bc

Secret Wife

book_age16+
113
IKUTI
1K
BACA
love-triangle
possessive
CEO
drama
no-couple
office/work place
love at the first sight
cuckold
like
intro-logo
Uraian

Hanna. Gadis Korea yang tinggal di Indonesia. Suaminya adalah Hoon, atlet UFC terkenal di Korea Selatan. Dia hanya seorang diri di Indonesia. Hanya ribuan CD film jadi temannya.

Hanna yang hidup tanpa Internet ataupun saluran TV lokal, merasa bosan. Ia mencari pekerjaan dan di terima di salah satu perusahaan milik Korea di Indonesia. CEO-nya adalah Jae Kyung. Kakak tiri Hoon yang tunangannya di culik dari rumah sakit. Bertemu dengan Hanna membuatnya terkejut. Karena Hanna adalah tunangannya yang menghilang.

Bagaimanakah kelanjutan ceritanya? Apakah Hanna mengingat Jae Kyung dan kembali padanya? Atau setia pada sang suami? Lalu, kenapa Hanna harus menghilang waktu itu?

chap-preview
Pratinjau gratis
At The First
Rekaman dalam otak. Disimpan dalam kotak kayu yang terbuat dari perasaan yang kuat, pikiran juga kenangan. Adalah tiga hal yang membuat kotak itu untuk menjadi kuat—tidak mudah hancur. Namun, ada beberapa situasi yang dapat menghancurkan kotak. Kehilangan memori— karena penuaan. Dan yang paling fatal adalah kerusakan otak akibat kecelakaan. Membuat kotak itu hancur lalu semua memori hilang dalam sekejap. *** Rumah mewah nomor 97 di UN Village, Hannam-Dong, Seoul, nampak sepi di depan. Sama seperti seperti jalan raya yang terlihat dari teras rumah. Masih sangat pagi memang. Tak banyak yang melakukan kegiatan. Ditambah suhu pagi yang mencapai 16 derajat. Saat yang tepat, untuk sembunyi di balik selimut tebal. Rumah dengan perabot serba mewah itu, ditinggali satu orang saja. Para pekerja rumah tangga hanya datang di hari minggu. Pria itu memang benci kebisingan. Karena itu, ia memilih rumah di kawasan sekitar Sungai Han. Agak jauh dari kesibukan Seoul. Kegiatannya di pagi hari cukup sederhana, dan pastinya dilakukan hampir setiap orang. Olahraga. Satu kamar, disulapnya menjadi tempat gym pribadi. Lengkap dengan peralatannya. Barbel dengan bench, Static bicycle, Treadmill, Squat hack. Ia bisa menghabiskan, hingga dua jam di kamar itu. Entah kapan ia mulai melakukan sit-up, yang pasti cukup lama untuk membuat nafasnya tersengal, juga peluh yang saling menjatuhkan diri di dua sudut pelipisnya. Ia juga mengabaikan cahaya matahari yang mulai menyusup diantara tirai putih berbalut tirai tebal abu-abu. "Hoon! Hoon!" Seorang pemuda berteriak, masuk ke dalam kamar. Sementara Hoon berdiri dengan santainya. Berjalan mendekat, pada almari kaca tinggi, ramping, menyimpan piagam serta piala milik pria yang bernama Hoon Park itu. Ada juga beberapa foto di bingkai kaca, dalam almari tersebut. Hoon mengangkat sabuk emas di atas ring. Hoon bersama seorang wanita. Hoon mengangkat sabuk emas di atas ring bersama pria yang berteriak sebelumnya. "Kau selalu saja berteriak. Ada apa?" Kata Hoon, mengambil handuk putih kecil, yang tergantung di samping almari. Menyeka keringatnya. "Aku rasa.. kau harus menerima tawaran iklan itu," katanya, berjalan mendekat pada Hoon, dengan sebuah Ipad di tangan. "Berapa kali harus aku katakan padamu— Aku.. tak akan melakukan hal-hal seperti itu. Apalagi dengan gadis manja itu. Lagipula.. aku akan mengambil cuti selama satu minggu." "Tapi.. Ji Yin mengancam akan memberitahu media jika kau dan dia sedang menjalin sebuah hubungan!" Hoon bukan hanya pria yang terlahir dengan sendok perak di mulutnya. Ia juga seorang atlet UFC ( Ultimate Fighting Championship ) yang populer di Negara bagian barat dan tentu saja di Negeri Ginseng sendiri. Menggeluti dunia itu sejak usia tujuh belas tahun, hingga akhirnya ia mendapat julukan Tiger World. Tak terkalahkan. Selalu memenangkan setiap pertandingan. Dia adalah pria dengan tinggi 184 senti. Hidung mancung besar. Bibir lebar ketika tersenyum. Mata sipit dengan satu lipatan kelopak. Wajah kurus agak panjang. Rambut hitam dengan poni garden memenuhi kepalanya. "Biarkan saja," kata Hoon. "Kau gila? Bagaimana jika Hanna mengetahuinya?" "Dia takkan pernah tahu," kata Hoon. "Kau sudah memesan tiket untukku?" "Iya. Penerbanganmu sore ini. Tapi, Hoon.. apa Hanna tidak pernah menonton televisi? Bagaimana dia tidak tahu semua berita tentangmu atau tentang dunia?" "Dia tidak suka menonton televisi. Oleh karena itu- " "Kau membelikannya ribuan CD film itu?" sahut pemuda itu. Anggukan pasti dari Hoon menjawabnya. "Aku ingin mandi dulu. Kau siapkan mobil." "Kau mau pergi kemana? Penerbanganmu masih beberapa jam lagi." "Aku ingin membeli beberapa barang untuknya." Ji Woon Kang, nama pemuda itu hanya mampu mendesah pasrah. Harus menuruti semua kemauannya. Sekitar lima tahun lebih sedikit, ia menjadi manager Hoon. Perkenalan mereka dimulai ketika mengalami pertemuan tak terduga. *** Beberapa tahun yang lalu, Ji Woon bekerja di sebuah bar, menjadi pelayan. Terkadang, ia juga menghibur para pengunjung dengan suara emasnya yang diiringi oleh petikan gitar tua miliknya. Kerja keras yang dilakukannya, semata-mata untuk melanjutkan pendidikan dan membayar sewa rumah yang memiliki satu kamar saja. Kamar mandi ada di sebelah pintu masuk. Siang dan malam baginya sama saja. Tidak ada waktu untuk beristirahat. Ji Woon lebih pendek dari Hoon. Kulitnya juga lebih putih dari Hoon. Alis pendek yang tebal. Mata sipit tanpa lipatan kelopak. Bibir merah muda tebal dan kecil. Hidung tak terlalu mancung juga kecil. Rambutnya hitam, pendek, rapi. Tak ada poni. Orang-orang sering menganggap wajahnya menggemaskan seperti bayi. Kedua orang tuanya sudah meninggal, ketika umurnya lima tahun. Karena kecelakaan kapal. Sejak itu, ia dirawat oleh sebuah panti asuhan di Andong, Gyeongsang Utara. Menghabiskan masa kecil, remaja, di rumah dengan banyak kamar juga anak kecil. Dan saat beranjak dewasa, ia memutuskan untuk pergi ke Kota Seoul. Pusat segala kesibukan, surga dunia, rumah mewah dan penghasil uang. Seperti biasa, malam itu Ji Woon tengah sibuk berjalan dari satu meja ke meja yang lain, melayani para pengunjung. Sementara Hoon duduk di depan meja bartender. Sendiri. Sebotol alkohol yang hampir kosong, berdiri diatas meja. Entah berapa botol yang sudah ia habiskan, cukup membuat tatapannya menjadi sendu. Gelas kecil— sedikit gemuk yang ia genggam pun seolah tak diizinkan untuk terisi penuh. Terus meneguk, layaknya orang kehausan. Hingga berdiri pun ia hampir tak sanggup. Berjalan terhuyung meninggalkan kursinya. Hoon terus berjalan dengan satu tangan meraba dinding. Berusaha untuk menyeimbangkan tubuhnya. " Di mana toiletnya?" Katanya, dengan pengucapan tak jelas. Mencoba melebarkan mata, melihat koridor di depannya. Alih-alih menemukan kamar mandi,  ia malah masuk ke dapur, yang saat itu sedang kosong. Meraba meja panjang, di sisi kirinya. Gelas kosong tak bertuan, terlempar di lantai. Pecah. Ji Woon yang  berada di sisi lain dapur terlonjak karenanya. Melompat santai, dari atas meja. Berjalan mencari sumber kegaduhan. Berbelok ke kiri. Ke kanan. Melewati panci kecil, sedang, besar tergantung diatas meja berwarna perak. Dan berhenti di samping pintu masuk. Melihat Hoon tertelungkup di lantai. Sekejap matanya melebar. Melangkah cepat, lebih mendekat, lalu berlutut. " Hei, tuan! Sadarlah! Apa yang kau lakukan disini?" Ji Woon menggoyangkan punggung Hoon, berulang. Berusaha menyadarkannya. Hoon tak bergeming. "Sebaiknya aku panggil keamanan." Ji Woon berdiri. Melangkahkan kaki kanannya, disaat yang sama Hoon meraihnya. "Jangan.. pergi," katanya. "Jangan.. Panggil siapapun." Permintaan singkat  yang membuat Ji Woon mendesah bingung, menggaruk kulit kepala yang tidak gatal. Ji woon membawa Hoon keluar dari dapur. Merebahkannya di sofa merah berbentuk setengah lingkaran, dengan meja kaca di depannya. "Berapa botol yang sudah ia habiskan," gumam Ji Woon, dengan mendesah kesal. "Kau kemari bersama temanmu?"  Ji Woon sedikit berteriak, mecoba mengalahkan suara musik yang kencang. Kembali berlutut disampingnya. Hoon menggeleng lemas. "Kau mengemudi kesini?" Hoon mengangguk. "Tapi.. Kau mabuk berat. Kau tidak akan bisa menyetir. Akan kupanggilkan supir untukmu." Sekali lagi Hoon menggeleng, hampir membuat Ji woon depresi. " Apa yang harus aku lakukan? Apa aku tinggalkan saja dia disini? Jika bos tahu, aku akan dipecat nanti." Setelah sepersekian menit duduk di atas kebimbangan, menggoyangkan kakinya berulang, Ji Woon berdiri dan memutuskan untuk pergi. Disaat yang sama dua gadis berjalan di depannya. Keduanya berambut hitam panjang. Satunya mengenakan gaun mini dengan warna emas gemerlap yang pas ditubuhnya. Satu lagi warna hitam pekat. Gadis emas gemerlap berhenti. Menengok ke kanan. "Bukankah itu Tiger World?" "Tiger World? Siapa dia?" "Kau tidak tahu? Dia atlet UFC yang tampan itu." Mendengar percakapan dua gadis tersebut, Ji woon melirik Hoon sejenak. "Kau benar. Bagaimana jika kita mendekatinya?" Seolah tak ingin menyia-nyiakan kesempatan, dua gadis tersebut berjalan mendekati Hoon. Dihalangi oleh Ji Woon. Membuat keduanya mengernyit heran. "Permisi.. aku rasa kau menghalangi jalan kami," kata gadis emas gemerlap, dengan nada kesal. "Oh, maafkan aku, nona-nona. Aku rasa kalian berjalan kearah yang salah." "Aku rasa tidak. Cepat minggir dari hadapanku!" "Meja ini sudah di pesan! Dan dia adalah temanku! Jadi, cepat enyahlah dari hadapanku!" Perdebatan yang cukup singkat itu, akhirnya dimenangkan oleh Ji Woon. Para gadis berjalan pergi. Menghentakkan heels dengan panjang setengah dari panjang sumpit. Sedangkan Hoon hanya melihat dan mendengar itu semua dengan sisa tenaga yang ia miliki. "Aku benci makhluk aneh itu!" gerutunya. Ji Woon memutar badan, menatap Hoon. Mendesah cukup panjang seraya melepaskan topi hitam yang ia kenakan sejak tadi. Mengenakannya pada kepala Hoon. "Aku rasa kau membutuhkannya," Kata Ji woon. *** "Kita pergi kemana sekarang? Toko perhiasan? Atau toko baju?" tanya Ji Woon, seraya mengemudi. Sementara Hoon duduk di sampingnya. Mobil Van hitam yang mereka kendarai, cukup besar sebenarnya. Bisa saja, Hoon duduk di belakang kemudi dengan meluruskan kakinya. Tapi, ia lebih suka duduk di samping Ji Woon. "Tidak," jawab Hoon, dengan satu tangan bersandar di pintu mobil. " Ah, benar. Hanna tidak menyukai hal-hal seperti itu. Jadi, sekarang kita ke.." "Toko makanan!" Jawaban kompak keduanya, menunjukkan seberapa dekatnya mereka dengan gadis bernama Hanna. Ji woon terkekeh, menunjukkan sederet gigi putihnya. Sementara Hoon hanya mendengus senang. Hoon tipe orang yang sulit untuk tertawa atau bahkan sekadar tersenyum lebar. Ketika semua orang memberikan lelucon padanya, ia hanya diam dan berjalan pergi. Sikap dingin serta misterius itu, yang membuat wanita menaruh hati padanya. Tampan tentu saja. Tak heran, jika para model juga aktris cantik mengagumi dirinya. Sementara sikap arogannya.. Well, sebenarnya itu bukan sikap aslinya. Munculnya arogan pada diri Hoon,  ketika ia memutuskan untuk keluar dari rumah ayahnya. Hoon adalah putra tunggal di keluarganya. Setidaknya, sebelum ayahnya menikah kembali setelah kematian istrinya. Sejak kematian ibunya, Hoon yang saat itu berusia enam tahun, menjadi pemurung. Tak lagi banyak bicara. Hanya berdiam diri di kamar. Hingga keputusan ayahnya untuk menikah lagi dirasa tepat. Senyum mulai kembali pada diri Hoon. Terlebih, saat tahu, ia memiliki saudara dari ibu tirinya. Jae Kyung, nama saudara barunya. Dia dua tahun lebih tua dari Hoon. Sangat menyayangi Hoon.  Membuat Hoon berpikir, kebahagiaan akan kembali datang di hidupnya. Akan tetapi, keserakahan ibu tirinya, membuat Hoon menderita. Senyum kembali hilang dari wajahnya. Berbeda dengan Jae Kyung yang terus memberikan kasih sayang pada Hoon, meski sang ibu telah melarangnya. Hingga tiba akhirnya, hubungan saudara itu tiba-tiba retak. Tepat tiga tahun setelah itu, ayah Hoon meninggal. Dan Hoon memutuskan untuk keluar dari rumah. Merelakan perusahaan dan seluruh aset yang menjadi hak miliknya, menjadi milik ibu tiri dan Jae Kyung. DalMoon corp., nama perusahaan milik ayah Hoon. Adalah sebuah perusahaan yang  ternama dan terbesar di Korea. Perusahaan tersebut bergerak di bidang properti. Makanan. Barang elektronik. Kosmetik. Entertainment, yang kini dibawah pimpinan Jae Kyung. Pria 30 tahun itu, sangat ulet dalam bekerja. Tak pernah membebankan pekerjaan pada orang lain. Meski ia memiliki sekretaris pribadi. Jae Kyung berwajah oval, seperti ayahnya. Alis sedikit tebal. Mata sipit, sayu, tanpa lipatan kelopak. Hidung mancung, sedikit bengkok ke bawah, di ujung. Kulitnya terawat. Berperawakan kurus, berotot di bagian perut. Lesung pipit di pipi kiri, terlihat ketika ia tersenyum. Rambut coklat dengan gaya undercut, ditata pomade. Saat ini, ia tengah sibuk dengan kertas serta dokumen yang berserakan di mejanya. Jae Kyung memiliki sikap yang hangat dan berotak anggun. Itu membuat semua orang menghormatinya. Memiliki konsentrasi yang cukup tinggi, ketika bekerja. Tak pernah terusik dengan suara ponsel atau detak jarum jam. Ketukan di pintunya berulang kali pun, tak didengarnya. Sampai akhirnya, seseorang masuk tanpa persetujuan. Berdiri di depan meja Jae Kyung. "Mereka sedang menunggu di ruang rapat," Kata pria dengan setelan jas rapi itu. Jae Kyung menjawab dengan anggukan. Dong Hoo, nama pria itu, segera memutar badan dan melangkah, disaat yang sama Jae Kyung memanggil. "Sekretaris Baek." "Ya, Pak." "Apa.. kau sudah mendapatkan kabar tentang keberadaannya? " "Sampai sekarang, saya belum mendapatkannya. Maafkan saya." "Kalau dipikir lagi, kejadian itu sungguh aneh. Rumah sakit itu sangat besar. Kenapa saat dia menghilang, hampir semua kamera pengintai mati?" "Untuk itu, saya akan mencoba menemukan kembali informasinya." "Terima kasih. Dan juga, jangan biarkan ibu tahu ini. Mengerti? " "Baik." Dong Hoo hampir mirip dengan Hoon. Tinggi, gaya rambut, juga sikapnya. Pipinya kurus. Lesung pipit di pipi kiri. Dua kantung mata tebal. Setia pada pekerjaannya. Di tempat lain, Ji Woon tengah tertegun dengan ternganga, menatap beberapa kardus makanan tertumpuk, di depannya. Sedangkan Hoon melipat tangan di d**a, melihat Ji Woon. Membiarkan para pengunjung toko mengambil gambar dirinya. "Ramen, cokelat, kue beras, lolipop. Kau yakin ia akan memakan ini semua?" "Dia menyukai itu semua," Jawab Hoon, dengan menyunggingkan senyum. "Hoon!" Seorang wanita berambut panjang setengah ikal, mengenakan gaun mini bermotif bunga, menatap kesal pada Hoon. Kehadirannya yang secara tiba-tiba, tak hanya membuat Hoon tersentak, namun juga beberapa orang yang tengah berbelanja di tempat tersebut. Mereka mulai berbisik. Ponselnya bersiap membidik. Tak menyangka, bertemu dengan aktris yang tengah naik daun itu. "Ji Yin? Bagaimana kau bisa berada disini?" Alih-alih menjawab pertanyaan Hoon, heels-nya terus terdengar dengan ketukan kesal. "Kenapa kau tidak membalas pesanku? Kenapa kau tak menjawab teleponku? Kau mengabaikan ku?!" Pertanyaan itu terlempar begitu saja, ketika Ji Yin bertatap muka dengan Hoon. Membuat para pengunjung semakin heboh. "Ji Woon! Kau memberitahunya? Jika kita berada di sini?" "Lebih baik kita bahas itu nanti. Sekarang cepat kita keluar dari sini. Mereka semua melihat kalian berdua! Kalian harus menjaga nama baik masing-masing," kata Ji Woon, dengan gelisah. "I- itu benar. Ji Yin, lebih baik kita keluar dari sini," sahut pria gemuk, yang berdiri di belakangnya. " Tidak! Aku akan terus berada di sini, sampai ia memberiku jawaban." Hoon mendesah kesal. Memutar dua bola mata dengan cepat, satu kali. Sebelum akhirnya berjalan keluar dari toko, meninggalkan Ji Yin. Cukup membuat wanita berwajah manis itu menghentakkan heels-nya pada lantai. Selain seorang aktris, Ji Yin juga dikenal sebagai model. Bahkan baru-baru ini ia dinobatkan sebagai duta pariwasata. Dimana ia bertugas untuk mempromosikan beberapa destinasi wisata di Negara Korea. Ia juga salah satu wanita yang mengagumi pesona Hoon. Keduanya pertama kali bertemu sekitar beberapa bulan yang lalu. Ketika itu, mereka akan dipasangkan menjadi model brand kaus olahraga. Namun Hoon menolak kesempatan yang mungkin bagi pria lain sangat emas. Alasannya sederhana, karena ia tidak menyukai hal-hal tersebut. Penolakan yang akhirnya membuat Ji Yin penasaran dengan sosok Hoon. Karena Hoon adalah orang dan satu-satunya pria yang menolak untuk bekerja sama dengannya. Keduanya mengikuti saran Ji Woon, untuk bicara di dalam mobil. "Oppa-" "Seingatku.. aku tidak punya saudara perempuan, " kata Hoon, dengan menyilangkan tangan di d**a. Ciri khasnya. Sementara Ji Yin duduk di sampingnya, dengan wajah kesal. Setidaknya, sampai Hoon tiba-tiba menatapnya. " Ji Yin.. " kata Sung Hoon. Ji Yin tersenyum manja. Memegang lengan Hoon dengan jemari yang ia cat merah. "Kau ingin mengatakan jika aku cantik? Apa kau ingin berkencan denganku?" Senyuman miring serta dengusan singkat dari Hoon hampir menjawab pertanyaan dari Ji Eun. "Berhentilah mengejarku. Bukankah aku telah mengatakan padamu, jika aku sudah menikah?" "Pembohong. Aku sudah memeriksa seluruh kantor sipil. Namamu tidak tercantum. Kau mengatakan seperti itu agar aku menjauhimu, bukan? Taktik kuno!" Sergah Ji Eun. "Aku tidak akan pernah berhenti mengejarmu.. bahkan jika kau memiliki lima istri!" Jawaban Ji Yin membuat perdebatan itu menjadi lebih panjang. Hoon geram. Ji Yin terus menggoda. Hampir saja Hoon menyerah. Sementara di luar mobil, manager Ji Yin  terlihat resah. Mengamati sekitar. Berjaga-jaga, jika saja wartawan bersembunyi di balik pohon atau tembok gedung yang berjajar. Dan keresahan itu menular pada Ji Woon. Sudah sepersekian menit berlalu, ia terus mondar-mandir seraya menggenggam ponselnya yang sejak tadi tak berhenti berdering. "Kenapa Hanna menelpon disaat yang tidak tepat!" gerutunya. "Ah, aku bisa gila jika seperti ini." Ji Woon sangat mengerti siapa Hanna. Dia takkan berhenti membuat ponselnya berdering, hingga Ji Woon ataupun Hoon menjawab panggilannya. Tak memiliki pilihan lain, Ji Woon pun memutuskan untuk menjawabnya. Berdeham singkat sebelum itu. "Mina!! Bagaimana kabarmu?" " Aku Hanna! Hanna! Kenapa kau selalu memanggilku, Mina?" suara Hanna terdengar kesal. "Sebenarnya, siapa dia? Pacarmu? Atau-" "Ma-maaf, mataku salah melihat. Aku pikir Mina yang menelpon," Ji Woon terkekeh gugup. "Apa kabarmu? Aku rindu padamu." "Memberi kabar saja tidak pernah, sekarang kau bilang apa? Rindu? Ck, perayu!" "Hanna.. Apa kau pernah melihatku merayu gadis lain? Jika itu bukan kau, aku takkan merayunya! Lihat saja! Aku akan terbang kesana dan memelukmu." "Ji Woon.. aku juga merindukanmu. Tapi.. aku lebih merindukan suamiku. Di mana dia?" "I-itu.. Di-dia- " " Itu.. Dia.. Kenapa kau gugup? Apa Hoon sedang selingkuh?" "Tidak!" Mungkin kata-kata selingkuh dari Hanna sedikit tepat, jika menggambarkan kondisi Hoon saat ini, yang tengah bersama Ji Yin. Masih di dalam mobil. Dan.. Masih berdebat. Ji Yin adalah seorang wanita yang tidak pernah menyerah jika ingin memiliki sesuatu. Selalu menghalalkan segala cara untuk mendapatkan apa yang diinginkan. Tapi.. terkadang itu menjadi bumerang baginya. "Kenapa kau tidak menyukaiku? Ada yang kurang dariku? Katakan.. aku akan mengubahnya untukmu." "Ji Yin.. Jika aku menyukaimu karena sebuah perubahan darimu, maka itu tidak bisa disebut cinta. Tapi perjanjian." "Tapi-" "Hoon! Hanna menelepon." Ji Woon yang tiba-tiba menggeser pintu mobil, membuat kata-kata Ji Yin tersekat tenggorokan. Segera Hoon meraih telepon dari tangan Ji Woon dan menunjukkan layar ponsel ke arah Ji Yin. " Istriku," Bisiknya. "HOON!" Ji Yin berteriak dengan kesal. Hoon mengabaikannya dan segera keluar dari mobil. "Sayang-" " Kenapa kau tidak menjawab teleponku?" " Ah, maaf. Ponselku di dalam tas. Apa kabarmu?" "Seharusnya aku yang bertanya, dua hari kau tidak meneleponku. Ada apa denganmu? Kau sakit? Apa aku harus pergi kesana?" "Kalau pun aku sakit, kau tak perlu datang kemari. Suaramu.. Adalah obat paling ampuh untukku." "Ck, Penggoda," decakan lirih terdengar darinya. "Tapi, Hoon.. aku rasa mendengar gadis menjerit tadi. Siapa?" " A-ah, itu hanya gadis gila yang melintas." Sementara keduanya berbincang lewat telepon. Mobil biru milik Jae Kyung melewati jalan itu. "Bukankah itu Hoon Park?" Kata Dong Hoo yang tengah mengemudi. Jae Kyung yang semula menatap ponsel, menengok ke sebelah kanannya. "Menepi sebentar." Jae Kyung segera keluar dari mobil begitu Dong Hoo mematikan mesin. Merapikan jas sejenak, dan melenggang santai mendekati adik tirinya. " Apa yang atlet terkenal lakukan di tempat seperti ini?" Sapaan yang sungguh unik, bagi dua saudara yang sudah lama tak berjumpa. Hoon yang menyadari kehadiran kakak tirinya, segera mematikan telepon dari Hanna. "Kenapa kau disini?" "Aku tak sengaja lewat dan melihat saudaraku. Jadi… aku memutuskan untuk turun dan menyapamu." Hoon mendengus singkat, mendengar hal itu. "Kau lupa? Aku adalah putra tunggal ayahku!" "Kau masih marah padaku? Karena dia memilihku dulu? Oh, ayolah, itu sudah dua tahun berlalu. Selain itu, ia telah menghilang." "Kenapa aku harus marah padamu tentang hal itu? Itu bukan urusanku!" gemeretak gigi Hoon sangat jelas kentara, jika ia sangat membenci Jae Kyung. "Kenapa? Ah, kau masih berharap dia kembali kepadamu?" " Ya. Jika aku memiliki mesin waktu, Aku akan kembali ketika semua belum terjadi." " Dan jika aku memiliki mesin waktu, Aku akan menjauhkannya dari seorang pembunuh sepertimu!" Picingan tajam saling mereka lemparkan. Hubungan keduanya memang sudah tak bisa dikatakan sebagai kakak dan adik, beberapa tahun belakangan. Hoon seperti api, sementara Jae Kyung adalah airnya. Hoon merasa semua yang ia miliki akan direbut oleh Jae kyung. Sikap yang kekanakan memang. Hingga ia tak pernah menyadari, jika sebenarnya Jae Kyung sangat menyayangi dirinya. Bahkan melebihi rasa sayang Jae Kyung terhadap ibu kandungnya. Suasana yang telah kacau pun semakin bertambah runyam, ketika Ji Yin turun dari mobil. Seketika menatap kearah Jae Kyung. "Tampan," Kata Ji Yin di dalam hati . "Siapa dia?" "Bukan urusanmu." "Setelah kau ingin merebut tunanganku, sekarang kau dengan wanita lain. Apakah rumor itu benar? Jika kau seorang playboy?" "Lebih baik kau cepat pergi dari sini!" "Haruskah aku bermain dengan dia juga? Seperti kau bermain dengan tunanganku dulu?"

editor-pick
Dreame-Pilihan editor

bc

Hasrat Meresahkan Pria Dewasa

read
30.3K
bc

TERNODA

read
198.6K
bc

B̶u̶k̶a̶n̶ Pacar Pura-Pura

read
155.8K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
233.7K
bc

Sentuhan Semalam Sang Mafia

read
188.5K
bc

Setelah 10 Tahun Berpisah

read
57.1K
bc

My Secret Little Wife

read
132.0K

Pindai untuk mengunduh app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook