Bab 6 : Mulut pedas Riana

1074 Kata
Sesampainya di rumah, Riana langsung naik ke kamarnya dan membuka ruang perpustakaan, ia mulai mencari novel yang menjadi kunci permasalahannya, hingga ia menemukan benda itu di bawah rak buku terakhir. Lembar demi lembar ia baca, dan menemukan fakta-fakta yang membuat ia semakin yakin bahwa dunia yang ia perankan sekarang adalah dunia fiksi, dengan kata lain, ia berada di dalam sebuah kisah di novel, air matanya langsung luruh, ia menyadari ini semu, kebahagiaan, kehangatan keluarga, semuanya semu. Apalagi mengingat akhir dari novel ini, sangat mengenaskan. Akan tetapi ada hal yang mengganjal di sini, di dalam kisah ini, tidak ada Afrizan sama sekali, hanya saja ada sosok pemuda bernama Langga yang memiliki karakter seperti Afrizan. Apa mungkin pemuda itu juga berasa dalam dunia novel bersama dirinya? Ia harus menyelidiki ini, dan mungkin mulai dari sekarang hidupnya tidak akan tenang, mengingat sosok yang digambarkan dalam novel itu, merupakan sosok yang memiliki masalah pelik dalam percintaan. Ia hanya bisa membaca, dan menebak hal apa saja yang akan terjadi esok sesuai alur yang penulis tentukan. "Kak Riana." Panggilan itu membuat Riana segera menutup novel dan menyimpannya di laci nakas. "Ada apa, Yusuf? " "Kakak dipanggil bunda untuk makan siang?" Bunda? Riana mengernyit heran, apa bundanya ini mengangkat kedua bocah yang ia temukan di pinggir jalan? Tapi kalau mengingat cerita yang ada di novel, Riana seharusnya memiliki seorang Abang dan dua adiknya, apa mungkin Yusuf dan Rindu adalah adik yang digambarkan itu? Lalu di mana abangnya? "Riana? Do you Miss me?" Mata Riana membola seketika, tanpa diperintah, ia langsung berlari memeluk tubuh abangnya dengan sayang, bahkan sangat erat. Jantung Riana berdegup dengan kencang, ini pertama kalinya ia harus berpelukan dengan orang yang sebenarnya sama sekali tidak ia kenali, namun gerak reflek tubuh yang mengikuti alur cerita novel, membuat ia secara spontan memeluk pemuda tampan di hadapannya. "Miss you, kenapa baru pulang? Kenapa bang Aldi gak ngomong mau pulang?" Pemuda itu tampak tertawa kecil mendengar pertanyaan beruntun yang terlontar dari Riana. "Biar kejutan, lagian kamu sok sibuk, gak mau bukan ponsel." Eh! Riana baru ingat jika ponselnya itu berada di dalam nakas sejak kemarin, duh, ia sama sekali tidak hobi dengan benda itu. Riana meringis kecil ketika sentilan pelan dilayangkan Aldi ke keningnya. "Ngelamuni apa? " Riana menggeleng pelan. "Gak ada, Riana lupa letak ponsel di mana, hehehe..." "Serius? Lupa? Abang gak yakin, kamu ini bukan tipikal orang yang mudah lepas dari ponsel, bahkan kamu itu ke kamar mandi aja bawa ponsel, " ucap Aldi tak yakin, ia tau sekali sang adik itu maniak ponsel, jadi sebuah keajaiban jika adiknya lupa posisi ponselnya. Riana hanya diam, lalu melepaskan pelukan sang Abang dan menuju ruang makan. "Riana lapar, jadi tahan dulu ngobrolnya, sebelum suara cacing Riana yang mendominasi obrolan kita." Aldi terkekeh geli, tidak ada yang berubah dari adiknya, hanya penampilannya saja yang lebih tertutup, Riana biasanya selalu menggunakan pakaian kurang bahan yang terkadang membuat Aldi pusing tujuh keliling, kali ini Riana menggunakan celana olahraga dan juga kapan oblong yang tampak kebesaran. "Na, tumben banget pakai baju longgar begini, biasanya baju yang model kurang bahan?" Riana terdiam, ia membalikkan badan lalu menilai penampilan nya sendiri, gak ada yang salah. "Baru beli bahan, Bang, jadi kebiban gini." Sontak Aldi langsung tertawa terbahak-bahak, ia tau Riana adiknya sangat tidak suka ketika ada yang mengomentari cara berpakaian nya. Dan lihat saja jawaban absurd nya. Sangking kerasnya Aldi tertawa membuat dua bocah yang berada di hadapan Aldi menatapnya dengan pandangan ngeri. "Kak Riana, bang Aldi sehat?" Tanya Rindu dengan polosnya, Riana sontak langsung saja tertawa, ia mengelus lembut dahi Rindu. "Sehat kok, cuma sedikit gak waras aja, maklumi yah." Aldi yang tadinya tertawa dengan keras langsung menghentikan tawanya, menatap Riana dengan pandangan tajam. "Durhaka emang, gak ada akhlak." Riana sendiri masih menahan tawanya, lalu ingatannya kembali lagi pada kenyataan bahwa ini semua sementara. "Kak Riana, kok gak makan?" Riana langsung tersadar, lalu mulai memasukkan makanan ke mulutnya, akan tetapi tidak ada kenikmatan yang ia rasakan, yang ada hanya rasa hambar tatkala ia mengingat semua yang terjadi. "Na, Abraham apa kabar?" Akh, pertanyaan ini menjadi boomerang baginya, seperti alur yang ada, mereka akan bertengkar nantinya. Sebisa mungkin ia bungkam, padahal mulutnya sudah mau berucap tanpa di perintah, bahkan ia menutu mulutnya rapat. "Na, Abraham apa kabar?" Tanya Aldi lagi, ia merasa heran dengan respon sang adik yang terlihat menghindar dan tidak peduli. "Riana?" Akh, mau tidak mau Riana harus menjawabnya, apa yang bisa ia lakukan, keculai mengikuti alurnya. "Gak usah tanya masalah b******n itu ke gue." Aldi sontak langsung memelototkan matanya, Riana memang sering berbicara kasar, tapi tidak pernah sama sekali di hadapannya ataupun keluarga, namun sekarang? Ada apa dengan adiknya. "Jaga omongan kamu, sejak kapan kamu bisa bicara kasar seperti ini?" Riana menghela nafas, oke semua dimulai. "Sejak adik Lo itu bikin hari gue kacau. " Yah, Aldi adalah Abang kandung dari Abraham, alasan kenapa Riana dan Aldi bisa sedekat ini adalah, karena sedari kecil Aldi telah dititipkan kepada kedua orang tuanya, orang tua Aldi yang merupakan sahabat dekat bunda dan ayahnya saat itu sedang sibuk-sibuknya menangani usaha yang sedang maju pesat, dan saat itu Abraham masih kecil sehingga tidak ikut dititipkan bersama dengan Aldi. Aldi yang mendengar itu sontak terdiam, ia sama sekali tidak tau masalah yang ada diantara Abraham dan Riana, tapi yang pasti, ia sangat tidak suka ada yang menjelekkan nama Abraham tepat di hadapannya. "Abang gak tau masalah kamu sama Abra itu apa? Yang jelas Abang gak suka kamu berbicara kasar seperti ini, seperti manusia yang tidak punya aturan." Jleb! Badan Riana menegang sempurna, tidak tau aturan? Ternyata begitu pandangan Aldi terhadap dirinya. Miris sekali. "Oh, gak tau aturan? Hahaha...." Aldi terdiam, sepertinya ia salah bicara. "Lebih gak tau diri gue apa elu? " Aldi masih terdiam, ia seolah menunggu kelanjutan ucapan Riana yang sebenarnya sangat jarang ia dengarkan. "Cuma bisa numpang di rumah orang, ambil kasih sayang orang tua anak lain. Yang gak tau diri siapa?" Tanya Riana sarkas, bahkan mata gadis itu terlihat menajam dengan tangan yang terkepal erat. "Lu tau? Di mata gue sekarang elu itu gak lebih ya kayak penjilat." Riana langsung berlalu meninggalkan Aldi yang melongo terkejut, itu terlihat bukan seperti Riana yang biasanya, namun dirinya tidak bisa mengambil hati masalah ini, karena secara tidak langsung semua juga berawal dari dirinya yang membuat sosok Riana tumbuh dengan kasih sayang yang tak utuh. "Maaf, Ri. Gue gak sengaja." Nyatanya, dulu Aldi bertingkah sesukanya demi menarik perhatian orang tua Riana dan terkadang malah membuat Riana kecil terlantar tanpa dampingan orang tua.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN