Mempermalukan (BRAYEN POV)

678 Kata
Pesta kecil-kecilan yang kuadakan cukup seru. Meski hanya dihadiri oleh ketiga istriku dan para dayang-dayang, tetap menghibur. Ya, hanya acara kecil dengan hidangan barbeque serta jagung bakar. Tak terasa acara pun sudah berakhir saja. Aku memang sering mengadakan pesta seperti ini di hari libur. Ya sesekali menikmati hari libur dengan berpesta ria apa salahnya?. Setelah selesai akupun tak perlu repot-repot membersihkan sampah-sampah pasca pesta. Itulah enaknya jika menjadi orang terpandang. Apapun tak perlu susah payah, dan karena aku yang tak ingin susah payah dan diperintah sejak itulah aku ingin menjadi orang kaya. Bagiku uang bisa membeli segalanya, di era seperti saat ini omong kosong jika kebahagiaan tercipta bukan karena uang. Lihat saja, seseorang bahkan kebingungan saat tak memiliki uang barang satu hari. Apakah mereka bisa bahagia tanpa uang? Jawabannya tidak! Ada yang mengatakan jangan mau di perdaya oleh uang, hanya karena uang waktumu terkuras! Come on! Uang tidak memperdaya manusia, tapi manusia itu sendiri yang memperdaya dirinya sendiri. Jadilah orang sukses, agar apapun yang terasa sulit menjadi mudah. Ya meski begitu, itu hanya opini ku saja. Semua orang memiliki pendapatnya masing-masing. "Sayang, bolehkah aku menginap di sini?" Jesika memelukku dari belakang. "Ya, silahkan saja." Aku tidak bisa melarang orangterdekatku untuk menginap di rumahku ini atau sekarang menjadi rumah Kamelia. Jesika beralih memeluku dari depan. Kepalanya mendongak dan berujar. "Terima kasih, sayang." "Hmm." Jesika berbeda, wanita itu centil dan sangat manja padaku. Terkadang sikapnya itu membuatku risih. "Aku ingin menemui Kamelia." Perlahan aku melepaskan pelukannya, Jesika nampak cemberut dan menggumam tak suka. Harusnya mereka sadar, resiko di madu adalah seperti ini. Siap-siap semuanya terbagi-bagi. Kecuali Kamelia, yang tak pernah meminta untuk menjadi istri ketiga "Jangan berlama-lama, aku masih merindukanmu." "Ya." Tukasku berjalan meninggalkan Jesika. Hari menjelang sore, aku ingin menemui Kamelia. Menagih janji yang ia berikan. Malam ini, akan menjadi malam yang panas untukku dan Kamelia. Ya, semoga tak ada lagi alasan yang dibuat oleh gadis itu. Kutelusuri kamar gadis itu namun sepi. Aku beralih ke dapur tak ada Kamelia di sana terkecuali dayang-dayang. Ku putuskan untuk ke kolam renang, tetap ada siapapun. Alhasil aku memilih berjalan menuju taman tempat yang sering Kamelia kunjungi. Dan benar saja Kamelia ada disana, di balik pohon mangga. "Kamelia." Panggilku, gadis itu nampak terkejut sampai melemparkan sesuatu tanaman yang rimbun. Aku berjalan mendekatinya, Kamelia berbalik menatapku dengan senyuman kikuk. "Mr. Brayen, mengagetkanku saja." ungkapnya. "Sedang apa kau di sini sendirian?" "Emm, a..aku." "Aku apa?" Potongku cepat, gadis itu seperti menyembunyikan sesuatu. "Aku sedang ingin mengambil buah mangga di atas sana." Gadis itu mendongak, aku mengitu arah Kamelia. Dan benar saja di atas sana ada beberapa buah mangga yang sudah matang. "Astaga, kau ini benar-benar udik!" "Tiba-tiba saja, aku ingin memakan buah mangga Mr." "Maukah Mr. memetiknya?" Aku terkejut. "Yang benar saja! Jangan mengerjaiku Kamelia!" Kamelia memasang wajanya yang cemberut. Amat lucu dan menggemaskan berbeda dengan Jesika yang semakin membuatku enggan. "Aku mohon.." pintanya penuh permohonan "Baiklah-baiklah, tunggu di sini. Aku akan memanggilkan dayang-dayang." "Tidak perlu Mr., Aku ingin suamiku sendiri yang memetiknya." "s**t! Kau benar-benar mengerjaiku." "Ayolah, apa Mr. tidak sayang denganku?" "Tidak!" Jawabku cepat. Tentu aku tidak menyayangi Kamelia gadis udik yang hanya kubeli. "Ya sudah. Tidak perlu memetiknya untukku." Gadis itu terduduk di rerumputan hijau. Sedikit kasihan melihatnya yang sepertinya kecewa. "Oke, aku akan memetiknya untukmu." "Wah! Terima kasih Mr." Ungkapnya senang. Dan alhasil aku memanjat pohon mangga untuk Kamelia. Semoga ini untuk yang terahkir kalinya. "Yang di sana Mr." Aku memutar bola mataku, kurang ajar sekali gadis itu. Hanya bisa menjadi mandor di bawah sana. Setelah selesai memetik, aku turun dan memberikan beberapa buah Mangga untuk Kamelia. "Habiskanlah." "Terima kasih Mr. Bagaimana kalau kita menikmatinya bersama?" "Aku tidak suka Mangga mentah. Itu hanya satu saja yang sudah matang." "Kita rujak saja Mr." "Tidak-tidak, aku tidak suka pedas." "Ini tidak akan terasa pedas, aku akan membuatnya nikmat." "Ya terserah kau saja." Aku malas berdebat, ujung-ujungnya Kamelia akan memaksaku. Sembari menunggu gadis itu membawa bumbu rujak dari dapur, aku menunggunya dibawah pohon Mangga. Udaranya sangat sejuk, karena langit yang berubah Sepia. Ini untuk pertama kalinya aku menikmati sore hari dengan memakan rujak bersama seorang perempuan. Ya, mengenal Kamelia mengajarkanku kesederhanaan. 
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN