Sepasang suami istri terlihat sedang merenung meratapi nasibnya yang tengah gagal menjalankan program IVF (In Vitro Fertilization) atau yang terkenal di masyarakat adalah program bayi tabung. Elin Kusuma Wijayanti, wanita berusia dua puluh sembilan tahun adalah seorang istri dari Rendra Reffy Prayoga yang usianya terpaut enam tahun lebih dewasa. Rendra sekarang berusia tiag puluh lima tahun.
Mereka sepasang suami istri yang gagal kedua kalinya menjalani program Bayi Tabung. Padahal mereka sudah melakukan program itu di luar negeri, agar peralatan rumah sakitnya lebih canggih dan di lakukan oleh dokter yang terbaik. Namun, Allah berkehandak lain, mereka harus gagal kedua kalianya.
Siang itu, setelah melihat hasil dari dokter yang menyatakan gagal, Elin sudah pupus harapannya untuk menjadi seorang ibu, dan dirinya merasa gagal menjadi sorang istri dan menantu di keluarga Prayoga.
Elin sulit hamil, sejak dia mengalami kecelakaan, dan harus melakukan operasi pengangkatan sel telur. Dia di vonis dokter sulit untuk hamil, kemungkinan sembilan puluh sembilan persen dia sulit untuk hamil. Elin dan Rendra tidak menyrah untuk mengikuti beberapa program hamil dari mengonsumsi minuman dan makanan yang di formulasikan untuk program hamil, hingga melakukan program bayi tabung kedua kalinya yang hasilnya juga sama-sama nihil.
“Mas, maafkan aku,” ucap Elin yang masih duduk di samping suaminya.
“Sayang, jangan meminta maaf terus. Ini sudah kehendak Tuhan, kita harus lebih sabar lagi. Aku yakin kamu bisa hamil.” Rendra mencoba menenangkan hati istrinya yang kala itu sedang gundah dan tidak tahu apa lagi yang Elin rasakan saat itu.
“Apa aku selamanya tidak akan bisa hamil, Mas? satu tahun lagi, usiaku akan tiga puluh tahun, dan kata orang, usia tiga puluh tahun sudah tidak produktif lagi,” ucap Elin.
“Jangan bicara seperti itu, Lin, kamu pasti bisa hamil.” Rendra meyakinkan istrinya.
“Lalu bagaimana aku bicara soal ini pada bunda dan ayah? Mereka sangat menginginkan keturunan dari kamu, Mas,” ucap Elin.
“Aku yang akan bicara sama bunda dan ayah. Sudah kamu tenang, ya? Kamu dengar kata dokter tadi, kan? Kita masih bisa menjalankan program lagi,” ucap Rendra.
“Percuma saja, Mas, mau berapa kali pun aku tidak akan bisa ham....” Rendra mengunci ucapan Elin, dengan mnyentuh bibir Elin menggunakan jari telunjuknya.
“Jangan bicara seperti itu, Sayang. Kamu pasti bisa hamil. Kita pulang ke Indonesia sekarag, ya?” ucap Rendra dengan memeluk istrinya.
Elin menangis di pelukan suaminya. Dia masih ingat dengan kata-kata ibu mertuanya, yang terus meminta cucu pada Rendra dan dirinya. Itu di karenakan Rendra adalah anak satu-satunya di keluarga prayoga. Orang tua Rendra butuh penerus untuk keluarganya, jadi mereka mendesak Elin agar elin bisa hamil.
“Aku harus bagaimana? Aku tidak ingin mengecewakan mertuaku, tapi ini kenyataannya. Ya Allah, cobaan apalagi yang akan aku hadapi setelah bunda dan ayah mengetahui kalau program yang kami jalani gagal lagi?” gumam Elin dengan memeluk erat suaminya.
“Lin, jangan menangis terus. Kamu masih dua puluh sembilan tahun, kamu masih bisa hamil lagi. Sudah kita nanti ikut program ini lagi, sekali lagi, bahkan berkali-kali lagi, aku tidak masalah. Aku yakin, kamu bisa hamil, sayang. Kamu harus sabar, dan harus ikhlas menerima keputusan dokter. Ingat, rencana Allah pasti lebih baik,” tutur Rendra. Rendra mengecup bibir Elin. Dia kembali menenangkan istrinya yang mungkin saat ini hatinya sedang tidak karuan.
^^^
Sesampainya di rumah, mereka di sambut oleh orang tua mereka masing-masing yang ingin sekali mengetahui hasil dari program bayi tabung yang mereka lakukan di Luar Negeri. Orang tua mereka sangat berharap akan mendapat kabar terbaik yang mereka bawa setelah melakukan program bayi tabung.
Selama beberapa bulan Elin dan Rendra memang berada di luar negeri untuk menjalani program bayi tabung, tapi yang dia hasilkan adalah sebuah kegagalan lagi. Elin dan Rendra duduk di antara orang-orang yang sangat mengharapkan kalau Elin hamil, setelah melaksanakan program bayi tabung kedua kalinya.
“Bagaimana, Lin, Ren, hasilnya?” tanya Bu Dina, ibu dari Rendra.
Elin dan Rendra hanya diam dan saling memandang. Dia sedikit bingung untuk menjawab pertanyaan bundanya itu.
“Kalian kok diam?” tanya Bu Erna, ibu dari Elin.
“Iya, kalian kok diam saja? Bagaimana hasilnya, Rendra? Jangan bilang kalian gagal lagi di program yang kedua ini,” sahut Bu Dina.
“Bunda, biar mereka menjelaskan, jangan seperti itu bicaranya,” tutur Pak Ibnu, ayah dari Rendra.
“Iya, Elin gagal lagi, Bunda,” ucap Elin dengan berderai air mata.
Bu Dina memeluk menantunya yang sedang lemah, karena kedua kalinya dia gagal menjalani program bayi tabung.
“Kamu yang sabar, Nak,” ucap Bu Dina menanangkan Elin.
Bu Dina mengurungkan niatnya untuk berbicara soal saran yang ingin dirinya ajukan pada Elin dan Rendra. Beliau sebenarnya ingin menyampaikan itu saat Elin bilang kalau dirinya gagal lagi menjalani program bayi tabung. Namun, beliau tidak sanggup berbicara, karena menantunya masih terpukul dengan hasil program yang di jalaninya.
“Maafkan Elin, Bunda, Elin belum bisa memberikan cucu untuk bunda, dan belum bisa memberikan penerus untuk keluarga bunda,” ucap Elin di sela-sela tangisannya.
“Lin, jangan bicara seperti itu, bunda memang ingin memiliki cucu, bunda juga ingin memiliki penerus untuk keluarga Prayoga, tapi mau bagaimana lagi, kamu belum diberi amanah dari Allah, kamu yang sabar, Nak,” ucap Bu Dina dengan mengusap kepala Elin yang masih berada di pelukannya.
“Nak, anak itu rezeki dari Allah, amanah dari Allah, Allah tidak akan keliru memberikan rezeki pada hambanya. Kamu yang sabar, ibu yakin Elin putri ibu yang cantik ini, akan segera mendapatkan momongan,” tutur Bu Erna.
“Sini peluk ibu.” Bu Erna merentangkan tangannya, membiarkan anak perempuannya menangis di pelukannya.
“Maafkan Elin, Bu, Elin belum bisa memberi ibu cucu,” ucap Elin.
“Jangan bicara seperti itu, Lin,” ucap Bu Erna.
“Lin, kamu adalah putri bapak yang kuat, yang sabar, dan yang paling tabah. Bapak yakin, kamu pasti hamil. Jangan menyerah, ada Allah, yakinlah dengan kuasa Allah, Nak,” tutur Pak Riyan, ayah dari Elin.
“Iya, Pak. Elin kuat, Elin sabar, tapi Elin merasa Elin belum sempurna menjadi seorang perempuan, Pak. Elin belum bisa membahagiakan suami Elin,” ucap Elin di sela-sela tangisnya.
“Kebahagiaan, bukan diukur dari kita belumb atau sudah memiliki keturunan, Sayang. Bahagiaku, memiliki kamu, dan kamu terus menemaniku, di sisiku selamanya, tidak ada yang lainnya,” ucap Rendra.
“Dengar kata-kata suamimu. Kamu yang sabar, Bapak yakin, Allah punya rencana yang baik untuk kamu dan Rendra,” ujar Pak Riyan.
Bu Dina sebenarnya ingin sekali mengatakan pada Elin, agar Elin mengizinkan suaminya menikah lagi. Namun, melihat kondisi Elin saat ini, beliau tidak mau menambah luka di hati menantunya yang sangat beliau sayangi.
“Sebaiknya aku akan menunggu waktu yang tepat, aku pun sebenarnya tidak ingin menyakiti Elin. Elin sudah seperti anakku sendiri, dan aku tidak tega membuat dia sakit, aku menyayanginya, sangat menyayanginya, tapi aku juga butuh penerus untuk keluarga ini, untuk meneruskan perusahaan Rendra dan ayahnya, karena Rendra adalah anak semata wayang, dan cucu semata wayang,” gumam Bu Dina.
Baik Bu Dina dan Pak Ibnu, adalah anak tunggal. Ya, mereka sama-sama anak tunggal, dan memiliki anak hanya satu saja yaitu Rendra. Itu sebabnya baik Bu Dina atau suaminya, sangat menginginkan putranya memiliki keturunan, karena tidak ada lagi penerus dalam keluarganya kalau Rendra tidak memiliki anak.
Rendra sebenarnya sudah mengetahui, kalau bundanya menginginkan dirinya menikah lagi, tapi dia menolaknya, karena dia tidak ingin ada wanita lain, selain istrinya. Rendra sangat mencintai Elin, dia tidak mau membagi dirinya untuk wanita lain, meski menikahi tanpa mencintai perempuan lain. Dia tidak bisa melakukan apa yang bundanya inginkan. Beruntung bundanya tidak mengatakan pada Elin langsung dalam keadaan seperti saat ini, kalau beliau ingin dirinya menikah lagi, demi mendapat keturunan.
“Bunda, mengapa bunda menginginkan itu. Rendra tidak bisa, Bunda. Maafkan Rendra, Rendra masih bisa bersabar menunggu Elin hamil, daripada menyakiti wanita yang sangat Rendra cintai dengan memadunya. Itu tidak mungkin, dan tidak bisa aku lakukan, meski Elin mengizinkan,” gumam Rendra.