Manusia lumpur
Manusia lumpur
“Oh ini ya yang namanya Elin, seram banget dasar manusia lumpur. Kamu tidak cocok buat mas Arsya, dia terlalu tampan”
****
“Ini lo yang aku suka kerja di tempat mbak Elin bisa pura-pura amnesia kalau lagi diet hahaa, terima kasih mbak traktirannya” Ucap salah satu tetangga Elin.
Elin pun tersenyum menanggapi celoteh tetangganya. Elin melanjutkan langkahnya menuju mang Karman penjual bakso keliling yang tadi ia suruh mampir ke rumah untuk memesan bakso.
“Mang bakso buat saya cabainya yang banyak ya! biar nampol, Elin mau cuci muka dulu” pesan Elin ke mang Karman.
“Asyiaap neng, Astagfirullah hal Adzim neng itu muka kenapa kok penuh lumpur” mang Karman terkejut setelah melihat wajah Elin yang berlepotan tanah, hampir seluruh badannya tertutup lumpur.
“Biasa mang namanya juga tiap hari bergulat dengan lumpur alias dhaut ya pasti kena lumpur alias nyungsep” Ucap Elin malu dengan tingkahnya yang konyol karena kurang berhati-hati.
“Bohong itu mang yang ada sih, dia lagi rindu sama kakang masnya baru juga ditinggal setengah hari sudah kangen saja, mangkanya dia berguling-guling di sawah” canda Neneng, tantenya Elin berhasil membuat tawa mereka pecah.
“Bisa jadi bisa jadi hahaa, mang bungkus satu buat mbak Neneng” Meski Neneng itu tantenya tapi Elin memanggilnya dengan sebutan mbak sudah kebiasaan dari kecil, jarak umur pun tidak terlalu jauh hanya terpaut lima tahun.
“Hih mbak Neneng terus dari tadi yang dikasih bonus kita juga mau kali mbak” Protes Siti.
“Ya iya dong, harus spesial kalau buat tantenya, kan yang menjaga dari kecil aku bukan kamu” pembelaan yang dilontarkan oleh Neneng, tidak terima pengorbanan menjaga, menemani Elin keponakan kesayangan sejak kecil di samaratakan.
“Hai gays, rupanya kalian ada di sini. Aduh capeknya. Dicari dari tadi juga. Mang bakso satu, jangan pedas-pedas satu sendok saja cabainya! Nanti Elin yang bayar” celoteh bu Rt sambil mengatur nafasnya yang tidak stabil karena kehabisan nafas setelah berlari untuk menghampiri warganya.
“Siap bu Rt” Jawabnya dengan semangat.
Bu Rt kaget melihat muka Elin, dan mempertanyakan pertanyaan yang sama seperti mang Karman. Setelah perutnya kenyang barulah ia bercerita tujuannya mencari warganya, apalagi kalau bukan untuk diajaknya ngerumpi.
“Ih sebel aku lihat sinetron ikan layang terbang, pelakornya itu lo tidak punya hati. Istrinya juga gitu diam saja dizalimi, bisanya cuma menangis. Sebal aku”
“Rasanya ingin tak bejek bejek tak jadikan sambal, sok kecantikan. Ya memang dasar cantik sih.. tapi mbok ya ingat nanti ujung-ujungnya keriput” imbuh bu Rt menceritakan sinetron yang baru saja ia tonton.
“Sabar bu Rt sabar.. itu cuma sinetron. Saya kira ada gosip spektakuler apa ternyata...” ucap Neneng.
“Habis sebel banget lo aku.. jan kalau sudah menyangkut masalah pelakor hih igit igit aku ,ingin tak gigit”
“Kalau sebel jangan di lihat to bu Rt, tambah pikiran saja”
“Nah itu yang ditunggu-tunggu sudah datang, Mbak Elin tu pujaan hatinya kembali pulang, et tunggu yang di belakang putih putih itu apa yah jangan jangan kuntilmanak” kata siti yang menggagalkan Elin cuci muka lagi.
“kuntilanak Sitii bukan kuntilmanak, lagian mana ada hantu keluyuran siang-siang palingan juga masih tidur hantunya. Tuh kan benar bukan hantu. Tapi kok sama perawat, memangnya siapa yang sakit. Kamu sakit El?” tanya Neneng penuh selidik. Elin hanya menggelengkan kepala, entah kenapa tiba-tiba hati jadi tak tenang.
“ Kalau bukan sakit jangan-jangan mbak hamil ya.. ayo hamil sama siapa?” pertanyaan konyol Siti bikin geram siapa pun yang mendengar. Andaikata Elin hamil ya bukan jadi masalah kan ada yang menghamili.
“Ih gak ya, aku lo habis halangan” sanggah Elin.
“Hai semuanya.. kenalkan aku Riska calon istri mas Arsya” Ucap Riska dengan bangganya memperkenalkan diri setelah turun dari motor gede Arsya yang kini menggandeng tangan Arsya.
“Ha..” Ucap serempak mereka.
“Awas lalat masuk tu, besar betul buka mulutnya” 9komentar Riska.
“Cocok yah kita, satu PNS satu calon perawat. Satunya cantik satunya ganteng”
“Ayu jare’e ayu dempulane” ucap bu Rt yang mulai memanas wajahnya.
“Abang...” Ucap Elin dengan mata berkaca-kaca seakan tidak percaya apa yang didengar dan ia lihat.
“Adik wajahmu kenapa, kamu ini apaan sih peluk-peluk segala sana pulang” Kata Arsya yang hendak membersihkan wajah istrinya tapi ditarik Riska dengan cara memeluk dari samping.
“Abang, ini semua tidak benar kan bang.. adik yang salah dengar kan bang” ucap pelan Elin sembari membersihkan air matanya yang bercampur lumpur.
“O jadi gini to ceritanya, si kuntilmanak ini pelakor. Kok bisa sih pelakornya keluar dari tv bukannya dikurung di tv ya, kenapa kamu masuk desa kekuasaan suami saya. Kamu belum tau ya aku musuhnya pelakor hah?” bu Rt berucap dengan garangnya karena daerah kekuasaannya telah dimasuki musuh bebuyutannya.
“Hih berisik tau, sana-sana jauh jangan dekat-dekat mas Arsya. Ini mas Arsyaku jangan ada yang nyolek” protes Riska akan sikap bu Rt.
“Oh ini ya yang namanya Elin, seram banget, dasar manusia lumpur! Kamu tidak cocok buat mas Arsya, dia terlalu tampan” Ucapan Riska berhasil membuat Elin terkulai lemas jatuh ke bawah. Ia berjongkok menyembunyikan wajahnya di kedua tangan berharap ini semua hanya mimpi.
Elin hanya bisa menangis merasakan sakit di hatinya tak menyangka suami yang begitu perhatian ternyata membuatnya patah hati. Awan seakan merasakan apa yang dialami Elin dengan kekuasaannya menyuruh hujan agar berupaya mendinginkan hati Elin supaya tenang kembali.
“Hujan hujan, ayo berteduh! Elin hujan, nanti kamu sakit” Teriak Neneng dari rumahnya mengkhawatirkan Elin.
“Dek hujan, ayo masuk rumah. Jangan duduk di sini” Kini Arsya menjajarkan tubuhnya untuk membujuk Elin supaya mau berdiri.
“Mas hujan nih dingin mana rumahmu pasti yang besar itu ya? Ayo masuk rumah, dingin” rengek Riska dengan menggoyang goyangkan badan Arsya.
“Bisa tidak sih kamu diam”. Bentak Arsya. Dengan cepat Arsya melepas baju dinasnya untuk ia pakaikan ke pundak Elin.
“Ow”
“Wao keren” Ucap histeris mak mak gang kuaci melihat bodi semok eh maksudnya tubuh atletis Arsya yang kini telanjang d**a dengan jam yang masih melingkar di tangan.
“Ouw bodinya, lemas aku lemas bantal mana bantal kasur kasur eh tidak jadi deh sayang sekali kalau terlewatkan pemandangan yang menakjubkan ini” ucap bu Rt semangat.
“Buk eling bojo di samping” Tiba-tiba pak Rt sudah berada di samping bu Rt.
“Pak Rt pak satpam pak guru bu dokter profesor” lah malah ngiklan bu Rt.
“Gak lucu” kata pak Rt.
“he bapak, kok bapak ada di sini” Tanya balik bu Rt.
“Mau mengawasi kamu biar liurnya tidak jelalatan”.
Neneng datang membawa payung untuk mereka berdua. Dia tidak ingin keponakannya itu kenapa-napa. Setelah memberikan payung ke Arsya ia kembali ke rumahnya yang berada persis di samping rumah Elin.
“Jangan kau sentuh payungku, ini untuk Elin. Aku tidak mau payungku ternoda oleh sifatmu”