi Nona Rossa, barusan saya mendengar suara pintu yang ditutup dengan sangat keras dari arah kamarnya." Jelas Jason, lalu tanpa menunggu respon Marina, Jason pun segera bergegas, namun Marina segera mencegahnya.
"Mas! Mas Jason belum sempat nyicipin kue buatanku kan mas? Soal nona biar aku aja yang cek kesana, mas lebih baik disini, siapa tau nona nggak nyaman kalau mas yang periksa, mas tau sendiri kan kalau nona agak nggak suka sama mas." Mendengar kalimat terakhir Marina, Jason pun langsung terdiam tercekat, entah mengapa ia merasakan perasaan sakit tak kasat mata. Sakit tapi tak berdarah. Oh sungguh tak nyaman sekali.
Jason bukannya tidak ingat akan malam itu, ia ingat betul bagaimana malam panas nan menggairahkan itu selalu berputar dikepalanya.
Malam yang bahkan tak pernah bisa ia lupakan namun harus benar-benar ia paksa untuk lupakan karena tekanan dari Helena.
Ya, tentu saja, siapa lagi yang menyuruh Jason untuk diam dan melupakan semuanya seolah tidak pernah terjadi apapun diantara mereka jika bukan Helena sendiri yang menyuruhnya.
"Tidak Rin! Ini sudah sesuai SOP, Tuan sudah menugaskan saya untuk menjaga Nona, jadi jika terjadi sesuatu kepada nona, semua itu adalah tanggung jawab saya." Tegas Jason seakan tak ingin dibantah lagi.
"Tapi Mas-" percuma saja Marina mencegah Jason, karena Jason sudah pergi dan tidak bisa dicegah lagi. "Sial!" Umpat wanita itu dengan penuh rasa kesal.
***
Jason sudah sampai didepan kamar Helena, pria tampan bertubuh tinggi dan tegap itu terus berdiri didepan pintu sembari mengamati. Mau mengetuk pintu tapi ia ragu.
"Hhh..." Jason menghembuskan nafas beratnya, satu tangannya bersiap untuk mengetuk pintu namun lagi-lagi ia ragu untuk melakukannya.
Rasa cemas dan khawatir tentu ada, namun rasa itu tentu saja lebih ke rasa seorang bawahan kepada majikannya.
"No-"
Cklek!
Bibir tipis Jason langsung terkatup rapat ketika tiba-tiba saja ia melihat Helena keluar dengan rambut basah dan hanya mengenakan kimono handuk.
Bukan cuma Jason, Helena juga terkejut bukan main namun ia segera menguasai dirinya.
"Ada apa? Ngapain kamu disini?" Tanya Helena dengan tatapan angkuhnya.
"Maaf nona, saya tadi mendengar sesuatu dari kamar nona, saya cemas dan langsung memeriksa kemari." Balas Jason.
"Nggak ada apa-apa, kamu bisa kembali!"
"Nona baik-baik saja?" Tanya Jason sok perduli. Pria tampan itu sepertinya meneliti setiap inci tubuh Helena.
Helena paham jika Jason melakukan hal itu memang sudah sesuai prosedur keamanannya. Jadi ia tidak kaget, memang apa yang ia harapkan? Rasa cemas dan khawatir dari pria itu? Jangan harap!
Lantas anak ini? Bagaimana nasibnya nanti? Helena harus apa?
"Aku bunuh, atau aku rawat aja?"
Mendengar hal itu keluar dari mulut Helena, Jason tentu saja langsung mendelikan matanya dan merasa bingung.
"Maksud nona?"
"Hhh..." Helena mencoba menetralkan perasaannya, menahan kuat-kuat airmatanya.
Ia lantas menatap Jason, meneliti setiap inci wajah tampan pria matang didepannya satu ini. Ya Tuhan, pria ini adalah ayah dari anak yang ia kandung. Sungguh ini masih seperti mimpi. Rasanya Helena masih belum percaya, tapi... Ini semua memang nyata.
"Kalian berdua kapan nikahnya?" Tanya Helena tiba-tiba dengan sekuat hati.
"Nona sudah tahu dengan pasti, jadi saya tidak perlu menjelaskannya lagi. Lagipula itu masalah pribadi saya dengan Marina. Kalau nona baik-baik saja, saya permisi dulu, saya ingin memeriksa area luar sebelum malam tiba." Setelah mengatakan hal itu, Jason segera memberikan hormat pada Helena dan segera pergi meninggalkan Helena yang masih terdiam mematung seakan tercekat setelah mendengar penuturan Jason.
"Dari dulu dia nggak pernah berubah." Gumam Helena sambil memejamkan mata, lalu sedetik kemudian, setetes airmata pun lolos membasahi wajahnya.
***
Ketika tengah malam, Helena tak bisa tidur. Ia sulit memejamkan matanya karena memikirkan nasib dirinya dan juga janin yang ia kandung.
Mau curhat, teman pun tak punya karena ia yang anti sosial dan memang tak suka menjalin sebuah pertemanan.
Helena adalah anak introvert sejak kecil, ia hanya suka menyendiri, tak suka keramaian dan juga kebisingan.
"Atau aku pergi ke Berlin, menetap disana, di rumah nenek, jadi single parent? Apa aku bisa? Apa aku bisa jauh dari dia?"
Wanita cantik itu berada di balkon, menatap langit malam berbintang seraya membayangkan wajah Jason.
Andai ia benar-benar pergi, akankah ia sanggup berpisah dari pria itu? Tapi sebentar lagi Jason akan menikah. Pernikahan yang dicetuskan sendiri oleh Adi, Adi sendiri yang menjodohkan Jason dan juga Marina. Keduanya memang sama-sama single parent dan sudah lama mengabdi pada keluarga Adiyaksa.
Jason setuju karena menghormati keinginan atasannya, lagi pula Marina adalah wanita yang baik dan sangat menyayangi putra semata wayang Jason yaitu Jeremy.
"Dia akan menikah, dan aku akan sendirian mengurus anak ini?"
"Mengurus anak siapa?"
Deg!