Part 6 Kia

1094 Kata
KIA POV  Di kota ini aku hidup sendiri, disebuah kontrakan sederhana yang jaraknya dekat dengan kampus namun sayangnya agak jauh dari tempatku bekerja. Tapi mau gimana lagi, tempat kerja ku yang sekarang begitu nyaman dan juga gaji yang lumayan. Cukup untuk makan dan juga sebagian aku tabung. Belum lagi mencari kerja di jaman sekarang tak mudah.  Orang tua? Aku tak pernah tahu siapa dan dimana orangtua ku karena sedari kecil aku sudah tinggal di sebuah panti asuhan dan setelah lulus sekolah akupun memilih untuk tinggal sendiri dan bekerja untuk memenuhi kebutuhanku. Lagipula di usiaku yang sudah masuk ke 19 tahun, aku tak yakin ada yang akan mengadopsiku sebagai anak bahkan dari dulu tak ada satupun keluarga yang membawaku pulang ke rumah mereka. Semua itu membuatku menghabiskan waktu di panti bersama bu Kania - Bunda di panti- dan aku sudah menganggap beliau seperti ibuku sendiri. Bahkan sampai sekarang meski aku sudah tak tinggal di panti asuhan, aku selalu meluangkan waktu untuk sekedar mengetahui kabar ibu dan juga anak-anak lainnya.  Hidup itu keras ya, apalagi setelah kita semakin dewasa. Banyak sekali masalah yang muncul entah dari dalam diri kita sendiri atau juga dari luar. Tapi meski begitu kita tetap harus menjalankan hidup dengan semestinya. Bersyukur adalah cara untuk menikmati hidup karena setidaknya Tuhan masih memberikan kita kesempatan untuk melihat dunia. ______  Jadi pacar gue." Perkataan laki-laki yang menarikku keluar café di hari itu terus terngiang di telingaku, belum lagi dengan begitu gampangnya aku juga menyetujui saat laki laki itu memintaku untuk tak berbicara dengan embel-embel "tuan" juga "saya". Ck. Kenapa aku mudah menyetujuinya? Aneh.  Aku tak menyangka di usiaku yang baru saja menginjak 19 tahun dan selama aku hidup. Ada laki-laki yang mengingingkan aku untuk menjadi pacarnya walaupun akhirnya aku mengatakan tidak. Ya, kita baru bertemu dan aneh saja rasanya jika harus menerima laki-laki itu bagitu saja. Lagi pula aku tak beniat untuk berpacaran, dikesibukan ku yang saat ini sedang kuliah dan juga bekerja. Karena dari dulu ini semua pilihanku, bahkan setelah lulus SMA aku disibukkan dengan berbagai macam pekerjaan.  Semua pekerjaan sudah aku lakukan, dari jualan Koran, kasir di mini market, kerja di butik dan sekarang bekerja paruh waktu di café. Sudah satu tahun aku bekerja di café, sebelumnya aku bekerja di mini market tapi karena bekerja disana harus full time akupun berhenti mengingat aku sudah mulai masuk kuliah. Aku mengambil kelas regular, bukan kelas karyawan yang kuliah di hari sabtu dari minggu. Selain karena lebih murah, saat ikut kelas regular aku bisa memiliki kesempatan untuk mendapatkan beasiswa jika nilai semesterku bagus dan tentunya aku akan berusaha untuk itu. Semangat Ki..!!   ______  Ares, laki laki yang waktu itu menarikku keluar café. Malam ini dia datang lagi, sebelumnya dia juga sudah datang saat siang harinya dan aku tak menyangka dia kembali kesini. Sifatnya yang terkesan cuek itu mengingatkan aku pada karakter laki-laki dalam novel yang sering aku baca. Ares itu tak pernah basa basi, tapi dia terlihat seenaknya dalam melakukan apapun. Buktinya dia kembali dan tanpa persetujuanku dia mengajakku untuk ikut dengan dia. Saat itu aku kira dia akan mengajakku makan ke tempat mewah, tapi ternyata ke sebuah warung sate langganan nya, cukup menarik dan aku malah lebih nyaman jika di tempat sederhana seperti itu. Hari berikutnya dia kembali muncul di hadapanku, di depan cafe saat aku baru saja pulang kuliah dan dia kembali mengajakku makan, kali ini makan siang. Aku merasa Ares berbeda. Ada yang berubah, entah dari cara bicaranya atau tatapan matanya saat kami saling menatap. Malam itu matanya begitu tajam, terkesan dingin dan mengancam. Siang ini matanya meneduhkan, lembut, dan penuh perhatian.  Apa aku saja yang salah melihat? Aku kira dia akan kembali mengajakku makan di tempat sate langganan nya, tapi meski aku bilang tempat itu pada akhirnya dia malah mengajakku ke restoran yang cukup mewah, agak asing bagiku dan ini yang pertama kali. Ares yang aku kira tak banyak bicara, saat itu dia begitu asik diajak bicara. Bertanya tentang kuliahku, kesulitan selama membagi waktu dengan pekerjaan dan masih banyak lagi. Sampai makan siang kali ini begitu singkat, atau mungkin karena kita larut dalam obrolan? Kemudian di hari lainnya, dia datang lagi dan mengajakku ke tempat rahasia katanya. Yang ternyata sebuah tempat pemakaman umum. Entah apa tujuan dia mengajakku kesini, yang pasti dari sini aku tahu kalau dia begitu mencintai perempuan yang saat ini tengah pergi untuk selamanya. Aku bisa melihatnya dari cara Ares berbicara pada batu nisan yang bertuliskan Aruna Adistya.  Aku merasa aneh, meski baru mengenal Ares beberapa hari tapi rasanya aku menemukan hal lain dalam dirinya. Melihat dari cara dia menatapku, terkadang ada yang berbeda. Hari ini dia memiliki mata yang tajam, hari berikutnya dia memiliki mata yang teduh. Namun keduanya seolah memberikan aku rasa nyaman dan terlindungi. Sebenarnya Ares yang hari ini aku temui, apa sama dengan Ares yang kemarin aku temui juga?  ______  Cafe begitu ramai, untungnya hari ini aku tak ada jadwal kuliah. Aku mulai membantu yang lain, mencatat pesanan, mengantar pesanan dan semuanya. Kami saling berbagi tugas dan saling membantu membuat semua pekerjaan terasa mudah dan menyenangkan. Sebenarnya ada beberapa orang yang bekerja disini dan memiliki tugas masing-masing tapi beginilah, kami lebih suka saling menukar tugas atau membatu satu dengan yang lainnya. Kecuali dengan orang yang bekerja di dapur, karena urusan dapur benar-benar berbeda dan hanya dilakukan oleh orang yang memang ahli di bidangnya. Kalau tidak, bisa gawat makanan yang akan di sajikan pada pelanggan.  "Ki, tumben ya cowok yang ganteng itu gak dateng ke cafe." ucap Maya, kami saat ini berada di balik meja kasir. Maya adalah salah satu pekerja disini yang paling dekat denganku dan karena dia juga aku bisa bekerja disini.  "Cowok yang mana sih?" tanyaku mengernyit heran.  "Itu ki, yang sering banget duduk di pojok. Yang sering juga nanyain lo kalau gak ada di cafe." balasnya.  "Oh.. Gatau deh, gue kan cuma sebatas kenal doang. Lagian kenapa sih kepo banget kamu."  "Idih kenal doang katanya tapi diajak jalan." celetuk Maya membuatku secara refleks menatapnya kaget.  "Kata siapa?" "Gue liat sendiri lah. Waktu malem apa gitu lo sama dia makan di tukang sate. Nah kebetulan gue lewat gitu deh." jawab Maya dengan alis yang naik turun dan wajah yang menjengkelkan.  "Ck.. Gak sengaja aja ketemu."  "Alasan banget sih ki, jujur aja napa sih." "Ck.. Iya iya, dia yang ngajak." jujurku akhirnya.  "Nah kan, kayanya dia tertarik sama lo." bisik Maya dan aku hanya mengangkat bahu saja tak menimpali apa yang dia katakan padaku. Setelah itu aku pergi untuk mengantarkan pesanan, sebenarnya hanya mencoba untuk tak meneruskan pembahasan tentang Ares saja.  Ah ngomong-ngomong soal Ares, benar kata Maya. Hari ini aku belum melihat keberadaan dia disini, mungkin dia sibuk atau memang memiliki tempat lain dan bosan dengan cafe ini. Ah.. Kenapa juga aku jadi memikirkan dia seperti ini.  "Fokus kerja Ki, fokus." gumamku. 
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN