Rasa panas yang memusingkan, lupakan!

1009 Kata
Selama di perjalanan, Agni sudah tak bisa lagi menahan rasa panas yang ia rasakan. Satu-persatu kancing kemeja Agni sudah terbuka. Sedangkan Kirana juga merasa sangat panas, namun dia masih ada sedikit kesadaran dengan berusaha menutupi d**a telanjang milik bos nya.   “Pak, gak bisa lebih cepat apa ini?” tanya Kirana pada sopir taksi yang di naikinya.   “Kalau sudah tak sabar, main saja di sana mbak. Saya sudah biasa,” jawab sopir taksi.   “Dasar gila. Memangnya kami kucing apa, main sembarang tempat. Sebebas apa sih Bali itu, sampai bapak bisa terbiasa dengan hal itu?” Kirana tak habis pikir dengan jawab sopir taksi padanya. Sungguh sangat liar sekali.   “Kirana, ini panas sekali.” ucap Agni yang bajunya sudah tak terkancing lagi.   “Sama pak, gak tau itu minumannya di kasih apa bisa panas sekali.” jawab Kirana juga berusaha menutup kembali kancing baju yang berusaha di buka oleh Agni.   Tak berapa lama Agni dan Kirana sudah berada di dalam kamar tempat mereka menginap. Merendam lelaki itu dalam air dingin adalah satu-satunya cara yang di ketahui Kirana untuk meredam rasa panas akibat obat perangsang.   Kirana lupa jika dirinya juga meminum obat tersebut karena meminum air dari pelayan yang sama. Tanpa sadar, Kirana sudah telanjang bulat saat masih berada di dalam kamar mandi Agni. Karena rasa panas yang semakin membuat Kirana pusing. Wanita itu ikut masuk ke dalam bath up di mana Agni berendam.   Mata Kirana semakin lama semakin berat, mungkin juga pengaruh alkohol yang sudah di tenggak nya menggantikan Agni.   Saat mata terbuka, Kepala Kirana terasa sangat sakit. Mendesis dengan memegangi kepalanya, Kirana membangunkan lelaki yang terlelap di sampingnya.   “Kamu sudah bangun?” suara serak yang sangat di kenal, Kirana langsung membuka mata dan memastikan kebenaran yang didengarnya.   “Bapak!” kaget Kirana.   “Auw!!” pekik Kirana lagi saat merasakan sedikit nyeri di pusat kewanitaan nya.   “kamu tidak apa-apa?” Agni merasa kasihan dengan keadaan Kirana saat ini.   “Apa yang sudah terjadi semalam, pak?” tanya Kirana dingin.   “Kalau aku bilang kau yang memulai, apa kau percaya?” tanya Agni hati-hati.   Kirana mengingat kembali apa yang di rasa saat matanya sudah tak mampu lagi terbuka. Kirana memang seperti merasakan jika tangannya sedikit nakal, membelai sana dan sini. “Percaya!!”   Agni kaget dengan jawaban Kirana yang tak membantah atau bahkan biasa saja. Bukankah dia seharusnya marah, ketika tubuhnya di jamah oleh orang lain saat kehilangan kesadaran? Agni benar-benar tak habis pikir dengan apa yang ada di dalam otak gadis ini.   Kirana turun dari tempat tidur Agni dengan memakai selimut putih tipis yang masih memperlihatkan lekuk tubuhnya saat berjalan. Entah di pengaruhi setan atau memang Agni sendiri yang sudah menjadi iblis.   Secepat kilat Agni menarik Kirana kembali ke ranjangnya. Mengurung dalam kungkungannya, Agni seakan tak mengijinkan Kirana meninggalkan dirinya.   “Sadarkan kau, sudah menggoda ku?” bisik Agni dengan suara serak nan seksi.   Dengan santainya Kirana mendorong Agni hingga terhempas di sebelahnya. “Bapak yang sudah menggoda ku. Apa mau bapak saya perkosa lagi?”   “Silakan!” Jawab Agni serileks mungkin.   Senyum smrik yang Kirana tunjukkan rupanya membuat Agni sedikit ngeri. “Mau apa kamu?!”   “Mau ini,” tatapan menggoda di tambah dengan tangan yang semakin berani mengusap pelan pusaka Agni.   “Jangan macam-macam dengan uler satu ini, Kirana!! sekali patok sembilan bulan baru kempes itu bengkaknya!” ancam Agni karena sudah sangat frustasi dengan sentuhan lembut Kirana.   “Baiklah, saya mau mandi pak. Hari ini ada meeting dengan Mr. Smit, jangan lupa itu.” Kirana pergi meninggalkan Agni yang hanya bisa melihat dari belakang.   ***   Setengah hari sudah Kirana dan Agni meeting bersama dengan Mr. Smit. Membahas tentang pengembangan hotel dan pembangunan hotel baru yang akan di langsungkan tiga bulan yang akan datang.   Mr. Smit terus mencuri pandang pada sekretaris pribadi Agni. Sesekali melempar senyum saat kepergok tengah memperhatikannya. Tetapi Kirana sendiri merasa sangat risih di tatap seperti buruan yang tengah di incar oleh harimau kelaparan seperti itu.   “Baiklah Mr. Smit, sepertinya kita sudah mencapai keputusan final. Untuk kedepannya kita akan melakukan meeting lewat sambungan video call.” pungkas Agni yang sudah memperhatikan gerak-gerik Kirana yang tak nyaman.   “Sepertinya kita akan lebih sering bertemu, karena saya akan pindah dan menetap di Jakarta selama kurang lebih dua tahunan.” ucap Mr. Smit mematahkan usulan dari Agni.   “Yah… terserah tuan.” Agni hanya mengangguk-anggukkan kepala sedikit kecewa, namun tak bisa berbuat apa-apa.   Agni pamit pada relasi bisnis nya bersama dengan Kirana. Meninggalkan ruangan itu dengan sedikit berlari, membuat Kirana tak bisa menyamakan langkahnya dengan bos nya. Kirana jauh tertinggal di belakang.   Tanpa di ketahui oleh Kirana maupun Agni, Devan sekretaris kepercayaan Mr. Smit membuntutinya. Saat Agni tak terlihat lagi, dengan cepat Devan langsung membekap Kirana dari belakang. Kirana yang awalnya memberontak, tiba-tiba lemas dan kehilangan kesadaran.   Menyadari Kirana tak berada di belakangnya, Agni kembali mencari sekretarisnya ke dalam gedung. Agni bertemu dengan Mr. Smit beserta Devan sang sekretaris di lobi kantornya.   “Mencari siapa, pak Agni?” Tanya Mr. Smit berpura tak tau.   “Kirana. Apa bapak melihat sekretaris saya?” Agni terlihat sangat khawatir saat bertanya.   “Bukannya sudah keluar bersama dengan bapak?” Agni menggeleng. “Mungkin sedang ke toilet, biasa perempuan,” jawab Devan mengalihkan kecemasan Agni.   “Baiklah, mungkin memang di toilet, saya akan menunggunya di sini,” ucap Agni mengambil kursi yang tak jauh dari tempatnya berdiri.   “Silahkan. Kalau begitu saya pergi dulu,” mr. Smit dan Devan sudah meninggalkan Agni sendiri.   Lama sekali Agni menunggu Kirana, mungkin sudah lebih dari dua jam. Tetapi lelaki itu masih saja setia menunggu sekretarisnya keluar dari toilet.   “Haaaaahhhh, apa dia mengeluarkan naga dari perutnya, sampai selama ini!” Agni menghembuskan napas kasarnya.   “Toloooonnngggg….” Agni mendengar teriakan dari arah dalam ruangan.   Tak lama Kirana keluar tanpa alas kaki, baju dan rambutnya pun berantakan. Kemeja yang di kenakan sudah compang-camping entah kenapa.   “Kamu kenapa?” Tanya Agni yang langsung menyambut Kirana yang ketakutan.   “Ayo pergi!” Kirana seakan enggan untuk berlama lagi di tempat ini --meski hanya sedetik--   Agni langsung menggendong sekretarisnya itu karena Kirana sudah sangat lemas.   Di dalam mobil yang di sewa Agni tadi pagi, Kirana hanya diam dengan tatapan kosongnya. Agni seakan mengerti apa yang di inginkan wanita di sampingnya ini. Membiarkan diam dan membuatnya tenanglah yang Kirana butuhkan saat ini.   Dari sampai di resort tadi siang, sampai malam hari. Kirana masih enggan untuk keluar dari kamarnya. Meski pintu kamar tak di kunci, namun Agni masih tetap khawatir dengan apa yang sudah di alami oleh gadis ini.   Hanya mampu menebak-nebak apa yang terjadi tadi siang, Agni tak berani untuk bertanya. Agni hanya bisa merawat dan mengurus Kirana tanpa bertanya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN