Costa membelai ringan pipi Thalia dengan jemarinya. Pipi itu perlahan bersemu, dan belakangan itu menjadi favoritnya. “Are you trying to seduce me, Darl?” bisiknya lirih menatap kedua bola mata Thalia. “I am,” kata Thalia menantang balik. Biarlah ia dikatakan tidak tahu malu karena sudah bosan terus digertak dengan cara yang sama. Costa tertegun. Batinnya berperang. Sorot menantang dari kedua mata Thalia seolah mempertanyakan seberapa besar nyalinya sebagai seorang pria. Padahal, ia sudah pernah memperingatkan Thalia akan bahaya ciuman itu pada mereka berdua. Kepiawaian Thalia mengimbangi gerak bibirnya, membuatnya lupa daratan. Tatapannya terpaku pada belahan bibir merah muda yang terus merayu, agar ia mengecup dan mencumbu. Sedangkan Thalia menyesal telah menantang Costa, kala pria

