My Second Life || 07

1648 Kata
Kami bertiga berjalan gontai keluar dari kelas. Hari ini kami dibantai habis-habisan oleh Bu Arina dengan berbagai pertanyaaan. Belum lagi tatapan tajam dan mengintimidasinya membuat perasaan tidak nyaman dan ingin cepat-cepat keluar dari kelas. Untunglah dalam seminggu cuma sekali bertemu Bu Arina. Kalau lebih dari sekali, mungkin aku bisa mati muda. Semengerikan itu memang belajar dengan Bu Arina. Yang paling parah adalah aku belajar selama 3 semester dengan Bu Arina. Huh, bayangkan betapa tersiksanya batinku. Andaikan saja waktu itu aku tidak memberontak pada orangtuaku, sudah pasti aku tidak akan mengambil jurusan ini dan bertemu dengan Bu killer Arina. Dulu, karena mendengar mereka akan menjodohkanku dengan Kenan, aku sering melakukan hal yang bertentangan dengan keinginan mereka. Seperti jurusan kuliah. Mereka menginginkanku mengambil jurusan Bisnis dan aku malah mengambil Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. "Guys, nongkrong di kantin dulu yuk. Tubuhku lemas karena menghadapi Bu Arina." Aku terbahak mendengar perkataan Sofia. "Yuklah. Aku juga udah haus karena menjawab berbagai pertanyaan dari Bu Arina." Imbuh Disa. "Uhm, kalau aku nurut aja dengan kalian. Kebetulan aku tidak akan pulang ke rumah sampai kuliah siang kita selesai." "Ohh gitu, gimana kalau kita ke kos Disa aja?" "Terserah aja sih. Aku ngikut a--" "Bianca!" Pembicaraanku dipotong oleh Dino. Pria paling tidak tahu malu yang pernah ku kenal selama hidup. Aku menatapnya malas. "Kita sudah tidak ada hubungan lagi. Aku harap kamu tidak akan mendekatiku lagi," kataku dingin. Namun, Dino menggeleng. "Sayang, jangan begini. Aku tahu kamu dipaksa menikahi Kenan oleh orangtuamu. Aku tidak keberatan dengan statusmu selama kita bersama. Kembali lagi padaku ya?" "Cih! Dasar pebinor tak tahu malu!" Cibir Sofia. Dino menunjuk wajah Sofia marah. "Diam kamu!" Bentaknya. Aku mencengkram tangannya dan menghempaskannya kuat. "Jangan pernah menunjuk-nunjuk sahabatku dengan tangan kotormu!" sentakku. "Pergilah dari hadapanku karena aku tidak sudi memiliki hubungan apapun lagi denganmu!" Dino menatapku terkejut. "Sayang, aku tahu kamu dipaksa melakukan hal ini oleh mereka. Kamu tidak perlu bersandiwara lagi dihadapanku. Kalau mereka mengancam akan melukaiku, jangan cemas karena aku bisa melindungi diriku sendiri." Cih! Tidak tahu malu! Setinggi itu kah dia memandang dirinya sampai berasumsi aku sedang bersandiwara? "Dilihat dari segi mananya sampai kamu menyimpulkanku sedang bersandiwara?" Tanyaku remeh. Dino memegang kedua bahuku erat. Tatapannya tampak sangat bingung dan juga takut. "Sayang, jangan membuatku ketakutan seperti ini. Kamu tidak mungkin berpaling secepat ini dariku. Bukan kah kamu sangat mencintaiku?" Aku menggeram kesal. "Mimpi! Sejak hari pernikahanku, aku sudah tidak mencintaimu lagi! Sekarang, di mataku, kamu hanya seorang mantan yang tak berarti apa-apa lagi! Ku harap kamu menjauh dariku!" Ujarku penuh penekanan dan menepis tangannya. Dino terdiam kaku. "Sayang, kenapa kamu melakukan ini padaku? Aku sangat mencintaimu." "Cinta? Bullshit! Kamu tidak pernah mencintaiku! Kamu hanya mencintai hartaku!" Teriakku kencang. Dino melotot terkejut. "Apa yang kamu katakan sayang?!" Aku tersenyum sinis. "Apakah perkataanku kurang jelas? Apa perlu aku ulangi agar semua orang di sini mendengarnya?" Sarkasku. Dino menghela nafas gusar. "Cukup, sayang. Aku tahu, mereka pasti menjelekkan ku di hadapanmu. Kamu sendiri juga tahu kan orangtuamu tidak pernah menyukaiku? Kamu tidak mungkin percaya pada omong kosong mereka 'kan?" Ku dorong dadanya menggunakan jari telunjuk seraya tersenyum miring. "Omong kosong atau tidaknya, hanya kamu yang paling mengerti, Dino." Dino semakin terdiam kaku. Pasti dia tidak menyangka aku mengetahui niat aslinya mendekatiku. "Sepertinya otakmu benar-benar sudah dicuci oleh mereka, sayang." Ujarnya lirih dengan wajah kecewa. Dia pun berbalik dan meninggalkanku. Cih! Dia pikir aku akan terperdaya oleh sifat sok sakit hatinya itu?! Tidak! Aku tidak akan pernah terperdaya lagi oleh dramanya!! "Eitss, kamu tidak berniat menyusulnya 'kan? Awas aja kalau kamu menyusulnya. Aku akan adukan perbuatanmu ke suamimu." Aku menoleh ke arah Sofia dan tersenyum miring. "Bagaimana mungkin aku berniat menyusul pria sampah sepertinya?" Sofia bertepuk tangan riang. "Disa! Bianca sudah berubah! Kita harus merayakannya hari ini juga!" Serunya riang. Sementara Disa, hanya bisa geleng-geleng kepala melihat tingkah berlebihan Sofia Dasar Sofia! Dari dulu sampai sekarang tetap saja dia penuh semangat. Kami berjalan ke kantin tapi Pak Lio tiba-tiba menghadang jalanku dengan wajah cemas. "Eh, kenapa pak?" "Pak Kenan menyuruh saya mengantar nona ke perusahaannya sekarang juga." Aku terdiam sejenak mendengar ucapannya. Ah ya! Bukan kah di kehidupan dulu Kenan mengirimkan mata-mata untuk mengikutiku kemanapun?! Apakah ini berarti dia salah paham lagi padaku? Dino sialan. Awas saja kalau Kenan sampai salah paham dan kembali mencurigaiku. "Hayoloh, dipanggil sama suami. Jangan-jangan kamu akan dimarahinya." "Heh, Fia. Kamu ini kenapa selalu memanas-manasi suasana sih?" Desis Disa kesal. "Hehe." Aih, mendengar ucapan Sofia, aku kok menjadi sedikit ngeri ya? "Udah. Jangan dipikirkan perkataan asal Sofia. Kenan tidak mungkin memarahimu." Hibur Disa. "Jangan sok tahu, Sa." Cibir Sofia. Disa melototi Sofia sebal. "Kamu ini teman atau musuh kami sih?" Gerutunya. Sofia menyengir. "Tentu saja teman kalian." "Lalu, kenapa tindakanmu seperti musuh kami?" Sofia terbahak. "Terserah aku dong." "Ekhem!" Pak Lio tiba-tiba berdehem kuat hingga kami menoleh ke arahnya. "Tuan Kenan sudah menunggu dari tadi, nona." "Kalau begitu, aku pergi dulu guys." Pamitku pada mereka. "Hati-hati," kata Disa. "Jangan lupa siapkan mental." Imbuh Sofia. Selanjutnya, mereka berdebat lagi karena masalah sepele ini. Disa yang bijaksana dan tidak neko-neko dipertemukan dengan Sofia yang bar-bar memang jarang sekali akur. Mereka terlalu sering berbeda pendapat dan pandangan terhadap sesuatu. **** Tak terasa, aku sudah berada di depan ruang kerja Kenan. Mendadak aku merasa ragu untuk masuk ke dalam. Kenan memanggilku ke sini pasti karena suatu hal. Tidak mungkin dia memanggilku secara cuma-cuma. Paling tidak dia akan mengintrogasi ku. Aku sedikit terlonjak kaget kala melihat dua orang perempuan muncul di pintu ruang kerja Kenan dengan wajah pucat pasi. "Kalian kenapa?" Tanyaku kepo. "Pak Kenan marah besar pada kami, nona." Sahut salah satu dari mereka. "Kalian melakukan kesalahan apa sampai dia marah besar?" Heranku. "Ka--" "Masuk, Bianca!" Titah Kenan dari dalam, mengejutkan kami. Dua perempuan itu langsung pergi dari hadapanku sedangkan aku sendiri langsung masuk ke dalam supaya dia tidak marah juga padaku. Sebenarnya aku tidak takut dimarahinya. Yang aku takutkan itu adalah keraguan dan kecurigaannya. Aku tidak ingin dia merasa sakit hati karena keraguan dan kecurigaan yang menyelimuti dirinya. Oh ayolah! Di kehidupan kedua ini aku tidak ingin membuatnya sakit hati sedikit pun. Aku ingin membahagiakannya selalu. "Kenapa kamu memanggilku? Ada masalah apa?" Tanyaku tidak mengerti. Kenan bertopang dagu. Menatapku intens dan dalam sebelum akhirnya tatapan itu berubah sendu. Ada yang tidak beres! "Kamu bohong, Bi. Kamu masih berhubungan dengannya di belakangku." Suaranya terdengar parau. Membuat hatiku terasa teriris. "Apa kurangnya aku dibandingkan dengannya sehingga kamu tidak pernah menganggapku berarti di matamu?" Tanyanya putus asa. Dulu, aku pasti akan menjawab pertanyaannya dengan jawaban yang sangat menyakiti hatinya tapi kali ini tidak. Aku berjalan mendekatinya dan memeluk tubuhnya lembut. "Kamu salah, Kenan. Di mataku, kamu selalu berarti. Lebih berarti daripada siapapun di muka bumi ini." Kenan mencengkram tanganku pelan. "Jangan berbohong lagi untuk menyenangkan hatiku, Bi. Aku tahu perasaan aslimu. Aku juga maklum tapi tidak bisakah kamu memberiku satu kesempatan saja? Tidak bisakah kamu mencoba untuk mencintai dan menerimaku?" Aku menghela nafas. Apa ku bilang. Dia tidak percaya lagi pada ucapanku karena kesalahpahaman. Ku elus pelan rambut hitamnya, berharap dia sedikit tenang. "Bukankah sudah aku katakan padamu sebelumnya? Aku sudah mencintaimu dan menerimamu. Aku tidak akan berhubungan lagi dengan Dino atau pria lain. Aku hanya akan berhubungan denganmu. Aku hanya mencintaimu." Tegasku. Kenan mendongak. Mata sayunya menatapku ragu. Lagi-lagi tatapannya membuat hatiku teriris. Aku tahu bahwa aku sudah menyakitinya sedalam itu sehingga dia sulit untuk mempercayai perubahanku. "Lalu, kenapa kamu dan Dino masih berhubungan di belakangku?" Oh aku tahu! Ini pasti karena aduan mata-mata Kenan. Makanya Kenan kembali parno dan sakit hati. "Aku dan dia tidak berhubungan lagi. Tadi, saat aku dan kedua sahabatku ingin pergi ke kantin, Dino tiba-tiba menghadang ku dan memintaku kembali padanya tapi aku menolaknya dengan tegas. Kalau kamu tidak percaya, kamu bisa tanyakan ke Sofia dan Disa. Mereka sebagai saksinya." Jawabku meyakinkannya. Untungnya wajah sedih Kenan kembali berubah seperti sedia kala. Wajahnya kini tampak berbinar lega dan bahagia. "Benarkah? Kamu tidak berbohong padaku, 'kan, Bi?" Aku menghela nafas pelan. "Oke, kita buktikan sekarang kalau kamu tidak percaya." Aku mengambil ponsel di dalam tas dan menghubungi Sofia lewat video call. Kenan menatapku dalam diam, seolah menanti bukti yang Ku katakan. Beruntungnya Sofia langsung mengangkat video call ku. Ya, Sofia memang selalu fast respon dibandingkan Disa. Makanya aku lebih memilih untuk menghubunginya. "Bianca. Kebetulan sekali kamu VC aku. Ada sesuatu yang ingin ku katakan padamu. Masa tadi dinosaurus mengancam ku untuk tidak ikut campur dalam urusan kalian. Padahal kan aku ikut campur demi melindungimu dari pebinor tidak tahu malu itu." Cerocosnya langsung tanpa membiarkanku berbicara. "Astaga, Fia. Jangan main nyerocos gitu dong. Biarin si Bianca ngomong dulu. Siapa tahu penting." Omel Disa. "Hehe. Maaf, maaf. Habisnya aku kesal banget sama dinosaurus itu." Cengir Sofia. "Jadi, ada masalah apa nih sampai VC? Mau gabung bersama kami? Tidak jadi ke kantor suamimu?" "Bukan. Aku ingin memperjelas kejadian tadi supaya Kenan tidak salah paham lagi." Jelasku langsung seraya mencuri pandang ke arah Kenan yang masih setia memelukku. "Kejadian apa?" Heran Sofia. Aku berdehem sejenak. "Tadi Dino 'kan yang tiba-tiba datang dan mengangguku? Dia 'kan yang memaksaku kembali padanya?" "Ohh, kejadian itu toh. Pak Kenan yang tampan bak dewa Yunani, jangan salah paham pada Bianca ya! Bianca nolak Dino kok tadi! Bianca bahkan mengusir dan mempermalukan Dino!" Jelas Sofia menggebu-gebu. Aku melihat Kenan lagi. Raut wajahnya kembali tenang. Untunglah dia percaya pada perkataan Sofia. "Pokoknya Pak Kenan tenang aja! Bianca tidak mempunyai hubungan apapun lagi dengan Dino karena Bianca sudah jatuh cinta pada Pak Kenan. Dan lagi, kata si Bianca, otak dan matanya sudah berfungsi normal sehingga bisa melihat cinta tulus dan ketampanan pak Kenan. Bianca bahkan sudah tidak sabar untuk punya anak dengan pa--" Aku langsung memutuskan sambungan video call karena perkataannya semakin melantur. Dasar teman laknat memang! "Jangan dengarkan ucapan anehnya." Ringisku kala melihat wajah cengo Kenan. "Bi, kamu mau punya anak denganku?" Pertanyaan frontalnya semakin membuatku malu. Sofia! Awas saja kamu! Aku akan membalasmu saat di kampus nanti! Tunggu aja! -Tbc-
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN