My Second Life || 03

1073 Kata
Aku bermimpi jatuh dari ketinggian, membuatku terhenyak kaget dan terbangun begitu saja. Ruangan serba putih nan kosong menyambut penglihatan ku. Aroma khas rumah sakit menusuk indera penciumanku. Tanganku terasa kebas. Aku melirik ke bawah dan tersenyum getir melihat tanganku di infus. Ternyata yang ku alami kemarin bukan kembali ke masa lalu melainkan memimpikan masa lalu. Mungkin, di alam bawah sadarku, aku ingin mengubah semuanya menjadi baik-baik saja. Namun, sayangnya keinginanku tidak akan pernah menjadi kenyataan. Semua hanyalah semu dan fatamorgana. Saat tersadar akan menampar telak dirimu akan fakta menyakitkan dalam hidup ini. Bodohnya aku sempat terlena dalam mimpi indah itu, seperti anak kecil yang mudah tertipu. Harusnya aku sadar bahwa hal tersebut tak mungkin terjadi. Perjalanan menembus dimensi dan waktu itu hanya terjadi di dalam novel dan film-film fantasy. Apakah karena diriku terlalu banyak menonton dan membaca genre fantasy hingga muncul mimpi itu? Akan tetapi, perasaan aku tidak pernah menonton dan membaca genre fantasy. Aku lebih suka menonton dan membaca genre romance sebab genre satu itu memberikan kebahagiaan tersendiri. Setetes air mata kembali meluncur tanpa dapat ku tahan. Rasanya sangat menyakitkan ketika terbangun dan sadar bahwa semuanya sudah hancur berkeping-keping. Kepingannya tak bisa lagi ku pungut apalagi menyatukannya. Semua tak akan bisa kembali ke semula, sekeras apapun usaha untuk memperbaikinya. Sekarang aku hanya bisa menatap dan meratap. Menyalahkan diri dan menggumamkan kata-kata kebencian untuk diri sendiri. Ku rasa, itu pun tak cukup untuk menebus semua kesalahan yang telah ku perbuat selama ini. Semuanya, maafkan kebodohanku. Karena ku, kalian semua berakhir menyedihkan. Harusnya aku mati saja dalam kecelakaan mobil itu! Ya, harusnya aku mati saja saat itu supaya tak menganggu kehidupan orang-orang yang menyayangiku. Lagipula, apa gunanya aku hidup jika aku telah kehilangan segala-galanya? Aku tidak punya keluarga lagi, aku tidak punya suami lagi, aku tidak punya harta lagi, dan aku tidak punya sahabat lagi. Ah, tidak ada ku punyai selain tubuh dan nyawa ini. Satu hal yang pasti meskipun telah kehilangan segalanya. Aku akan membalas Dino dan Meli! Apapun caranya! Bahkan jika harus menjual diriku sendiri! Aku tidak akan pernah Sudi membiarkan mereka hidup bahagia di atas penderitaanku! Aku ingin mereka merasakan penderitaan ku. Ah tidak, tidak! Mereka harus lebih menderita dibandingkan diriku! "Bi, akhirnya kamu sadar tapi kenapa kamu menangis? Apa yang membuatmu menangis?" Tubuhku terdiam membatu. Suara itu ... Cepat-cepat kualihkan tatapanku ke arah pintu dan di sana ku lihat Kenan. Wajahnya terlihat lesu dan khawatir. Langkah besarnya mendekatiku lalu menyapu air mataku secara perlahan menggunakan ibu jarinya. Lidahku terasa kelu akibat merasa sangat terkejut. Apa yang sebenarnya terjadi? Aku masih di masa lalu atau sedang berada di masa depan? Arghh! Aku pusing! Semuanya terasa sangat membingungkan! "Jangan menangis. Hatiku sakit melihatmu seperti ini, Bi." Susah payah memaksakan diriku untuk berbicara dan bertanya, "Kenapa aku bisa berada di sini?" Kenan menghela nafas. Senyuman sendu muncul di permukaan bibirnya. "Dokter bilang kamu pingsan karena kelelahan. Apakah kamu lupa? Kamu pingsan saat hendak menceritakan sesuatu." Aku berusaha mengingat kejadian yang dia maksudkan. Ah ya, aku ingat. Semalam aku ingin menceritakan tentang kejadian yang ku alami selama ini tapi kepalaku tiba-tiba terasa sangat pusing dan kegelapan pun menyelimutiku. Apa mungkin aku pingsan karena hendak membocorkan rahasia time travel ku atau pingsan memang benar-benar murni karena kelelahan? Kalau diingat-ingat, wajar saja jika aku kelelahan. Dulu, beberapa hari sebelum pernikahan aku selalu berusaha kabur dan tidak ingin makan apapun selama pernikahannya tidak dibatalkan. Aku menepuk keningku sendiri atas kebodohanku di masa lalu. Aku memang labil dan mudah dihasut oleh orang lain sehingga hal itu membuat diriku menjadi mainan mereka. "Ayo makan dulu. Aku sudah membelikan makanan kesukaanmu." Perkataan Kenan membuatku tersentuh. Sudah lama aku tidak merasakan kehangatan dan perhatiannya. Langsung saja ku peluk dirinya tanpa mempedulikan infus di tanganku. "Terima kasih selalu ada untukku, Kenan. Aku sangat mencintaimu. Tolong jangan meninggalkanku sampai kapan pun." Bisikku lirih dan lagi-lagi aku merasakan tubuhnya menegang kaku. "Sebenarnya kamu kenapa, Bi? Dari kemarin kamu sangat aneh. Apa mungkin kamu merencanakan hal lain di belakangku?" Pertanyaan penuh selidik Kenan membuatku menggaruk kepalaku yang tidak gatal. Aih, Kenan memang selalu curigaan padaku. Namun, itu adalah hal yang wajar! Kalau pun aku menjadi Kenan, aku pasti akan mencurigai perubahan mendadak pasangan hidupku. "Mana mungkin aku merencanakan hal lain di belakangmu, Kenan. Kamu kan suami sah ku sekarang. Apapun yang aku rencanakan, pasti aku akan menceritakannya padamu." Rayuku sembari mengedipkan mata imut supaya dia luluh dan tidak mencurigaiku lagi. Kenan membuang pandangan ke arah lain. Wajahnya terlihat merah. Apakah wajah imutku sangat menggemaskan di matanya? Kalau iya, sepertinya mulai sekarang aku harus sering-sering menampilkan wajah imutku supaya dia tidak curiga dan terlalu tegas lagi padaku. "Btw, ayo kita pulang. Aku tidak suka berada di rumah sakit ini. Aromanya terlalu menyengat." Pintaku manja supaya dia mengiyakan. "Ta--" "Tidak ada tapi-tapian, Kenan. Pokoknya aku ingin pulang. Kamu tenang saja. Aku merasa keadaanku sudah lebih baik daripada sebelumnya." "Baiklah kalau begitu." Kenan tiba-tiba menggendongku begitu saja karena infus di tanganku sudah terlepas sejak siang tadi. "Eh, masa langsung menggendongku seperti ini? Memangnya tidak mau membayar biaya rumah sakit dulu?" Heranku. "Pembayarannya sudah diselesaikan sejak tadi malam, Bi. Kata dokter juga tidak masalah kalau kamu beristirahat di rumah." "Astaga, kenapa tidak mengatakannya padaku sejak tadi?" Gemasku. "Karena aku ingin kamu mendapatkan perawatan terbaik di rumah sakit ini." Jawaban seriusnya membuatku mengerucutkan bibir kesal. "Oh ayolah, aku hanya kelelahan bukan sekarat." "Memang. Tapi ada satu hal yang aneh, Bi." Ujarnya mendadak serius. "Apa?" Tanyaku heran. "Kata dokter, penyakit leukimia mu tiba-tiba menghilang." Aku terdiam mendengarnya. Benarkah? Kenapa bisa hilang? Apakah karena kelahiran kembali ku? "Bi, kenapa melamun lagi? Apakah kamu merasa tidak enak badan? Apa ku bilang?! Seharusnya kamu di rumah sakit aja!" Omelnya mengagetkan. Aku langsung menggeleng. "Aku baik-baik saja. Hanya teringat akan sesuatu." Jelasku cepat. "Ingat apa?" Tanyanya tidak bersahabat. Pasti dia cemburu pada Dino haha. "Tugas kampus yang diberikan dosen killerku. Aku ingat belum membuatnya." Kekehku. Kenan menatapku datar. "Kamu pikir aku akan percaya dengan kebohongan mu itu?" Tanyanya kesal. "Sudahlah. Ayo pulang. Malu tahu jadi tontonan orang gini." Bisikku mengingatkan karena memang, orang-orang di rumah sakit menatap kami penuh minat seolah kami berdua ini artis yang sedang syuting. Kenan menatapku sebentar lalu mengangguk. Tidak berbicara lagi. Namun, aku tahu, saat sampai di dalam mobil, dia akan mengintrogasi ku lagi. Seperti inilah Kenan Aditama. Dia sosok suami yang sangat posesif, protektif, curigaan, lembut, dingin, manis, dan berbagai sifat lainnya tapi yang paling terpenting, dia tidak pernah kasar dan membentakku sebesar apapun kesalahan yang ku perbuat. -Tbc-
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN