Benar saja dugaanku. Kenan mengintorgasiku di dalam mobil tanpa mempedulikan pak sopir yang berada di depan kami.
"Kamu memikirkan Dino tadi? Menyesal telah mengusirnya di hari pernikahan kita? Ingin kembali ke dalam pelukannya lagi? Jangan harap hal itu akan terjadi karena kamu sekarang sudah menjadi istriku, Bi! Kamu milikku seorang! Aku tidak akan pernah membiarkanmu dekat dengan Dino atau pun laki-laki lainnya."
Ucapannya terdengar tidak main-main. Tangannya mencengkram daguku kuat tapi tak sampai melukaiku. Raut wajahnya tampak mengeras, penuh emosi.
Kenan memang paling susah menahan emosinya jika menyangkut Dino karena dia pria yang sangat cemburuan.
Di kehidupan lalu, dia pernah mengurungku di dalam kamar selama seminggu karena nekat kabur darinya.
Rontaan, teriakan, dan kekesalanku tidak dihiraukannya. Tetap mengurungku di dalam kamar dan membiarkan para maid mengantarkan makanan serta minuman. Membuatku sangat tertekan kala itu.
Kenan terlalu mencintaiku hingga cintanya itu berubah menjadi mengerikan.
Dia tidak mempedulikan pandangan dan pendapat orang lain tentang diriku. Dia hanya peduli pada perasaannya sendiri.
Bukan satu dua kali para keluarga dan orang terdekatnya menyuruh dia untuk melepaskan ku karena aku hanya membuatnya merasa tersakiti tapi Kenan tetap keras kepala mempertahankan ku dan menerima rasa sakit yang kuberikan padanya.
Wajah datar dan sifat tegasnya menjadi penutup luka yang kuberikan padanya. Sungguh pria yang bodoh karena cinta~
Aku saja saat dikhianati Dino langsung marah dan membencinya tapi dia tak pernah membenciku dan terus menahanku di sisinya sebanyak apapun aku melukainya. Seolah dia sudah mati rasa.
"Sepertinya tebakanku memang benar."
Suara getir dibalut nada dingin itu membuatku tersentak kaget.
"Maaf. Aku diam bukan karena tebakanmu benar tapi aku teringat sesuatu yang sangat menyedihkan dan mengiris hati." Jelasku berusaha membuat suasana hatinya membaik.
Sudah terlalu sering aku menyakiti hatinya dan aku tidak ingin menyakitinya lagi. Aku tak ingin membuatnya menderita untuk kesekian kalinya. Aku ingin membahagiakannya di kehidupan ini, menebus kesalahan fatalku di masa lalu.
"Pasti tentang Dino!" Ketusnya sembari membuang wajah ke luar jendela. Aura cemburu pekat terus menguar keluar dari tubuhnya.
Aku menghela nafas gusar. "Bukan tentang Dino!" Sergahku langsung.
Kenan diam. Menatap lurus ke arah luar.
Keterdiamannya membuatku merasa bersalah. Lantas, aku meletakkan kepalaku di bahu lebarnya. Memejamkan mata dan tersenyum miris. "Aku teringat dengan seorang pria yang sangat mencintaiku tapi aku menyia-nyiakannya demi seonggok sampah. Aku sangat menyesal dan ingin memulai semuanya dari awal dengan dia. Aku ingin menebus semua dosaku padanya. Atas rasa sakit hati dan penghianatan yang telah kulakukan padanya. Apakah menurutmu dia akan memberiku kesempatan untuk memperbaiki semuanya?"
Kenan bereaksi. Tubuh tegangnya berubah menjadi rileks. Kedua tangannya yang hangat mulai memeluk tubuhku erat. "Apakah lelaki yang kamu maksud itu aku?" Tanyanya memastikan.
Aku mengangguk. Menyandarkan kepalaku di d**a bidangnya seraya mendengarkan detak jantungnya yang tak beraturan. "Iya. Lelaki itu kamu." Pertegasku.
Aku hampir menjerit kala tubuhku diangkat begitu saja ke atas pangkuannya. Wajahnya menelusup ke leherku dan melayangkan kecupan ringan yang menghantarkan rasa geli di dalam perutku. Seakan ada ribuan kupu-kupu yang sedang berterbangan di dalam sana.
"Tidak peduli apa rencanamu, mulai saat ini kamu tidak akan pernah bisa lepas dariku. Aku tidak akan segan-segan mengurungmu di dalam kamar jika ketahuan kabur atau pun menemui Dino lagi."
Hah!
Percuma saja aku mengatakan hal tadi karena dia tidak percaya sama sekali tapi ya sudahlah, aku tidak akan menyerah.
Aku akan membuatnya mempercayaiku mulai sekarang. Aku akan membuktikannya dengan tindakan. Lagipula hal yang dilakukannya itu wajar. Sangat sangat wajar.
Bagaimana mungkin seseorang berubah drastis dalam satu hari?! Terasa mustahil, bukan?!
Kenan menjauhkan wajahnya dari leherku namun tetap memelukku erat. Dia tak lagi bersuara.
Aku ingin meliriknya tapi tidak bisa bergerak karena pergerakanku dikunci olehnya.
Akan tetapi, pelukan erat nan hangatnya membuatku merasa bahagia dan terlindungi.
Senyumanku muncul begitu saja merasakan cintanya yang dipenuhi oleh keposesifan dan jeratan. Mungkin sebagian orang akan merasa terganggu tapi tidak denganku karena aku tahu dia tidak akan bermain dengan wanita lain di belakangku.
Senyumanku luntur saat tidak sengaja melihat pak sopir melirikku dari kaca spion.
Astaga! Malu sekali!
Dari tadi kami berdekatan seperti ini disaksikan oleh pak sopir!
"Kenan, lepasin deh. Pak sopir ngeliatin kita tahu." Bisikku pelan.
"Biarkan saja." Sahut Kenan cuek.
Aku menghela nafas sebal. "Aku mengantuk," ucapku mencari alasan lain supaya dia melepaskanku.
"Tidur saja."
"Tidak nyaman tidur dengan posisi ini." Rajukku.
Kenan tiba-tiba memutar tubuhku menghadap dirinya serta memeluk pinggangku posesif. Dia menuntun kepalaku untuk bersandar di d**a bidangnya. "Tidurlah." Gumamnya seraya mengelus puncak kepalaku.
Aish, sudahlah. Aku tidak akan pernah menang melawannya. Maka dari itu, aku menurut saja.
****
Mobil berhenti. Aku ingin turun dari atas pangkuannya tapi ia mencegah, tak membiarkan hal itu terjadi. "Kenapa?" Tanyaku heran.
"Aku masih ingin memelukmu."
Aku terdiam mendengar gumaman lirihnya. Sedalam itu kah aku menyakitinya hingga tak lagi memberikan rasa aman padanya?
"Di dalam rumah kan bisa," ucapku berusaha membuatnya mengerti tanpa harus mencurigai.
"Aku takut kamu..." Suaranya tercekat seolah sangat berat untuk melanjutkan ucapannya.
"Ayo turun. Aku lelah," kataku berbohong.
Kenan termakan kebohonganku. Dia mengangguk. Membuka pintu mobil dan menggendongku keluar.
"Kita tinggal di rumah ini mulai sekarang. Apakah kamu suka? Kalau tidak suka, aku bisa membelikan rumah baru untukmu."
Rumah ini ya?
Rumah yang sangat mewah namun menyimpan banyak kenangan pedih.
Rumah yang telah merenggut nyawa Kenan demi menyelamatkanku dari kebakaran.
"Aku tidak suka!" Sahutku langsung. Aku ingin menghindari semua permasalahan di masa depan. Salah satunya adalah rumah sialan ini!
Kenan menatapku terkejut tapi bibirnya tetap menyunggingkan senyuman manis. "Baiklah. Kalau kamu tidak suka, aku akan membeli rumah baru tapi untuk sekarang kita tinggal di sini."
Aku menggeleng tegas. "Aku tidak mau tinggal di sini. Aku benci rumah pembawa sial ini." Ketusku.
Kenan lagi-lagi terlihat terkejut.
"Bagaimana kalau kita tinggal di rumahku dulu?" Tanyaku manja akibat merasa bersalah telah berbicara ketus tanpa sadar. Aku tidak ingin menyakiti hatinya lagi.
"Baiklah kalau itu keinginanmu."
Kenan kembali membawaku masuk ke dalam mobil dan menyuruh pak supir untuk pergi ke rumah orangtuaku.
Lihatlah Kenan ini! Begitu sabar dan patuh padaku. Astaga, kenapa dulu aku sangat bodoh hingga tidak bisa menghargainya?
Apakah Dino memeletku sehingga mata dan hati nurani ku tertutupi olehnya?!
"Bi, kamu mau rumah yang seperti apa? Ini ada macam-macam rumah yang kebetulan hendak dijual pemiliknya."
Tahu-tahu Kenan sudah mencari rumah baru dan menyodorkan ponselnya ke arahku.
Aku mengambil ponsel itu dan mengamatinya satu persatu. "Kamu suka rumah yang mana?" Tanyaku balik.
"Aku akan menyukai rumah pilihanmu, Bi."
Aku tersenyum geli dan menyandarkan kepalaku ke d**a bidangnya. "Aku suka ini. Bagaimana kalau kita beli rumah ini saja?" Tunjukku pada salah satu rumah yang memiliki 5 lantai. Fasilitasnya pun sangat lengkap.
"Baiklah." Kenan mengecup puncak kepalaku lembut.
Di dalam dekapan hangatnya aku tersenyum manis. Andai saja dari dulu aku sadar, pasti aku akan hidup bahagia bersamanya dan anak-anak kami. Tapi tak apa, kini aku bisa mewujudkan hidup bahagia bersamanya.
Hanya membutuhkan waktu 30 menit, kami sudah sampai di rumah orangtuaku.
Kami turun dari mobil. Berjalan berdampingan dengan posisi memeluk posesif pinggang kecilku.
"Eh, Kenan? Kenapa kalian ke sini? Ada masalah?" Tanya mommy heran melihat kami memasuki rumah.
"Iya, mom. Ada sedikit masalah."
Mommy menatapku penuh selidik. Tatapannya mengatakan aku pembuat onar ulung. "Tidak bisakah kamu diam satu hari saja? Apakah kamu akan mati kalau kamu diam dan tak membuat masalah dengannya?" Tanya mommy geram.
Aku berdecak kesal.
"Jangan mengomeli Bianca, mom. Ini bukan salah Bianca tapi salah Kenan." Lerai Kenan.
"Kamu ini selalu membelanya. Makanya dia jadi besar kepala dan tak bisa menghormatimu." Omel mommy.
Meskipun aku anaknya, mommy sangat sayang pada Kenan. Mommy bahkan menganggap Kenan anak kandungnya sendiri.
Ibu Kenan adalah sahabat baik mommy. Makanya mommy sangat menyayanginya. Mommy bahkan sudah membantu mengurus Kenan sejak Kenan kecil.
"Bukan masalah besar kok, mom. Katanya Bianca tidak suka rumah pilihan Kenan, makanya kami ingin menginap di sini dulu. Bolehkan mom?"
Mommy manggut-manggut. "Tentu saja boleh. Kamu kayak ke siapa aja sih. Kan kamu dulu juga sering nginap di sini."
Kenan memang sering menginap di rumahku.
Kata mommy, Kenan mulai sering menginap di rumah sejak aku lahir. Dari cerita mommy, Kenan sangat menyayangiku dan selalu menjagaku dengan ketat karena penyakit yang kuidap.
Bisa dibilang, Kenan itu sudah cinta mati padaku sejak aku masih bayi. Sementara saat itu, umurnya masih 7 tahun.
Gila bukan?!
"Kalau begitu Kenan ke atas dulu, mom. Bianca pasti sudah kelelahan."
"Oke. Kalau Bianca nakal, pukul aja pantatnya." Kikik mommy.
"Mom! Ngeselin banget sih!" Rajukku kesal.
Mommy mencibir. "Kalau berbicara tentang ngeselin, kamu lah yang paling ngeselin di muka bumi ini. Ada pria yang mencintaimu dan selalu ada untukmu sejak kecil, kok malah milih pria tak jelas asal usulnya."
Savage!
-Tbc-