"Boleh masuk?" Aku yang tengah memunggungi pintu, langsung menarik selimut sampai ke dagu lalu memejamkan mata. Tanpa melihat, aku tahu siapa yang datang hanya dengan mendengar suaranya. "Tumben Mas ke sini?" Aku menggigit bibir cemas, gara-gara nada tanya Cakra terdengar sinis. "Tadi lagi ngobrol di telepon sama Papa, terus baru tahu kalo Jani sakit." "Cuma demam kok," ketus Cakra lagi. Bisa kurasakan kalau Mas Abhi sudah berdiri di samping ranjang. Sementara Cakra masih bertahan duduk di pinggiran ranjang. "Aku bisa urusin Kakak kalo cuma demam." "Demam juga bisa bahaya," sahut Mas Abhi dengan suara tenang, padahal jelas kalau Cakra nggak menutupi kekesalannya lewat nada bicara. Mendadak aku nahan nafas, karena tanpa mengatakan apapun, Mas Abhi tahu-tahu mengulurkan tangan ke k

