bc

rekam jejak harian II

book_age4+
2
IKUTI
1K
BACA
time-travel
twisted
sweet
heavy
serious
mystery
office/work place
school
judge
selfish
like
intro-logo
Uraian

"Lima tahun itu terlalu cepat berlalu. Sekarang, tahun dua ribu dua puluh dua yang sudah sepuluh tahun lamanya, sejak aku duduk di ruangan persidangan ini sembari menatapnya dengan posisi yang sama, tanganku mengepal di bawah daguku, mataku tidak lagi mengecil satu karena aku telah mengingat hari itu, dimana hari pertama ia menantapku."

Memutar mundur rekam jejak harian di persidangan yang mengakibatkan seorang hakim kehilangan kehormatannya oleh salah satu tersangka yang tidak dikenalnya sejak pertemuan pertama.

Pemeran:

*Utama:

-Nama Panggilan: Sassy (Tritagonis)

Ciri-ciri fisik: Bertubuh pendek dan berisi

Kepribadian: Pintar berdebat

Pekerjaan : Ketua Hakim

-Nama Panggilan: Brenza (Antagonis)

Ciri-ciri fisik: Tidak diketahui

Kepribadian: Tidak diketahui

Pekerjaan : Mantan anggota KPK

*Pendukung

-Nama Panggilan: Lilac (Protagonis)

Ciri-ciri fisik: Bertubuh tinggi

Kepribadian: Baik terhadap sahabaynya.

Pekerjaan : Jaksa

-Nama Panggilan : Brisca (Protagonis)

Ciri-ciri fisik: Berambut panjang

Kepribadian: Pintar pengetahuan alam

Pekerjaan : Dokter

-Nama Panggilan: Deddy (Protagonis)

Ciri-Ciri fisik: Betubuh tinggi dan besar

Kepribadian: Bijaksana

-Nama Panggilan: Edwin (Tritagonis)

Ciri-ciri fisik: Bertubuh tinggi

Kepribadian: Suasana hati tak tetap

Pekerjaan : Pengacara

-Nama Panggilan: Doni (Tritagonis)

Ciri-Ciri fisik: Bergigi gingsul

Kepribadian: Menjengkelkan

Pekerjaan : Agen Travel

chap-preview
Pratinjau gratis
Pertemuan
lima tahun itu terlalu cepat berlalu. Sekarang, tahun dua ribu dua puluh dua yang sudah sepuluh tahun lamanya, sejak aku duduk di ruangan persidangan ini sembari menatapnya dengan posisi yang sama, tanganku mengepal di bawah daguku, mataku tidak lagi mengecil satu karena aku telah mengingat hari itu, dimana hari pertama ia menantapku. Akupun berdiri sembari melihat kanan kiri di samping kanan depan pintu ruang gedung komite itu dengan menggendong ransel merah yang ada di punggungku, menunggu Brisca yang masih membereskan bukunya didalam. Sesekali aku melihat kedalam ruang untuk melihat temanku dan sesaat itu dia datang menghampiriku "Buku ini sangat banyak dan berat." Kata temanku itu, yaitu Brisca "Oh iya." Jawabku sembari melangkah menjauh dari ruangan gedung komite yang bertembok putih bersih itu, lagi sekali aku melihat-lihat kebelakang tepatnya keruangan itu. Brisca yang mengikutiku berjalanpun memperhatikan wajahku dan langsung menampilkan wajah penasarannya dengan matanya yang membesar, membuatku menyadari gerak-gerikku sendiri. "Mengapa aku gugup." Kataku yang tak jelas apakah itu kalimat pertanyaan atau kalimat biasa "Ayolah." Akupun menarik tangan Brisca menjauhi gedung itu. "Kenapa?" Tanyanya membuatku melepaskan tangannya, akupun langsung mendekatinya untuk bertanya kisi-kisi "Apakah kau kenal seseorang yang tadi memberikan pengumuman iuran komite itu?" tanyaku lalu dibalasnya dengan gelengan dan jawaban yang cepat "Tidak, tapi kudengar dia anggota baru?" "Iya sepertinya." Kataku yang menutup pembicaraan sembari berpikir dan berjalan dengan lambat bersama temanku "Dia melihat kearah kita tadi?" Kataku kepada temanku yang kembali tidak karuan apakah kalimatku ini pertanyaan atau kalimat biasa. "Benarkah?" Tanya temanku dengan terkejut dengan matanya yang kembali membesar, kemudian ia menyambung “Mungkin temannya Lilac.” "Tidak, bukankah kau yang menatapnya, aku melihat itu." Sambungnya kembali yang membuatku terkejut dan lalu tertawa sedikit "Tidak, aku sengaja melakukan itu." kemudian temanku kembali melangkah maju didepanku, lalu menghadap kepadaku sembari memainkan jari telunjuknya, menunjuk dirinya sendiri "Bagaimana jika ia menatapku?" tanyanya "Bagaimana dengan Lilac?" Lanjutnya dengan tersenyum dan menaikkan alis. Akupun melihat kanan kiri bersamaan dengan Brisca "Lilac?" Tanyaku yang langsung menarik tangan Brisca berlari kembali ke ruangan gedung komite. "Kenapa kau bisa lupa?" aku yang bertanya pada Brisca sambil berlari "Lupa apa?" Tanyanya mengikuti larianku "Lilac." Teriakku yang menggoyangkan kepala sembari menariknya "Oh, kau yang membuatku lupa." Katanya sembari menepuk-nepuk bahuku "Mengapa kau menyalahkanku?" Tanyaku yang berjalan lebih cepat, menghindarinya "Heh aku harus bagaimana, kau menyudutkan aku." Katanya yang suram, akupun membalikkan wajahku sambil berlari dan melihat wajah suramnya, tangannya yangku genggam menjadi lebih berkeringat. Jaksa berdiri lalu menyampaikan pengumuman "Sesuai dengan peraturan perundang-undangan dimana diatur dalam masa jabatan presiden selama lima tahun sekali, dilaksankan penghapusan atau pengurangan masa penahanan kepada para tersangka dengan perhitungan yang sesuai. "Yang Mulia Hakim yang terhomat, waktu dan tempat dipersilahkan." Tutupnya yang setelah itu aku jawab dengan anggukan kepala. Tidak ingin mengulangi kesalahan yang sama, akupun dengan segera menurunkan tanganku yang berada di atas meja untuk menopang dagu, badanku yang ku tegakkan kembali dengan posisi duduk. Akupun mengetuk dengan palu sebanyak tiga kali "Sidang dibuka." "Sebelumnya disampaikan kembali kepada tersangka penyuapan oleh anggota bekas komisi pemberantasan korupsi dengan nama Brenza" aku melupakan namanya yang pertama kali dan terakhir kali aku dengar pada persidangan itu "Diizinkan untuk bersumpah atas nama tuhan di ruangan persidangan mahkamah Konstitusi ini" Kata Jasa penutup umum yang masih berdiri. Akupun kembali menggenggam tanganku yang mengepal diatas meja untuk menopang daguku sembari melihatnya berdiri dan berbicara "Saya bersumpah dengan tuhan yang melihat saya." Ia menatapku kali ini setelah melihat jaksa "Saya akan berkata jujur untuk hari ini." Katanya yang kemudian ia lanjutkan "Dengan ini, saya izin untuk menyampaikan pesan kepada Yang Mulai Hakim." Sebelum diberi izin, ia melangkah maju kedepan, menatap mataku, dimana mata itu sama seperti pada saat terakhir bertemu namun mata kirinya tidak mengecil saat ini, ia datang padaku dan mendekat pada telingaku, ia datang untuk berbisik "Aku telah mengingat ini pada saat pertemuan terakhir. Bukankah pertemuan pertama kali terjadi pada saat kita saling memandang, lima belas tahun yang lalu, kau menghilang, aku mencarimu pada saat itu?" katanya yang hingga saat ini membingungkanku, apakah itu pertanyaan atau jawaban yang membuatku mengecilkan mata dan menaikkan alis kanan dengan posisi yang sama yaitu Tangan berada mengepal diatas meja untuk menopang dagu, melihatnya kembali duduk dan sekitar menjadi lebih buram dari yang kubayangkan membuatku menyadari akan satu hal pada saat ini, yaitu bahwa aku, kembali lagi membuat kesalahan yang sama. "Dimana dia?" Tanya Brisca yang terengah-engah sembari memegang tembok putih dengan tangan kirinya tanpa sepengetahuan Brisca, akupun langsung menjinjit melihat kedalam yaitu sekitaran meja hijau itu melalui jendela mencarinya namun ia telah menghilang, namun tiba-tiba saja seseorang menempelkan wajahnya juga dari dalam jendela sembari menahan senyum, suara sepatu ketspun terdengar mengarah keluar pintu "Apa yang kau lakukan?" Tanya Lilac sembari tertawa yang sudah berdiri didepan kami. Wajahku yang masih tertempel dikaca jendela yang berdebu inipun aku jauhkan, dengan segera ku katakan padanya "mencarimu." Tiba-tiba saja Lilac bergeser mendekati kami dan keluarlah dua orang siswa yang salah satunya baru saja kuketahui namanya karena peristiwa tadi, yaitu Doni, akupun langsung menghampiri Doni dan meninggalkan Brisca dan Lilac yang sedang berbicara dengan samar-samar "Darimana kau tahu kita mencarimu?" Tanya Brisca yang kemudian dijawab Lilac sembari tertawa dengan nada ejeknya "Dari jendela." "Tidak, tidak." lanjutnya dengan suara rendah "Aku mendengar suaramu." "Doni." Sapaku menepuk pundaknya pada saat ia berpaling dari hadapanku "Tadi aku melakukan itu karena kau dipanggil ya." Jelasku agar tindakanku tidak mengakibatkan kesalahpahaman walaupun aku berbohong. Tak kunjung mendapat balasan, aku hanya melihat gerak-geriknya yang melirik Lilac lalu gigi gingsul yang berusaha ia sembunyikanpun menampak membuatku menaikan alisku. Berjalan mundur, akupun menarik tangan Brisca dan Lilac untuk pergi bersama ke kelas. Langkahku semakin cepat, meninggalkan dua orang yang tangannya aku gennggam, ada dibelakangku "Ada apa, kenapa kau seperti itu?" Tanya Lilac kepadaku, "Gerah dan panas sekali disini." Kataku, menoleh ke kiri belakang, melihat Lilac yang menahan tawanya "Kau, tidak perlu mengalihkan pembicaraan." Kataku yang cukup kelelahan sembari menarik mereka, dua orang ini rasanya seperti dua orang yang ginjalnya mati, mereka pasti merasa senang karena tidak memerlukan tenaga untuk berjalan "Aku melihat giginya besarnya yang berusaha ia sembunyikan." "Ada Apa, mengapa, dia main mata denganmu?" lanjutku bertanya kepada Lilac kembali setelah menarik nafas, tapi aku tidak membalikkan badan "Dia siapa?" Tanya Brisca yang membuatku membalikkan badan ke kanan kepadanya, tentu saja sembari berjalan, namun alisku yang sebelah kanan naik, yang menandakan kalau aku sedang berpikir sejenak karena tanganku, keduanya aku masih gunakan, akupun tidak bisa mengisyaratkan dengan tangan alih-alih aku menggunakkan bahuku "Diam." Aku yang masih menarik mereka sembari berjalanpun menanti jawaban yang tak kunjung aku dapatkan, kemudian terpaksa aku mencengkram tangannya "Aduh sakit." Kata Brisca, memunculkan tawa bernada lengking dari Lilac yang berusaha ia sembunyikan "Hei kau, apakah mulutmu hanya bisa tertawa, mengapa tak kau gunakan mulutmu untuk menjawab pertanyaanku?" teriakku, meneriaki Lilac dari depan "Baiklah, baiklah." Kata Lilac yang kemudian ia sambung "Mungkin dia hanya melihatku." Katanya dengan nada datar dan akupun membalikkan badanku untuk bertemu wajahnya. Fakta yang kudapati adalah wajahnya yang berkulit sehat dan bening sebening kaca itu, dia tidak bisa berbohong. Akupun kembali menghadap kedepan sembari menggerak-gerakkan kerah bajuku dengan pipi, namun tidak kunjung bergerak "Hey, disini aku bertanya tentang mengapa." Sahutku sembari mengeja "Mengapa ia bermain mata denganmu?" "Bukannya melihatmu." "Maaf ya, Pertama Aku meminta jawabannya yang harus ada kata bermain dan mata!" "Kedua, Aku jelas bisa membedakan karena sering memperhatikan perbedaan melihat dan bermain mata. Kalau melihat secara tidak sengaja, kedua bola matanya tidak akan selaras, hanya satu bola mata saja yang tujuannya tepat, yaitu melihatmu. Berbeda dengan bermain mata, kedua bola matanya akan tertuju padamu secara tepat, dimana sinonimnya adalah menatap atau memandang!" "Ketiga, pada pukul 7.30 saat aku menghampirinya, aku berada di depannya dan pada saat itu, saat kau menghampiri Brisca yang sebelumnya berada tepat di samping kiriku dan setelah itu berada Brisca berada di belakang sebelah kiriku. Jadi dapat diartikan bahwa kita saling bertukar tempat, kau ada di belakangku sebelah kanan dan aku berada tepat di depanmu. Yang akan aku tanyakan juga disini, Jika ia tidak bermain mata denganmu, mengapa ia tidak bermain mata denganku?" Lanjutku setelah jeda "Izin untuk menyimpulkan, jika ia hanya melihat dan tidak bermain mata denganmu, mengapa matanya tidak tertuju kepadaku, karena secara faktanya, aku berdiri tepat dihadapanmu, menutupimu dari matanya, fakta lain yang ketemukan adalah bahwa kedua bola matanya tertuju pada sesuatu yang jangkauannya jauh dari atas kepalaku, yaitu kau!" Sahutku dengan tegas setiba menginjakkan kaki disana. Pintu kelas yang tertutuppun aku buka menggunakan bantuan pundakku dengan keras bersamaan dengan kedua tangan temanku yang aku genggam menuju tempat duduk yang melewati guru yang mengajar di depan kelas. "Jam berapa ini?" Tanya guru biologi tersebut "Jam 7.40." Sahutku sembari melihat jam tangan emas yang terpakai di pergelangan tangan kiriku, akupun langsung melepaskan genggamanku pada Brisca di tangan Kanan dan Lilac di tangan Kiri. Menaruh ranselku diatas meja, mengeluarkan buku biologi yang tebal dan juga besar "Seharusnya masuk kelas jam berapa?" "Jam 7.30." Sahutku yang kemudian mengeluarkan hal yang terlupa yaitu stabilo kuning dari ransel di depan. "Mengapa terlambat?" Guru itu bertanya yang membuat tulang punggungku sakit setengah mati. Akupun menegakkan badanku dan seketika saat tulang punggungku itu berbunyi akupun berbicara "Mohon maaf sebelumnya, izin menyampaikan beberapa informasi pendukung dimana saya akan menyampaikan kontra yang lebih banyak. yang pertama, pada pukul 7 pagi ada pengumuman di ruang gedung komite yang menghabiskan waktu 15 menit, belum dibuktikan dengan bukti kuantitatif, kemudian yang kedua, nilai biologi saya belum secara 100% mendapat nilai 100 jadi seharusnya ibu menjelaskan materi disini, dan yang ketiga, berdasarkan kualitatif di papan tulis ini, ibu sekarang sedang mengajar pelajaran biologi, apakah harus diganti dengan pembelajaran debat?" Membuka halaman buku dengan yang sesuai ada di papan, langsung ku garisi materi-nateri penting yang ada di papan dengan stabilo. Duduklah aku di kursi kayu yang empuk bagai kursi persidangan, tanganku bergerak mengikuti iramnya yaitu berada dibawah daguku "Bisakah kita mulai pembelajaran ini?" Tanyaku kepada guru yang berada di kelas ini, ia membalik badanya dan pergi kearah mejanya, mengambil sebuah kertas dan menunjukkannya "Berbicara tentang nilai, nilaimu paling besar, yaitu 100, mungkin kau sudah sangat paham dengan kelasku, kau bisa meninggalkan kelasku." Katanya "Katanya kau tidak ingin jadi dokter?" tanya Brisca kepadaku dengan wajah suramnya yang menerjang duduk di kursi sampingku. "Maaf sebelumnya, ibu bisa memperbaiki nilai saya jika terjadi kesalahan, izin ke ruang guru untuk meminta tugas, terima kasih." Kataku meninggalkan kelas dan sebelum meninggalkan kelas aku melihat Brisca yang melambai-lambaikan tagan kepadaku dikursinya dan Lilac yang masih saja belum duduk di kursinya. Keluar dari kelas, akupun berjalan mengendap-ngendap lalu berlari dengan kencang, melihat kanan kiri, mencari ruang guru. Tidak lupa ku pegang rokku agar tidak ikut lari dari pahaku. Berlari sekitar lima meter, kemudian seseorang mengenaliku "Hai." Sapa siswi yang bukan merupakan temanku, bernama Winwin "Ada apa, bagaimana kabarmu, kapan kau tiba disini, mengapa memanggil, dimana kau membutuhkan bantuanku?” Tanyaku dari kejauhan sembari juga berjalan membelakangi memasuki ruang guru, tidak lupa juga aku memegang pintu, agar jalanku lurus. Setelah itu aku menabrak seseorang, akupun membungkukkan kepalaku kepadanya "Mohon maaf pak, mohon maaf mengganggu waktunya, izin meminta tugas karena saya dijdwalkan oleh Ibu Guru Killin Mata Pelajaran Biologi." Kataku yang kemudian diantar untuk duduk di bangkunya, ia mengambil pulpen karena aku jelas terlihat tidak membawa pulpen, dan ia juga mengambilkan kertas double folio, ia berikanlah kepadaku "Ringkas Rangkuman Biologi materi Sel ya, untuk dipakai sebagai bahan ajar oleh gurumu nanti." Katanya sembari menepuk bahuku "Baik terimakasih banyak atas perhatian bapak, maaf mengganggu waktu bapak." Kataku yang dijawab anggukkan, lalu ia meninggalkanku. Mulailah aku membuat seniku didalam ruang guru, dengan menggambar sel di pojok kiri sel, setelah itu aku tulusi judul yaitu sel dan dibawahnya kutulusi pengertian sel. Sedetik kemudian saat aku akan menjelaskan lebih rinci gambaranku, dimana bagian pertama yang ingin kutuliskan yaitu dinding sel, seseorang mencuri perhatianku yaitu, mengetuk pintu dan langkahan kakinya terdengar mendekat, menuju ke bangku Pak Bagus, yaitu bangku yang aku duduki. "Dinding Sel." Tulisanku yang lebarnya sebesar 3 cmpun Menyegarkan mataku, lalu ku gerakan bola mataku kesamping kanan kertas folio mengikuti bayangkan kaki seseorang, kutatap bayangan kaki tersebut mengikuti sepatu kets putih hingga pandanganku terjatuh tepat padanya "Kenapa kau kesini?" tanyaku yang kemudian ku lanjutkan setelah menarik nafas karena bosan melihatnya "Tidak mungkin kau diberi tugas oleh ibu sel itukan ya, karena kau tidak lebih pintar daripada Brisca." aktaku sembari membengkokkan kepalaku dan menarik garis bibirku ke kiri, memberikannya sebuah fakta "Memang tidak, aku disini atas suruhan Brisca." Sahutnya dengan senyuman "Bagaimana kabarmu?" Tanyanya dengan perhatian di wajahnya dan langsung menundukkan kepalanya untuk melihat tugas yang aku kerjakan di doublefolio ini, akupun tak menjawabnya bersamaan dengan suara ketukan pintu yang mencuri perhatianku. Mengetuk palu kembali sebanyak 3 kali, berdiri, melangkahkan kaki dengan segera, membuka pintu dengan tangan kananku, akupun meninggalkan ruangan. Masih berjalan tegak, tangan kiriku yang sekarang sedang memegang kepalaku, akupun melihat jam tangan emasku. Mengeluarkan ponsel dan langsung menarik tombol telpon darurat dengan tanganku, kunaikkanlah kerah lengan kananku dengan batuan tangan kiriku dan kembali melihat jam sembari menempelkan telpon di telinga "Halo." Sambungnya, "Mataku rabun, Jam berapa ini, kau dimana?" Tanyaku yang beberapa detik selanjutnya panggilanku ditutup. Akupun menjauhkan ponsel dari telingaku, memegang ponselku masih dengan tangan kanan dimana punggung tangan kananku menyentuh celana panjang hitamku. Tetap melangkah tegak sembari terus menerus arah mataku yang ku kedip-kedipkan berkali-kali, terpanah pada jarum arlojiku, ketika aku sudah tiba di depang Gedung Kehakiman Mahkamah Konstitusi, aku tetap melihat arloji walau silau sinar matahari dipantulkan ke bola mataku. Langkah kaki yang aku hafal benar langkah itu dengan bunyi berdecit sepatu kets, terdengar dari dalam gedung yaitu tepatnya dari belakangku, Telapak tanganpun menghalangi sinar matahari yang terpantul, kuangkat tangan kiriku yang memakai arloji ke atas, kepalaku mendongak keatas dan aku berputar ke belakang untuk mencari sinar itu dengan arlojiku. Sebuah badan tegak, hampir ku tabrak, untung saja ia melangkah selangkah mundur. Akupun membalikkan kembali badanku kedepan setelah melihat wajah cemasnya “Kapan kau disini, Dimana kau tadi, aku pikir kau di ruang ganti, mengapa kau berdiri disini, Siapa yang kau tunggu, Apa kau baik-baik saja, bagaimana kabarmu?” Tanya kepadaku dari belakang dengan tangannya yang masih melayang di udara. Membalikkan badanku kembali, kedua tangankupun memegang kepalaku dengan hpku juga mengetuk kepalaku “Aduh, aku gerah, panas, pusing.” Kataku bersamaan dengan suara mobil yang terparkir di depanku, aku yang tahu suara mobil itupun, Setelah aku menurunkan tangan kananku yang memegang ponsel, menyentuhkan kembali telapak tangan kananku dengan celana hitam panjangku, dan aku kembali melihat arloji emas yang menggantung di tanganku, akupun menyampaikan selamat tinggalku kepadanya “Aku pulang dulu ya.” Kataku yang langsung bergegas beralari ke pintu penumpang mobil sebelah kanan, tanpa mempedulikkan sesuatu yang terlepas dari tangan kananku, meninggalkannya dengan tangannya yang masih melayang bersama seorang pria berjas hitam. Kutarik pintu mobil yang ada di sebelah kanan tempat mengemudi itu, namun ternyata terkunci. “Edwin, edwin, cepat buka pintunya.” Kataku yang berdiri di luar mobil sembari menarik-narik pintu mobil, menyebabkan mobil itu terus berbunyi dan aku juga mencoba melihat melalui kaca jendela mobil yang tidak terlihat apapun. Akupun menoleh kanan kiri sembari melihat arlojiku dan tangan kananku masih tetap mencoba membuka mobil. Seseorang yang mengenakan jas hitam tersebutpun membalikkan punggungnya “Edwin apa yang kau lakukan dengan temanku?” teriakku kepada Edwin yang masih berdiri disana, akupun kembali menarik pintu mobil dengan kedua tanganku dan juga kaki kiriku, membuat pintu mobil penumpang yang dibelakang yaitu sebelah kanan itu lecet, tergores-gores hak sepatuku. “Sassy, apa yang kau lakukan dengan mobilku?” Tanyanya kembali kepadaku membuat hak sepatuku copot “Apa kau seorang pengacara? Apakau tidak bisa melihat?” Teriakku kepadanya kembali “Apa yang kau buka jika pintunya terkunci?” Tanyanya kembali sembari melangkah berjalan dengan sangat lambat “Apa yang kau tunggu lagi? Cepat buka pintunya!” Teriakku kembali sembari melepaskan kedua tanganku dari pintu mobil tersebut. Disaat Edwin membuka pintu mobil, iapun masuk kedalam mobil dan menutup pintunya, seketika pintu mobil yang ada di depanku ini terbuka dengan sendirinya, bergeser ke belakang “Apa yang kau tunggu lagi? Cepat masuk kedalam!” Katanya sembari merapikan jas dan dasinya dari dalam mobil. Akupun bergegas masuk ke dalam mobil itu, menutup pintu dengan keras, dan memasang sabuk pengaman dengan cepat sembari bertanya kepadanya “Kau menyalin pertanyaanku ya?” Tanyanya kepadaku membuatnya dia menolehku “Kau itu sebenarnya kenapa?” Tanyanya kepadaku dan langsung menaruh telapak tangan kanannya di dahiku “Seperti biasa saja.” Iapun meletakkan tangan kanannya itu di atas kedua tanganku yang menggenggam di sisi kiri celanaku sembari membaning setir dengan tangan kirinya untuk memundurkan mobil “Tidak, kau gila!” Katanya yang menatapku lalu menatap kedepan kembali sembari menginjak gas mobil, melaju lurus. “Bagaimana sidangmu?” Tanyaku kepadanya saat jalan lurus ini melaju ke lampu merah. “Biasa, berjalan lancar jika kau tidak meneleponku, bagaimana denganmu?” Katanya yang melihatku kembali lalu melihat ke ac yang ada di depanku dan memperbaiki arahan ac tersebut dengan tangan kirinya, akupun menjawabnya sembari melihat lampu hijau yang sudah menyala dan membuatnya melajukan mobilnya “Lagi, lagi-lagi aku membuat kesalahan.” Kataku yang kemudian aku sambung kembali “Mataku rabun.” Akupun menyingkirkan tangannya dan memegang kepalaku dengan tangan kananku sembari melihat arlojiku yang menggantung di tangan kiriku kembali. “Permisi.” Kata seseorang yang mengetuk pintu tersebut membuatku menjatuhkan pulpenku ke meja, alis kanan kunaikkan dan mata kiri ku kecilkan. Aku mencoba berpikir untuk memecahkan suatu kasus dengan mengingat-ingat suaranya. Dan fakta yang mengejutkan dan menguatkan dari kasusku adalah, yang pertama dia seorang Laki-laki, yang kedua, seingatku, suaranya berbeda dengan orang yang mengetuk pintu ini, jelas berarti bahwa orang ini bukanlah dirinya, karena orang yang sekarang berdiri didepan pintu tersebut memiliki suara yang tinggi, mungkin ia seorang perempuan, fakta itu juga akan bertentangan dengan fakta pertama. Dan yang ketiga, seingat-ingatku, kata-katanya yang disampaikan pada saat itu sangat tidak mengenakkan, tidak bermoral, dan juga bersifat menyinggung, tentu sangat-sangat berbeda dengan seseorang yang meminta izin terlebih dahulu sebelum memasuki pintu. Ketiga fakta tersebut dapat kusimpulkan tidak mendukung dan ketiga fakta itu tidak cocok dengan seseorang yang sekarang sedang berdiri di depan pintu. Dan juga ketiga fakta itu cocok dikaitkan dengan sebuah fakta, yaitu penguntit. Akupun mengambil pulpen yang kugunakan menulis untuk bersiap-siap pulang bersamaku “Aku pulang dulu ya lil.” menyampaikan selamat tinggalku dengan hampir bertabrak dengannya dan untung saja ia mundur selangkah, meninggalkannya yang sendirian menunduk melihat selembaran double folio yang kutinggalkan di atas meja guru, akupun keluar dari pintu belakang ruang guru. Keluar dari pintu ruang guru, tepatnya di depan pintu ruang guru, akupun menabrak seseorang, tidak lupa akupun membungkukkan kepalaku lagi dan lagi kepadanya "Mohon maaf pak, mohon maaf mengganggu waktunya, izin menyampaikan tugas saya, saya sudah tinggalkan di meja bapak, tepatnya di samping kanan buku tugas seni budaya kelas 12 pak dan disamping kiri tempat pulpen pak, terimakasih banyak pak.” Kataku yang sudah jelas menutup dan mengakhiri pertemuanku dengannya. Iapun menepuk bahuku membuatku menghentikan langkahku “Tolong taruh pulpen bapak di tempat pulpen di atas meja bapak ya. Oh iya, kamu juga diberikan tugas tambahan untuk membersihkan ruang komite” Kata bapak tersebut yang meninggalkanku, akupun mengangguk sendiri dan kembali berjalan masuk ke ruang guru tepatnya ke meja tadi yang disana terlihat Brisca memukul Lilac yang sedang tertawa “Kenapa kau tidak jadi pulang?” Tanya Lilac kepadaku sembari menahan tawanya, akupun tidak menjawab pertanyaannya alih-alih aku bertanya kepada Brisca sembari menaruh pulpen di tempat pulpen tersebut “Kapan kamu tiba?” Briscapun menjawab sembari menggandeng tangan Lilac “Baru saja.” Memisahkan gandengan mereka dan aku berdiri ditengah menggandeng tangan Brisca di kanan dan Lilac di kiri, Akupun berjalan di depan menarik mereka berdua dengan gandengan agar tidak bertubrukkan dengan pintu ruang guru sembari berkata “Aku punya kasus berat sekarang.” Kataku setelah menginjakkan kaki diluar ruang guru dan belok kiri lalu berjalan lurus “Apa Itu?” Tanya Brisca yang menyalibku, berjalan bersama disampingku “Bersih-bersih.” Kata-kataku yang membuat Lilac ikut menyalib juga, dan berjalan di sebelah kiriku “Kasus macam apa itu?” Tanyanya dengan tertawa dan kemudian ia sambungkan “Kau meremehkanku ya?” Tanyaku yang memukul kakinya, kemudian kusambung “Ayo buktikan dengan mendaftar bersama ke sekolah pengacara no 1, aku pasti akan lulus secara faktanya, aku adalah orang kaya dan aku juga punya orang dalam, kau juga harus Brisca, setujukan?” Tanyaku kepada Brisca yang kemudian Lilac menyela terlebih dahulu “Sombong Sekali.” “Iya, iya, tapi aku akan mengambil kedokteran juga dipilihan kedua.” Jawab Brisca dengan lambat yang kemudian segera ia sambung kembali “Tapikan ayahmu tidak terkenal, atau apakah ia terkenal?” Tanya Brisca kepada bersamaan dengan kami yang telah menginjakkan kaki di ruang komite. Kedua tangan yang ku gandeng itupunku lepaskan, aku mengambil sapu dan sapu bulu untuk mengerjakan dua tugas kebersihan sekaligus yaitu lantai dan meja di sebelah kiri ruang komite, “Setidaknyakan bekerja, tidak sepertinya.” Kataku kepada Brisca yang sedang menaiki kursi dan mengelap jendela, Lilac yang sedang melepas hiasan yang tertempel di dinding-dinding tersebutpun berbicara lebih dahulu dan tampaknya ia mengulang kata-katanya “Sombong sekali.” Katanya dengan wajah yang cemberut, akupun tersenyum menanggapinya “Tapi, aku sebenarnya sangat menyukaimu Lilac.” Kataku kepadanya yang membuatnya tersenyum kembali dan kepada Brisca juga, Briscapun berhenti mengelap jendela dan turun dari kursi yang dinaikinya “Katanya kau tak ingin menyukainya, kan aku sudah bilang aku menyukainya, jadi akukan yang lebih dahulu?” Kata Brisca kepadaku dan menghadapku dengan nadanya yang bertanya dan tentu saja didengar oleh Lilac, tampaknya hal tersebutlah yang membuatnya tersenyum lebar kali ini, akupun menaruh sapu dan kemoceng di tempatnya, lalu menghampiri Brisca. Lilac yang masih tersenyum lebar melangkah mundur dengan matanya yang menghadap ke arah aku dan Brisca. Aku dan Briscapun mengikutinya keluar pintu ruang komite, melihat tingkat anehnya bersama Brisca. Ia mengayun-ayunkan tangannya, masih sembari berjalan mundur dan berkata “Jadi kalian berdua menyukaiku, jangan mimpikan aku ya” “Aku pulang dulu ya.” Tutupnya dengan mengecilkan senyumnya, tetapi masih tetap tersenyum, membalikkan badannya iapun berlari dan disaat itu aku ketahui sebuah fakta “Dia yang berlari namun hatiku yang berdetak kencang.” “Ayo cari taksi.” Kataku kepada Brisca dengan segera merangkul tangannya dan berjalan bersama setelah ia mengungkapkan “Apakah kau mendengar itu?” tanya Brisca kepadaku sembari melangkah bersamaku mencari taksi bersama, iapun melepaskan tanganku dan memegang-megang roknya dengan kedua tangannya, akupun memandangnya dengan pura-pura membuka mata lebar dan membuka mulut “Taksi.” Kata Brisca yang menghentikan taksi, Iapun menarik tanganku setelah ia membuka pintu taksi tersebut, merapikan roknya kembali, ia kembali berkata “Detak jantungku.” Kemudian ia sambung kembali sembari memegang tempat jantungnya berlokasi. Akupun tersenyum dan tertawa sembari memegang pipi kiriku dengan tangan kiriku “Aku kira hanya aku.” Kataku sembari melihat keluar jendela juga, berharap akan ada mobil yang terparkir di halaman rumahku. Akupun membuka pintu taksi dan keluar bersama Brisca dari kiri. Suasana rumah yang gelap dikarenakan lampu yang tidak ada yang menghidupkan ditambah dengan hari yang akan sudah menjelang malam, akupun membuka pagarku sembari berkata kepada Brisca “Kau menginap dirumahku ya!” Pintaku kepadanya dan iapun menganggukkan kepalanya. Berjalan bersama memasuki rumah Akupun mengambil selimut yang berada di sofa dan memakaikannya kepada Brisca. Hal tersebut membuatnya tersenyum, lalu aku mengajaknya pergi ke kamarku yang berada di lantai atas, menaiki tangga bersama, kuperhatikan dirinya yang masih memegang-megangi selimut yang menutupi kedua lengannya, akupun membuka pintu kamarku dan membiarkannya terbuka. Brisca masuk kedalam kamarku, iapun langsung duduk di kasurku dengan selimutnya yang ia tarik kembali untuk menutupi lengannya, kemudian ia berbicara kepadaku dengan kakinya yang berayun “Aku tidak tahu alasan menyukainya.” Katanya yang kemudian ia sambung kembali “Mungkinkah karena kita berjalan dan belajar bersama sejak kecil?” Katanya yang tidak kutahui apakah itu sebuah jawaban dari sebuah pertanyaan ataukah sebuah pertanyaan untuk didapatkannya jawaban “Apakah kau pernah merasakan hatimu berdetak kencang?” Tanya Brisca kepadaku, akupun melangkah kearah sisi pokok kiri kamarku, yang tertempel jelas disana, yaitu kalenderku. Koceret suatu tanggal untuk menutup hari ini sembari memikirkan jawaban dan disaat aku mengingat kejadian itu, aku menemukan dua sekaligus, yaitu pertanyaan dan jawaban untuk dibawa pergi tidur. Mobil yang melaju lurus ini, dibantingkanlah setir mobil itu ke kiri dengan tangan kirinya membuatku bertanya “Kenapa kita kesini?” iapun bertanya balik “Kenapa kau bertanya?” Tanyanya sembari menarik kunci mobil dan membuat mesin mobil mati, ia masukkanlah kunci tersebut ke saku celana yang sangat panjang berwarna hitam, membuka pintu mobilnya dengan menariknya kebelakng, ia keluar dari mobil sembari berkata “Apa kau akan terus diam dimobil, sampai menungguku membukakan pintu mobilmu untukmu?” Tanyanya kepadaku yang masih menaikkan tangan kiriku melihat arloji emas yang menggantung di tanganku, akupun menarik kebelakang pintu mobil tersebut agar terbuka. Saat ku akan keluar, ia berlari kebelakang mobil dan saatku menutup pintu mobil dengan menariknya kedepan, ia berjalan dibelakangku dan meletakkan tangannya di punggungku, mendorongku agar melangkah maju kedepan memasuki toko dengan pintu toko yang terbuka lebar tersebut. Akupun melihat ke kanan kiri, setelah ia mendorongku mendekati tiang yang penuh dengan kacamata berwarna coklat, iapun menyingkirkan tangannya dari punggungku, lalu mengayun-ayunkan sembari melihat sekeliling juga sedangkan aku mengambil kacamata dengan bentuk sedikit kotak yang sudutnya membulat berukuran lumayan besar, kupasangkanlah kedepan wajahku tepatnya kedepan mataku diatas hidung, yang ditengah kacamata tersebut terdapat kertas keras berisi informasi kacamata. “Aduh, tambah buram.” Kataku yang langsung melepaskan kacamata tersebut sedangkan dia mengambil kacamata lainnya, akupun membaca informasi kacamata tersebut. “-2,15?” Bacaku yang kemudian langsung membaca tempelan yang tertempel di depan Lensa kaca kacamata tersebut dan terketik “-2,2?” Bacaku kembali dengan nada meninggi membuat Edwin mendekatkan kepalanya ke kepalaku untuk melihat tempelan dan kertas informasi yang ada di kacamata. Iapun membandingkan dengan tempelan dan kertas informasi kacamata yang dipegangnya “Itu bilangan desimal, lima itu dibulatkan lalu ditambah satu didepannya.” Jelasnya sembari menunjuk angka di kertas informasi sembari membentuk lingkaran dengan jari telunjuk yang menunjuk itu. “Bukankah 2 fakta atau informasi yang berbeda tersebut mengartikan bahwa tidak ada kerterikatan dan secara hukum itu tidak resmi.” Iapun menurunkan tangannya “Tapi.” “Itu perhitungan kuantitatif.” Katanya yang kembali akan kupotong sembari menaruh kacamata tersebut ke tempat kacamata yang semula dengan tangan kiriku. Tangan kananku masih melayang diudara, namun ditariklah tangan kiriku olehnya, pergi mendekati seseorang yang berdiri di sebuah meja. “Mbak, ini sama ini, samakan?” Tanya Edwin sembari menunjuk-nunjuk kertas informasi dan tempelan kepada perempuan yang berdiri dibelakang meja tersebut. “Iya.” Jawabnya sembari menganggukkan kepala membuat Edwin tersenyum kepadaku. “Tapi itu tidak sah baik secara hukum ataupun secara kuantitatif.” Kataku yang kemudian aku lanjutkan sembari memperagakan perhitungan “Karena didalam statistika, kuantitatif harus sesuai, tidak boleh ada data yang berbeda sedikit pun dalam angka dibelakang koma.” “Bukankah kau pengacara terkenal yang baru menginjak umur 22 dan sekarang hanya memiliki pengalaman hanya sebanyak 10 tahun, bukankah terlalu muda untukmu?” Tutupku kepadanya sembari menyilangkan lengan dan tanganku. “Bukankah sama saja?” Tanyanya kepadaku yang ia sambung kembali “Apakah kau seorang pengacara?” Tanyanya kepadaku yang aku balas dengan cepat “Setidaknya aku memiliki darah hukum yang mengalir secara fakta dari ku bayi, ayahku memiliki pengalaman sebanyak 32 tahun, bagaimana denganmu.” Akhirku yang membuat diriku sekarang tersenyum. “Jawabanmu disini tidak sesuai dengan pertanyaanku, pertama aku bertanya apakah kau seorang pengacara.” Katanya yang terputus diputus oleh perempuan yang berdiri di belakang meja “Kalian berdua bisa bicara di pengadilan perceraian.” Kata-katanya dengan mata yang sayu melihat kearah aku dan Edwin membuat Edwin marah “Apa peran Anda disini?” Tanya Edwin yang kemudian ia mengajukan pertanyaan kembali “Apakah anda seorang saksi disini?” “Tidak, saya seorang dokter mata disini." Katanya, Edwin meletakkan kacamata yang masih dipeganganya diatas meja, lalu mengeluarkan dompetnya dari sakunya dan juga langsung mengambil uang seratus-ratusan yang langsung diletakkan diatas meja dengan jari yang menempel “Bagus, Bukankah kau harus memeriksa mata istriku sekarang?” Kata Edwin sembari merapikan rambutnya dengan tangan kirinya dan tangan kanannya masih menyentuh uang membuat perempuan tersebut mengambil uang yang ada diatas meja dan otomatis menyingkirkan tangan Edwin, peremuan itupun langsung keluar dari meja dan mengajakku dengan menarik tanganku ke sebuah ruangan “Ambil saja kembaliannya dok.” Kata Edwin dibelakang mengakhiri kasus di toko optik kacamata ini, akupun melangkah menaiki tangga bersama seseorang yang baru kuketahui faktanya bahwa dia seorang dokter, memasuki ruangan akupun berdiri di tengah-tengah ruangan tersebut. “Kamu bisa melihat ke alat yang ada disamping kananmu ya!” Pinta dokter tersebut kepadaku, lalu aku tempelkan wajahku kesana untuk melakukan pengecekan mata. “Baik, hasilnya sudah keluar, kamu bisa menjauh dari alat itu.” Katanya yang aku turuti. Akupun menjauh dari alat itu dan akupun melihatnya menuliskan sebuah resep. Ia mendatangimu dengan resep itu “Matamu + 1,25, lensamu sedang dibuatkan, kamu bisa tebus dibawah ya.” Katanya sembari memberikanku resep dan akupun langsung menundukkan kepalaku, berjalan keluar menuruni tangga meninggalkannya. Menuruni tangga satu persatu dan yang terakhir, akupun melihat Edwin sedang melihat ponselnya lalu aku berjalan ke sisi pojok kanan dimana terdapat pria yang nampaknya sedang mengurus-mengurusi lensa, lalu kuberikan kepadanya resep tersebut. Diberikanlah ku sebuah kacamata yang berwana coklat dan bentuknya yang sangat sesuai dengan keinginanku, dan disaat aku menggunakan kacamata tersebut. aku melihat kearah cermin, kupasangkan sekali lagi agar ujung kanan kiri menempel tempat diatas telingaku dan itu sangat pantas dengan mataku. Membalikkan badan, akupun berjalan melangkah kearah Edwin “Ayo.” Kataku mengajak Edwin pulang, namun ia tetap melihat ponselnya sembari mengetik cepat, Iapun mengeluarkan kunci mobilnya dan langsung membunyikan mobil tersebut, dari sana ia langsung berjalan akan memasuki mobil, akupun mengikutinya. Memasangkan earphonenya di telinga, iapun menyalakan mesin mobil dengan kunci dan langsung membanting setir dengan dua tangan untuk memundurkan mobil, lalu ia melaju dengan lambat. Hampa yang terjadi sejak perjalanan lurus dan lambat di dalam mobil ini, dia tidak mengeluarkan satu perdebatan sedikitpun membuatku tertidur pulas. “Tidur saja, hari ini, kita tidak ke rumah ayahmu dulu, kau tampaknya lelah.” Bisiknya di dekat telinga sebelah kananku membuatku setengah tersadar bahwa aku sekarang sedang terbaring di sampingnya dibatasi dengan guling di atas kasur berwarna coklat ini. Memeluk guling itu dan membalikkan badanku, yang terakhir kulihat adalah wajahnya dengan lidahnya yang menjular kepadaku.

editor-pick
Dreame-Pilihan editor

bc

TERNODA

read
198.2K
bc

Troublemaker Secret Agent

read
58.5K
bc

DIHAMILI PAKSA Duda Mafia Anak 1

read
40.5K
bc

Sentuhan Semalam Sang Mafia

read
187.7K
bc

B̶u̶k̶a̶n̶ Pacar Pura-Pura

read
155.6K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
233.3K
bc

Hasrat Meresahkan Pria Dewasa

read
29.5K

Pindai untuk mengunduh app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook