My Second Life || 05

1515 Kata
"Kicep kan kamu! Makanya sebelum ngomong itu berkaca dulu pada diri sendiri," kata mommy pedas. Sepedas gosip tetangga. "CK! Aku tidak akan memilih Dino lagi, mom. Anakmu ini sudah mendapat pencerahan." Bantahku. "Masa?" Tanya Mommy tidak percaya. "Ish! Masa mommy tidak mempercayai anak mommy sendiri?!" Mommy mengibaskan tangan kanannya cuek. "Palingan itu hanya akal-akalan kamu saja. Memangnya kamu pikir mommy akan percaya dengan omong kosongmu itu? Huh! Mana mungkin dalam semalam kamu berubah." Cerocosnya. Bahkan mommy pun tak percaya pada ucapanku. Separah itu memang kesalahanku di masa lalu hingga tak mudah menerima perubahan mendadak yang ku tunjukkan. "Terserah mommy saja. Yang penting Bianca memang sudah mendapat pencerahan. Bianca tidak akan dekat-dekat Dino lagi apalagi berhubungan dengannya." Decakku seraya menghentakkan kaki kesal. Mommy tersenyum meremehkan. "Jangan terlalu mempercayai perkataan anak nakal itu, Kenan. Siapa tahu kamu dibohonginya." Aku menoleh ke arah Kenan. Pria itu tersenyum ke arahku. "Kenan percaya pada Bianca, mom." OMG Kenan! Hatimu terbuat dari apa sampai membelaku di hadapan mommy? Jelas-jelas kamu sendiri masih meragukan perubahanku. "Ckck, dasar duo pasangan bodoh karena cinta." Mommy geleng-geleng kepala heran. "Lebih baik kalian istirahat sekarang. Jangan lupa turun untuk makan malam bersama nantinya." "Oke, mom." Sahutku dan Kenan bersamaan lalu kami terkekeh. Padahal tidak ada yang lucu. Kami berdua naik ke lantai 2. Dimana kamarku berada. Sesampainya di depan kamar, Kenan membuka pintu dan masuk ke dalam. Aku mengekorinya dari belakang seraya mengamati kamar yang telah menjadi saksi kebodohanku sampai akhir hidupku. Kini, aku kembali saat umurku masih 20 tahun. Aku yang sekarang masih seorang mahasiswi semester 3, bukan seorang profesor universitas swasta terbaik di Indonesia. Aku yang sekarang masih gadis muda, bukan perempuan tua yang berakhir dicampakkan kekasih. Kamar ini, masih sama seperti terakhir kali. Bernuansa putih dan beraroma vanila. "Bi." Panggil Kenan. "Ya?" "Kemarilah." Aku menurut. Naik ke atas ranjang dan tidur di sampingnya. Kenan memeluk tubuhku posesif dan erat seolah enggan untuk melepaskannya. "Ingatlah baik-baik, Bi. Kamu tidak akan bisa lepas dariku sampai kapan pun." Bisiknya lirih namun mengintimidasi. Aku membalas pelukannya dan mengusap punggungnya lembut. "Aku juga tidak berniat untuk lepas darimu. Aku ingin hidup bersamamu, selamanya." Lagi-lagi tubuh Kenan menegang kaku. "Benarkah?" Tanyanya sendu. Aku mendekatkan wajahku padanya dan mengecup pipinya sekilas. "Iya." Bisikku. Kenan tersenyum manis. Lalu, mengecup keningku lama dan penuh penghayatan. Bibirnya terkunci rapat. Begitu pun denganku. Namun, aku sangat menikmati perlakuan lembutnya. Pelukannya kian mengerat. Membuatku merasa sedikit sesak tapi aku membiarkannya karena aku juga sangat merindukannya. Aku ingin berada di dalam dekapannya guna meyakinkan diriku sendiri bahwa ini semua bukan mimpi. "Bi, kenapa kamu tidak bisa mencintaiku seperti kamu mencintai Dino?" Suara lemah Kenan membuatku menghela nafas. "Dengarkan aku baik-baik. Aku akan menjelaskannya semuanya padamu." Ia mengangguk patuh. Tatapannya masih terlihat sendu padaku. "Dulu aku memang tidak mencintaimu karena aku hanya menganggap dirimu sebagai seorang kakak. Aku kesal, marah, dan benci tiap kali kamu melarangku berhubungan dengan Dino. Aku semakin membencimu saat kamu memaksaku untuk menikah denganmu. Tapi, akhirnya aku sadar bahwa Dino tidak tulus mencintaiku. Dia hanya mengincar harta keluargaku." Jelasku tanpa menceritakan tentang time travel yang ku alami. Untuk sekarang aku ingin menyimpan rahasia itu untuk diriku sendiri karena aku belum siap melihat reaksinya. Aku takut menerima tatapan aneh darinya. Aku takut dia menganggapku gila. "Darimana kamu tahu bahwa dia hanya mengincar harta keluargamu?" Kenan bertanya terkejut. Ah, sepertinya Kenan sudah tahu dari dulu. Makanya dia bersikeras melarangku berhubungan dengan Dino. Akan tetapi, kenapa dia tidak menjelaskannya secara langsung padaku?! "Aku tidak sengaja membaca pesan di ponselnya." Jawabku bohong. "Apakah kamu sudah dari dulu mengetahui niat Dino mendekatiku?" Tanyaku memastikan. "Iya. Aku sudah mengetahuinya sejak dulu. Makanya aku melarang keras kamu berhubungan dengannya." Lirihnya. "Tapi kenapa kamu tidak menceritakannya padaku? Kenapa kamu diam saja?" Desahku gusar. "Apalah arti menceritakan semuanya padamu, Bi? Kamu tidak pernah mempercayaiku. Kamu sangat membenciku. Yang ada, kamu hanya akan semakin membenciku karena telah menjelekkan Dino di depanmu." Benar juga yang dikatakannya. Dari dulu aku memang tidak pernah mempercayainya. Di hatiku hanya terdapat rasa benci untuknya. Namun, rasa benci itu kemudian tumbuh menjadi cinta seiring kebersamaan kami tapi sayangnya saat aku menyadarinya, semua sudah terlambat. Dan aku sangat menyesalinya. Ingin mengulang kembali waktu supaya bisa mengubah segala-galanya. **** Malam harinya kami turun ke lantai bawah seperti yang dititahkan Kanjeng Ratu. Kalau tidak turun ke bawah, pasti kami akan diseret. Setiba di ruang makan, aku melihat semua keluargaku berkumpul. Mereka mengobrol hangat, diselingi tawa bahagia. Air mataku meluncur begitu saja melihat mereka berkumpul lagi di dalam satu ruangan. Dulu, kebodohanku telah menghancurkan keluarga hangatku. Demi Dino aku rela berselisih dan berdebat sengit dengan mereka, bahkan sampai memutuskan hubungan. Terakhir kali mommy dan Daddy meninggal karena dibunuh pencuri sedangkan Kak Arsaka dibunuh oleh seorang pembunuh bayaran. Mereka meninggal secara berturut-turut sehingga memberikan luka yang sangat mendalam pada hatiku tapi kala itu masih ada Dino sebagai alasanku bertahan di dunia. "Dek! Kenapa kamu menangis?" Teguran Kak Arsaka membuatku buru-buru menghapus air mata dan memunculkan senyuman manis supaya tidak ada yang khawatir. "Biasalah, kak. Kelilipan." Cengirku. Kak Arsaka menggeleng heran. "Tunggu apalagi? Cepat duduk gih. Kita mulai makan malam." Cetus mommy. Aku mengangguk patuh dan duduk di kursi samping Kenan. Pria itu menatapku. Tatapannya terlihat cemas. Aku tersenyum, mengisyaratkan bahwa aku baik-baik saja. Dia menghela nafas panjang dan mengusap pelan punggung tanganku. "Kalau kamu merasa suasana hatimu kurang baik, kamu bisa menceritakannya dan berbagi padaku, Bi." Lirihnya. Kenan yang begitu perhatian. Sekali lagi, aku sangat menyayangkan diriku yang dulu. Bisa-bisanya aku mengabaikan pria yang tulus demi pria yang modus. Ckck, untung saja Tuhan berbaik hati padaku dan memberiku kesempatan kedua. "Aku baik-baik saja, Kenan." Kekehku supaya dia tidak mengkhawatirkanku lagi. Kenan terdiam. Matanya menatapku penuh selidik. Ku elus pipinya lembut dan mengecup pipinya sekilas. "Jangan khawatir," kataku pelan. "EKHEM! Kami masih di sini loh, Bianca." Goda Kak Arsaka. Seketika aku tersadar mendengar ucapannya. Namun, aku memasang wajah sok bodo amatku. Padahal di dalam hati sudah menjerit malu. "Dih, orang jomblo diam aja! Tidak boleh berkomentar dan menganggu pasutri." Kak Arsaka mendelik kesal. "Mentang-mentang udah nikah, Kakak kamu hina begitu saja. Dasar adik jahat." Ujarnya sok tersakiti. "Dahlah, kak. Jangan drama di sini." Ejekku. "Makanya Ka, cari pacar secepatnya dong. Biar tidak menjomblo terus. Masa kamu kalah sama adikmu sendiri sih?" Ledek Daddy. "Iya tuh, masa kalah sama adik sendiri. Tidak malukah dirimu, Arsaka?" Mommy pun ikut memanas-manasi. Kak Arsaka cemberut akibat tak ada satu orang pun yang berpihak padanya. "Aku malas mencari pacar, dad, mom. Mereka hanya mengincar harta keluarga kita." Aku menyenggol tangannya seraya tersenyum miring. "Mau ku kenalin ke jodoh kakak tidak?" Tawarku. Kak Arsaka mendelik. "Jodoh kakak mana mungkin kamu tahu." "Eitss, jangan salah loh! Aku tahu jodoh kakak. Bahkan aku tahu jumlah anak kakak bersamanya." Kikikku. "Kalau begitu, siapa jodoh kakakmu? Siapa tahu mommy bisa mempercepat proses keterikatan mereka." Imbuh mommy antusias. "Mom, jangan aneh-aneh deh. Aku baru semester 5 loh." Decak Kak Arsaka. "Meskipun kamu masih kuliah, kan bisa menikah. Seperti aku dan adikmu." Kekeh Kenan. "Nah, benar kata Kenan." Imbuhku seraya tertawa kencang. "Lalu, putri kesayangan Daddy, siapa jodoh kakakmu itu?" Daddy mengerling nakal. Menggoda Kak Arsaka yang kini tampak cemberut akibat kami goda habis-habisan. "Namanya Yunita Anggraini, dad. Dia dosen di kampus Kak Arsaka." Kak Arsaka menatapku horor. Sepertinya ada sesuatu antara Kak Arsaka dengan Kak Yuni hingga dia menatapku sedemikian rupa. "Hoho, ternyata jodoh kakakmu seorang dosen ya." "Kisah cinta antara dosen dan mahasiswa. Menarik." "Bagaimana, Ka? Mau melamarnya sekarang?" Orangtuaku dan Kenan menggoda Kak Arsaka habis-habisan. Aku tahu mereka tidak serius, tapi yang ku katakan itu serius. Jodoh masa depan Kak Arsaka memang Kak Yuni. Mereka mempunyai sepasang anak yang imut. Bukankah aku sangat baik telah memberi spoiler jodoh masa depan Kak Arsaka? "Semua ini gara-garamu, dek. Lihatlah sekarang kakak jadi bahan bullying mereka." Gerutu Kak Arsaka seraya mencubit kedua pipiku kuat. "Ih, kakak jahat. Harusnya kakak tuh berterimakasih ke aku karena telah memberi spoiler siapa jodoh Kakak." Rajukku. Kak Arsaka tersenyum gemas dan meraup wajahku. "Anak kecil jangan sok-sok An jadi cenayang. Aku dan Bu Yuni tidak mungkin berjodoh. Dia kan sudah punya tunangan." Aku menyengir tanpa dosa. "Oh, kasihan dong. Jodoh kakak sedang ditangan orang sekarang. Tidak mau mengambilnya sekarang, kak?" Kak Arsaka kian tersenyum gemas dan mencubit kedua belah pipiku sekuat tenaga hingga aku menjerit kesakitan. Kenan langsung menepis tangan Kak Arsaka. Kemudian memeluk tubuhku posesif. "Jangan menyakiti istriku!" Kenan mengusap pipiku lembut berulang kali. "Masih sakit, Bi?" Tanyanya perhatian. "Astaga, lihatlah tingkah putri dan menantu kesayangan kalian, mom, dad. Mereka memamerkan kemesraan mereka dihadapan kita." Decak Kak Arsaka menganggu suasana. "Diam kamu, mblo!" Sentak mommy dan Daddy kompak sehingga membuatku dan Kenan tertawa. "Kenapa semua orang jahat ke Arsaka? Apakah Arsaka bukan berasal dari keluarga ini? Apakah Arsaka sebenarnya orang asing yang tak sengaja masuk ke sini?" Kak Arsaka mulai drama. Meletakkan tangan di dadanya seolah-olah menjadi pria yang paling tersakiti di dunia. Pun dengan tatapan merana andalannya. Sangat cocok menjadi aktor! "Ka, mommy sudah pernah bilang belum sih?" Celetuk mommy. "Tentang apa, mom?" "Tentang kamu yang anak pungut." Jawab mommy serius. "Mommy!" Decak Kak Arsaka kesal sedangkan mommy tertawa kencang. Dan kami hanya bisa geleng-geleng kepala melihat interaksi mereka. -Tbc-
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN