. Buros memanggil Naviza menghadap. Di ruangan yang luasnya lebih dari dua kali milik Angkasa itu, Naviza berdiri sedangkan Buros duduk di belakang meja kebesarannya. Angkasa turut hadir dalam pertemuan itu. Lelaki itu duduk dengan santai di sofa pendek di kepala meja, membelakangi Naviza dan Buros. “Keputusan tepat,” puji Buros yang lebih terdengar seperti ejekan sekaligus sanjungan. Naviza tak menampakkan sorot mata tunduk sedikit pun. Justru sebaliknya, ia menatap lurus-lurus ke arah Buros dengan tajam, terfokus dan tenang. Kedua tangannya bebas di kanan kiri pinggang dan posisi kakinya siap dengan kuda-kuda sigap. Menghadapi Buros kemarin dan hari ini tak ada bedaya. Tanpa takut sedikit pun, sorot matanya hanya menguraikan amarah, dendam dan rasa jijik yang kemudian ber

