Perasaanku buat Mas Abhi belum berubah. Aku sadar itu. Tapi aku juga sadar, kalau aku sudah bisa menempatkan Mas Abhi di tempat yang seharusnya. Maksudku, dia bukan lagi prioritas kedua setelah keluarga. Tapi sudah jadi yang kesekian. Apalagi ketika aku mulai disibukkan dengan tugas-tugas kuliah, dan dia sendiri sibuk dengan pekerjaan sekaligus pendidikan spesialisnya. Sesekali saja kami ketemu. Itu pun nggak pernah kami rencanakan. Seperti sore ini, waktu Ayah memintaku jemput Cakra di rumah Papa Syuja. Aku mengiyakan dengan cepat karena kupikir Mas Abhi lagi di rumah sakit, ternyata yang bukain pintu rumah justru dia. "Jemput Cakra?" Aku mengangguk setelah mencium punggung tangannya. "Kayaknya masih istirahat di kamar Arsa. Biar Mas bangunin," kata Mas Abhi yang sudah menutup pint

