Kuhela nafasku dengan sedikit lega, setelah merebahkan tubuh pria itu di atas kasur. Lalu aku mendudukkan tubuhku di tepi tempat tidur, dan membuka highheels yang kupakai.
"Aku ada di mana?"
Tiba-tiba aku mendengar suara pria itu, yang begitu serak. Segera aku menoleh ke arahnya, dan melihatnya yang sudah sadarkan diri.
Sebuah senyuman pun terukir di wajahku, karena akhirnya ia sadarkan diri juga, lalu aku segera memiringkan tubuhku, dan menatapnya, "Akhirnya kau sadar juga" ucapku.
"Aku ada di mana?" tanyanya, yang mengulangi ucapannya lagi.
"Kau ada di apartementku, karena tadi kau pingsan saat di club malam" jawabku, tanpa melepaskan pandangan darinya. Jika boleh jujur, pria ini cukup tampan juga, tapi sepertinya umurnya berada di bawah umurku, karena dapat kulihat dari wajahnya, yang terlihat masih begitu muda.
"A-Apartementmu?" tanyanya, yang terlihat tidak percaya, dan hanya kujawab dengan sebuah anggukkan saja.
"Terima kasih sudah membawaku ke sini, tapi bolehkah aku meminta bantuanmu?" tanyanya lagi.
Kunaikkan satu alisku, saat mendengar pertanyaannya, "Bantuan? Bantuan apa?" tanyaku, yang berbalik tanya padanya.
"Bantu aku untuk melupakan mantan kekasihku, dengan cara apa saja" jawabnya.
Deg!
Jantungku seperti berhenti berdetak, saat mendengar apa yang baru saja ia katakan. Lalu kupalingkan pandanganku darinya, dan memutar otakku.
Tapi tiba-tiba, kurasakan tangannya yang menggenggam tanganku, sehingga membuatku menoleh ke arahnya, "Tolong bantu aku, karena aku tak bisa melupakannya seorang diri" ucapnya, dengan tatapan yang seperti sedang memohon.
Karena merasa kasihan, aku pun mengganggukkan kepalaku, dan menyanggupi permintaannya, "Baiklah, aku akan membantumu untuk melupakannya" jawabku.
Sebuah senyuman pun langsung terukir di wajahnya, bahkan raut wajahnya pun langsung berubah dalam seketika, "Benarkah? Dengan cara apa?" tanyanya, yang terlihat begitu antusias.
Segera kukulum bibirku, dan memalingkan pandanganku darinya, "Having Se*" jawabku.
"Apa? Tidak! Aku tidak mau! Bagaimana kalau nanti kau hamil?" tanyanya, yang langsung bangkit dari posisinya, dan duduk di atas tempat tidur.
Kuhela nafasku sedikit berat, dan menoleh ke arahnya, "Kau tidak perlu takut, karena tadi aku sudah meminum sebuah kapsul agar tidak hamil. Dan, kalau aku tidak meminumnya, tapi tetap melakukan se*s secara terus-menerus, barulah aku akan hamil" jelasku.
"Benarkah?" tanyanya, dan hanya kujawab dengan sebuah anggukkan saja. Namun tiba-tiba ia menundukkam kepalanya, "Tapi aku tidak tahu, bagaimana caranya melakukan se*s" ujarnya.
Kedua mataku pun langsung membelalak, saat mendengar apa yang baru saja ia katakan. Jadi, malam ini aku akan melakukan se*s, dengan seorang pria yang masih perjaka? Dan, belum pernah melakukannya sama sekali? Wow, aku tak akan menyia-nyiakan kesempatan ini.
"Bagaimana?" tanyanya, yang membuatku tersadar dari lamunanku.
Aku pun menoleh ke arahnya, dan menatapnya, "Tak apa, aku akan mengajarimu" jawabku, yang kemudian segera bangkit dari tempat tidurku. Lalu aku mulai melepas dress super minim, dan cd yang kupakai.
Kini tubuhku sudah tak tertutupi oleh sehelai benang pun. Lalu aku beralih menatap pria itu, yang menatapku dengan kedua matanya yang membulat. Melihat hal tersebut, membuatku jadi terkekeh, "Sekarang lepaskan seluruh pakaianmu, dan jangan sisakan satu pun" suruhku.
Karena terkejut, ia pun menggelengkan kepalanya, dan menatapku tak percaya, "Buka semuanya?" tanyanya, dan lagi-lagi hanya kujawab dengan anggukkan saja.
Mendengar jawabanku, membuatnya langsung menundukkan kepalanya, sambil bangkit dari tempat tidurku. Lalu ia segera melepaskan seluruh pakaiannya, termasuk cd yang ia pakai. Namun kini kedua mataku yang langsung membulat, saat melihat milik pria ini, yang rupanya besar juga. Tapi segera kugelengkan kepalaku, dan beralih menatap wajahnya, "Sekarang, kau rebahkan tubuhmu lagi" suruhku kembali, dan ia pun hanya menurutinya saja.
Setelah ia sudah merebahkan tubuhnya di atas kasur, aku pun langsung naik ke atas kasur juga, dan menduduki perutnya. Lalu aku menatapnya, dan membiarkan kedua gundukanku, yang tergantung bebas di depannya. Namun pria itu hanya memperhatikannya saja, tanpa berani menyentuhnya. Ah, benar-benar sangat berbeda, dengan para pria yang biasa tidur denganku.
Perlahan, aku meraih kedua tangannya, dan menempelkannya pada kedua gundukkanku, "Remaslah" suruhku, sambil menyunggingkan sebuah senyuman.
Tapi ia malah menatapku dengan bingung, dan tak melakukannya, dan sepertinya ia takut untuk melakukannya.
Kuhela nafasku dengan kasar, dan membantu tangannya untuk meremas kedua gundukanku, yang ukurannya cukup besar. Lalu aku segera mencondongkan tubuhku ke arahnya, dan menatapnya sesaat, sebelum akhirnya aku mencium bibirnya, dan melumatnya dengan perlahan. Kemudian, aku menggigit bibirnya, dan ia pun refleks membuka mulutnya, dan langsung saja aku memasukkan lidahku ke dalam mulutnya, dan mengabsen setiap gigi-giginya. Sedangkan, tanganku masih membantu kedua tangannya untuk meremas gundukkanku. Tapi lama-kelamaan, kurasakan ia yang menyingkirkan kedua tanganku, dan diremasnya kedua gundukanku olehnya.
Pada saat itu pula, ingin rasanya aku mendesah, tapi sayang bibirku tertahan oleh bibirnya. Lalu kulepaskan ciumanku, dan ia menatapku dengan heran.
"Ingin mencoba ini?" tanyaku, sambil melirik ke arah gundukkanku dan ia hanya menjawabnya dengan anggukkan saja.
Sebuah senyuman pun terukir di wajahku, lalu segera kuarahkan satu gundukkanku ke mulutnya, dan ia pun langsung melahapnya, dan menghisapnya, bak anak bayi yang sedang kehausan.
"Ahhhhhh yaa, seperti itu" erangku, dengan nikmat, saat mulutnya mengulum putin*ku, yang sudah menegang karena remasannya.
Tapi tanganku tidak ingin tinggal diam saja, segera aku meraba-raba ke arah belakang, dan kudapati milik pria ini yang sudah menegang. Sebuah ide nakal pun, terlintas di dalam kepalaku, lalu aku mulai meremasnya dengan gemas, dan mengocoknya dengan gerakan yang pelan.
Namun hal tersebut membuatnya, langsung melepaskan putin*ku dari dalam mulutnya, "Apa yang kau lakukan?" tanyanya.
"Hanya bermain-main sebentar saja, rupanya adik kecilmu sudah tegang" jawabku, dengan seringaian, "Kita ke tahap yang selanjutnya" sambungku, sambil melepaskan tanganku dari miliknya, tapi ia hanya menatapku dengan bingung.
Segera kuangkat sedikit bokongku, dan sedikit memundurkan tubuhku, lalu kuarahkan milikku pada miliknya. Setelah kurasa sudah cukup pas, aku pun langsung memasukannya ke dalam milikku.
"Ohh sh*t!" erangnya sambil memejamkan matanya.
Namun aku tak memperdulikannya, dan terus mendorong bokongku, agar miliknya masuk sepenuhnya ke dalam milikku.
"Aaahhhhhhh" kuhela nafasku, saat juniornya yang sudah masuk sepenuhnya ke dalam milikku. Ternyata milik pria ini memanglah begitu besar, sampai-sampai milikku terasa sangat penuh.
"Kita mulai" ucapku, sambil menatapnya. Dan kemudian aku mulai memompa miliknya yang berada di dalam milikku, sehingga membuatku mengeluarkan desahan-desahan.
Namun tiba-tiba, kurasakan kedua tangannya yang meremas kedua gundukkanku, sehingga membuatku merasa semakin nikmat.
"Aaaahhh yesss, remas lebih kuat aaahhh ahhhhh aaahhhhh" desahku, disela-sela permainan kami.
Terus saja kukompa miliknya, dengan gerakan yang semakin cepat, hingga kurasakan miliknya yang sudah mulai membesar di dalam sana.
"Rasanya seperti ada yang mau keluar" ujarnya.
"Iyaaa keluarkan saja aaahhhh" ucapku, yang tanpa menghentikan aktifitasku, sehingga kini mulai kurasakan milikku yang mulai berkedut.
Merasakan hal itu, membuatku semakin mempercepat gerakanku.
"Ouhhhhhhhhhhhhhhhh" erangku begitu panjang, saat aku sampai pada or*asme ku yang pertama. Namun sayangnya, ia belum or*asme, sehingga membuatku harus memompa miliknya lagi, meski tubuhku sudah terasa begitu lemas.
Tapi tak lama kemudian, ia meremas kedua gundukkanku dengan begitu kuat, dan kurasakan miliknya yang menembakkan sebuah cairan di dalam milikku. Dan aku pun langsung ambruk di atas tubuhnya.
"Terima kasih, kau begitu nikmat" katanya, sambil mengecup puncak kepalaku.
Namun aku tak mengatakan apa-apa, dan hanya tersenyum saja. Lalu kami berdua mulai memejamkan mata, dan mulai terlelap.
To be continue. . .