Laras masih belum percaya dengan lelaki yang ada di depannya, "perfect" gumamnya dalam hati. Seperti melihat idolan nya pada aktor drama korea saja. Laras ingin cepat cepat mengintrogasi sepupunya, kalau masih ada yang seperti itu, boleh lah Kinar pesan kan untuknya juga satu.
"Itu teh saha?" Tanya Laras.
"Oh ... Dia teh tadi nolongin aku pas aku mau kena copet," jelas Kinar.
"Apa? Terus kamu nya teh gak apa apa?" Laras memutar tubuh Kinar, guna mengecek ada yang lecet atau tidak pada diri Kinar. "Okey, badan sepertinya tidak ada yang lecet. Barang? Ada yang berhasil diambil sama copetnya gak?" Lanjut Laras.
"Alhamdulillah aman, Teh. Kan tadi ada dia yang nolongin." Jawab Kinar santai.
"Kalau ada lagi cogan alias cowok ganteng yang kayak dia, aku mau satu dong kenalin ke aku nya mah." Kinar hanya tersenyum.
"Ingat Teh, Teteh mah bentar lagi ujian skripsi. Yang rajin atuh belajarnya, bukan malah main cowok cowokan. Ingat pula tuh sih bang Kodir nah, selalu tanyak Teteh ke Kinar, setia banget itu nah nunggui cinta Teh Laras. Kinar teh salut, segitu setia bang Kodir sama Teh Laras." Goda Kinar.
"Aish ... Teteh mah ogah sama bang Kodir, Nar. Andai kata nih ya, di dunia ini hanya bang Kodir cowok yang masih single, Teteh mah lebih baik jombol fisabilillah dari pada harus sama bang Kodir." Menyebut namanya saja Laras sudah bergidik ngeri. Bang Kodir yang mereka maksud disini adalah anak juragan jengkol di kampung mereka yang super genit sama cewek cewek kampung. Padahal mah penampilannya kampungan sangat.
"Hush ... Jangan ngomong gitu atuh Teh, nanti kualat baru tahu rasa loh."
***
Habis mengantar Kinar ke kosan, Pras langsung mengarahkan mobil ke apartemen. Semenjak pulang dari luar negeri, Pras memutuskan untuk tidak lagi tinggal bersama kedua orang tuanya, alasannya ingin mandiri. Kendati seminggu sekali Pras pasti pulang untuk menjenguk kedua orang tuanya.
"Permisi Pak Pras," sapa seorang CS apatement.
"Iya ada apa Mbak?" Pras menghampiri CS tersebut.
"Tadi kami menerima titipan ini dari seseorang yang tidak mau memberitahukan identitasnya kepada kami." CS yang memiliki nama Sisyl tersebut memberikan sebuah amplop elegan berwarna gold.
"Okey, terima kasih, Mbak."
"Sama sama Pak."
Pras menaiki lift untuk bisa sampai di unit miliknya yang berada di lantai 20, masuk unit Pras langsung menghidupkan lampu.
Sebelum membuka amplop yang tadi ia terima, Pras ambil minum terlebih dahulu di lemari es. Pras mulai menggulung lengan bajunya sampai ke siku lantas memapahkan pantatnya di permukaan sofa lembut di ruang tamu.
Pras mulai menimang amplopnya, mewah dan elegan. Kata itu akan keluar otomatis pada mulut orang yang melihatnya.
Membuka amplop pertama, langsung disuguhkan dengan dua nama mempelai. Sebelum membuka isinya, keburu handphone milik Pras berdering.
"Hallo ... "
"Hay bro, gimana sudah terima undangan dari gue?" Tanya si penelfon dari seberang.
"Sudah, gila loe. Udah mau nikah aja, gak tau denger kabar, sekalinya dapat kabar langsung kabar nikahan." Protes Pras.
"Iya dong, hidup udah mapan, udah sukses, masih nunggu apa lagi coba? Loe juga harus cepet cepet nyusul ya! Oh iya jangan lupa dateng di acara pernikahan gue ya, pokoknya harus datang. Bawa pasangan loe, biar gak di bully terus sama teman teman gara gara gak punya pasangan. Aku cuma bilang itu aja sih, sudah dulu ya, aku masih banyak yang mau di urus."
"Okey, sukses sampai hari H ya Brow!"
"Yoi Brow," lantas sambungan telfon mereka pun terputus.
Dari sini Pras harus memutar otak, siapa gadis yang akan dia bawa ke acara pesta perkawinan Edward nantinya. Ya ... Tadi yang telfon itu namanya Edward, teman kuliah Pras sewaktu di Swiss.
Pras menyenderkan kepala pada bagian sandaran sofa, memikirkan siapa yang pantas dia ajak ke pesta nantinya. Akhirnya Pras menghubungi seseorang.
"Hallo, Dian."
"Iya ada Pak? kenapa Bapak telfon saya di luar jam kerja? Ada yang bisa saya bantu?" Serentetan pertanyaan keluar dari mulut Dian, sekretaris Pras.
"Satnight depan, kamu ada acara?" Tanya Pras tanpa basa basi.
"Jelas ada lah Pak, tiap satnight saya kencan sama pacar saya. Emang Bapak yang jombo? Hehehe ... Jangan marah Pak, canda doang." Pras memang sedingin frezeer, tapi dia tidak bossy. Makanya Dian berani candain atasannya itu.
"Padahal saya ingin ajak kamu ke pesta pernikahan teman saya." Ucap Pras jujur.
"Seandainya saya tidak ada acara pun, saya pasti tetap bakalan nolak ajakan Bapak. Karena itu bisa mengancam hubungan saya dengan pacar saya nantinya Pak, pacar saya cemburuan soalnya Pak." Jelas Dian.
"Ya sudah kalau tidak bisa, saya ajak yang lain saja." Pras langsung memutus sambungan telfonnya. Tanpa tahu kalau sekretarisnya di seberang sedang ngedumel karena Pras yang kebiasaan menutup telfon secara sepihak.
Sambil mengacak rambutnya, Pras pergi ke kamarnya. Mandi air hangat mungkin bisa membuat otak nya berpikir lebih jernih. Dan kali aja dia menemuka ide siapa yang bisa dia ajak ke pesta.
***
Hari ini adalah hari pertama ospek, sungguh sangat melelahkan bahkan melaparkan. Kinar berangkat ke kampus di jam tujuh pagi dan jam lima sore baru selesai. Rupanya tidak tanggung tanggung senior mengerjainya. Kinar sudah berada di puncak kelelahannya, tubuhnya sudah Kinar jatuhkan pada dinginnya lantai sambil bersender ke tembok.
Kinar tidak peduli seandainya ada yang ngejek karena dia ngesot di lantai, tubuhnya sudah tidak punya tenaga lagi, lagian ini sudah jam pulang dan baginya bebas mau ngapain aja.
"Kinara Anjani?" Seseorang berdiri di hadapan Kinar, perlahan Kinar perhatikan dari ujung sepatu sampai ujung atas, seketika Kinar terkesiap dan auto berdiri.
"Siap Kak?"
"Ini buat kamu!" Ternyata yang berdiri di hadapan Kinar saat ini adalah seniornya, sebut saja Kak Azzam. Azzam menyodorkan air mineral kemasan botol ukuran 125 ml pada Kinar.
"Eh ... Buat saya Kak?" Kinar melongo hampir tidak percaya.
"Emangnya ada orang lain lagi selain kita disini?" Tanya balik Azzam.
"Terima kasih, Kak." Kinar memang butuh minum sekarang, kebetulan air di tumbler nya juga pas habis. Disaat Kinar ingin membuka tutup botol air mineralnya, botolnya langsung di rebut kembali oleh Azzam. Dan Azzam yang kemudian membuka tutup botolnya. "Sekali lagi terima kasih, Kak." Kinar langsung meminumnya.
"Kalau begitu aku pamit ya," pamit Azzam dan langsung pergi ninggalin Kinar yang masih berdiri di tempatnya.
Tidak mau memperpanjang soal pikirannya yang menanyakan kenapa seniornya itu baik padanya, akhirnya Kinar memutuskan untuk pulang ke kosan. Kinar berjalan gontai sambil sedikit menyeret ranselnya.
Sampai di depan gerbang kos, kening Kinar berkerut melihat keberadaan Pras yang berdiri menyender di badan mobil.
"Hay," sapa Pras pada Kinar.
"Hay," sapa balik Kinar. "Cari siapa?" Tanya Kinar.
"Cari kamu lah, mau nagih hutang budi." Kinar terlihat shok.
"Bukannya Aa' bilang gak mengharap balas budi ya? Kok sekarang bilang mau nagih hutang budi?" Heran Kinar, rupanya benar kata Bundanya kalau orang kota tidak bisa dipercaya.
"Kan kamu yang bilang kalau tidak ingin punya hutang budi." Kinar menghela nafas panjang.
"Terua Aa' sekarang mau nagih hutang budi yang bagaimana ke saya?" Kinar memutar bola matanya.
"Kira kira ikhlas gak?" Tanya balik Pras.
"Ikhlas in sya Allah,"
"Satnight saya mau kamu ikut saya ke acara pesta pernikahan teman saya, kamu harus pura pura menjadi kekasih saya. Dan kamu harus ikuti kamauan saya, saya tidak menerima pendapat atau protes apalagi penolakan. Besok sore saya akan kembali, kita akan ke butik pesan dresscode." Setelah menjelaskan panjang lebar Pras langsung pergi begitu saja.
Kinar hanya mampu berdecak di tempatnya, "menyebalkan" teriak Kinar. Mana lagi besok akan lebih melelahkan dari hari ini, terus masih harus nuruti kemauan Pras, Ya Tuhan ...