TKS - 9

1734 Kata
"Seberapa dekat kau dengan calon istri pangeran?" Ellie menyusuri dapur dengan pandangan bertanya. Keningnya mengernyit kala menemukan Ilama masuk ke area dapur untuk menemuinya secara pribadi. "Cukup dekat. Kami bertetangga. Pandora ada di sana sejak dia kecil." "Oh, begitukah?" Ilama mendengus. "Dia sangat beruntung. Banyak orang miskin berlomba-lomba masuk istana. Entah menjadi pelayan atau berharap dipersunting keluarga bangsawan." Ellie meninggalkan dapur dengan langkah lebar. Menelisik ekspresi Ilama yang lebih senior darinya dengan desahan. "Pandora tidak seperti itu. Dia murni masuk ke istana karena bakat dan istana membutuhkannya. Lagi pula, dia banyak membantu perpustakaan nasional dalam memahami bacaan lama. Jasanya sangat diperlukan." "Intinya, dia beruntung." Bibir Ellie terkatup. Rasanya sia-sia saja berbicara dengan manusia kolot macam Ilama. Meski Laura memercayainya seperti napasnya sendiri. "Putriku memuja Pangeran Alaric." Alis Ellie terangkat naik. "Mereka ada di satu sekolah yang sama. Putriku lebih muda. Pangeran Alaric dulu ada di kampus yang sama dengan Putri Laura. Mereka bersama." "Pangeran Alaric mengenal putrimu?" Ilama mencibir keras. "Mana mungkin? Walau pangeran sangat akrab dengan banyak orang, dia tipikal pemilih. Putriku hanya debu pada kursi. Dan itu membuatnya frustrasi." Ellie tidak bisa menampik bahwa kehidupan kerajaan keras. Terutama pola pikir yang terbentuk pada anak-anak sudah terlanjur mendarah-daging. Menikahi kasta yang lebih rendah, tentunya sebuah kesalahan. Terkecuali ada beberapa hal. Itu yang Ellie tahu. "Apa dia sudah menikah?" "Sudah dan tanpa anak." Ilama menerawang memandang lorong yang sepi. "Mereka tinggal di rumahku. Anak-anakku berkumpul di sana selagi aku bekerja." "Oh, itu bagus. Kau ingin putrimu masuk ke istana ini?" Ilama mendesah. "Dia akan mencoba mendaftar sebagai pelayan baru di Cornelia. Aku yang akan mencoba membawanya." "Apa semudah itu?" tanya Ellie cemas. "Tidak semua orang bisa seleluasa itu mendapatkan tempat di kerajaan. Terutama pelayan." Ilama mengangkat alis. Memandang Ellie datar. "Kalau yang kau maksud untuk tidak membocorkan perihal berita yang sedang panas, putriku mungkin bisa menutup mulutnya. Itu masalah sepele untuknya dan tidak akan diambil pusing." Ellie mundur. Menatap Ilama sinis karena dia baru saja menyinggung soal Pandora. Posisinya, Pandora tidak membocorkan apa pun soal realita pangeran bungsu. Tetapi mengapa dirinya seakan berbuat kesalahan besar yang bisa membuat hancur satu kerajaan? "Pandora bukan perempuan seperti itu." "Aku tidak bekerja selama satu atau dua tahun. Aku berani bertaruh gadis itu akan membuat kekacauan dan kesalahan lebih banyak. Keluarga bangsawan sangat tidak murah hati." Ilama bersuara lantang sekali lagi sebelum membiarkan Ellie sendiri. Pandangan Ellie tertuju pada punggung tua itu. Dengan sinis yang menyala-nyala pada matanya. Dia menyukai semua orang. Tetapi kehadiran Ilama mungkin merubah beberapa hal. Termasuk kubu pelayan yang ada di dalam istana. Ilama hanya mau berteman dan bercengkerama dengan pekerja senior sama seperti dirinya. Tidak mau mengajari yang muda tentang seluk-beluk istana dan membiarkan mereka terluka karena kesalahan. Ilama bersikap acuh tak acuh. Dan kadang-kadang banyak orang mengeluh sikapnya. Apa Putri Laura tahu? Ellie bertanya pada dirinya sendiri. Kelakuan Ilama kadang meresahkan. Namun sekali lagi, mereka tidak akan bisa berbuat banyak sebagai sama-sama pekerja di istana ini. *** "Aku punya dua pilihan untukmu. Ingin digerai atau sanggul? Kau sangat cocok dengan keduanya. Aku mulai dilema sekarang." Pandora meringis. Menunduk menatap korset yang menempel pada tubuhnya dan ini terasa sama sekali tidak nyaman. Terlalu ketat dan membuat bagian depan terlalu membusung. "Digerai mungkin bagus. Aku terbiasa menyanggul rambutku dengan asal," jawabnya malu. Dan si penata rias memberi senyum simpul yang menyenangkan. "Oke. Aku akan memberi sentuhan sedikit setelah mencatoknya. Mungkin rambut lurus selama dua sampai tiga jam bagus di pesta." Pandora merasa gugup sekarang. Jari-jemarinya berkerut satu sama lain di atas pangkuan. Putri Laura telah selesai merias diri dan memilih gaun. Dia menemani suaminya untuk turun lebih awal sementara dirinya bergantian untuk dirias. "Ada tiga gaun yang kurekomendasikan untukmu. Kau bisa memilihnya sendiri atau memilih di lemari yang lain. Itu bukan masalah." "Oh, kau baik sekali." Pandora memberi senyum. Dan penata rias muda itu hanya terkekeh. Rasanya cukup rileks karena ada seseorang yang sama sekali tidak menghakimi serta mencela penampilannya di awal pertemuan. "Aku baru bekerja untuk istana kurang lebih dua tahun. Putri Laura yang membawaku. Beliau baik sekali. Calon ratu sangat berwibawa dan ramah. Mereka sangat serasi, bukan?" "Aku setuju." "Dan bagaimana bisa kau menjalin hubungan dengan pangeran bungsu?" tanya penata rias itu penasaran. "Oh, astaga. Maaf kalau itu tidak membuatmu nyaman. Aku sangat penasaran. Ini terdengar unik karena pertama kalinya pernikahan lintas kedudukan terjadi. Kau bukan berasal dari bangsawan, hanya golongan biasa." "Aku tidak tahu apa kelebihan diriku." Pandora menjawab pasif. Sama sekali menyadari dirinya banyak kekurangan. "Tentu saja. Ini seperti mimpi. Antara yakin atau tidak." "Ini seperti dongeng! Luar biasa." Pandora meringis. Mengusap telapak tangannya lebih sering saat pembahasan mengenai pernikahan cukup membuatnya bergeming. Seolah ada seseorang yang memukul belakang kepalanya dengan tangan dan sangat keras. "Oh, tapi kau tidak terlihat bahagia." "Begitukah?" "Matamu tidak berseri-seri," ujar perempuan itu gelisah. "Saat aku mendengar Putri Laura bicara tentang suami dan kedua anaknya, matanya bersinar sangat terang. Dia begitu memuja keluarganya yang sempurna. Aku melihatnya." "Mungkin aku hanya gugup?" Bibirnya berkerut membentuk senyuman. Segaris senyum tipis saat menunduk dan merasakan panas pada alat pencatok rambut membuatnya diam. "Aku tidak pernah bergaul dengan keluarga bangsawan sebelumnya." Perempuan itu tertawa. "Oh, kau bergaul dengan Pangeran Alaric. Itu sama saja. Keluarga bangsawan hampir serupa satu sama lain soal sikap dan keangkuhan mereka. Jangan cemaskan hal itu. Kau pasti bisa melewati semuanya." Kalimat itu sangat berarti sebagai dukungan. Pandora menarik napas, membuangnya perlahan. Merasakan tali pada korsetnya dipererat dan tiba saatnya untuk memilih gaun. Ada tiga gaun cantik. Dan semuanya mencuri hati Pandora. Ia ingin memakai semuanya pada pesta. "Bagaimana dengan yang putih?" "Aku punya sepatu senada. Kau memilih warna yang bagus. Gaunnya sangat cantik. Ayo, kubantu kau memakainya." Pandora mencoba gaun dengan menahan napas. Merasakan kain gaun yang lembut menempel di kulitnya. Membiarkan tali tipis itu tergantung di bahunya. Rambutnya digerai panjang dan sentuhan berupa jepitan dengan aksen mutiara melekat di tengah rambut. Penampilannya sempurna. Sampai-sampai dirinya tidak mengenali dirinya yang sekarang. Pandora berpenampilan kuno telah tiada. Tergantikan Pandora yang baru, Pandora yang lain dan sesuai dengan usianya. "Kalau kau seperti ini, orang-orang akan berpikir kau berasal dari darah biru yang sebenarnya. Tidak akan percaya kalau kau hanya golongan biasa. Luar biasa!" "Terima kasih," ucapnya malu. Dan merasa senang dengan perubahan barunya. *** Pestanya benar-benar mencolok mata. Pandora pernah membayangkan pesta ini di dalam kepalanya saat membaca buku sastra lama. Karangan penulis abad tujuh belas yang menceritakan pesta dan debut para gadis di negara mereka. Orang-orang mencoba bersolek dan berpenampilan sempurna. Untuk memikat para pria lajang yang baru kembali dari tugas kebangsawanan mereka. Tentu saja yang membedakan tahun ini adalah Pangeran Alaric tidak lagi bisa dijerat oleh pesona apa pun karena dia akan menikah. Para gadis harus menelan ludah serta kekecewaan mereka. Pandora melihat Laura dan Dimitri bercengkerama satu sama lain. Tidak ada anak-anak di sini, dan mereka harus istirahat lebih awal untuk bangun pagi. Anak-anak sebagai penerus dipersiapkan sebaik mungkin demi kelangsungan kerajaan di masa depan sesuai aturan. "Bergabunglah dengan kami," calon raja memintanya dengan ramah. Pandora mendekat dengan perasaan linglung. Berharap wajahnya tidak menampilkan kikuk yang kental. "Aku bilang padamu, Pandora akan menjadi perempuan luar biasa setelah dirias. Kau melihatnya, kan?" Laura bicara pada suaminya. "Tunggu sebentar lagi. Alaric akan tiba. Dia sering terlambat." Dimitri meringis kecil. "Adikku tidak terlalu suka pesta. Tapi dia menikmati acara minum-minum. Dasar aneh." Semua orang menatapnya. Pandora tidak bisa terus-menerus menundukkan kepala hanya karena dirinya menjadi pusat perhatian. Berita menyebar luas. Pandora menjadi perhatian karena dia muncul sebagai calon istri Alaric. Sendiri, tanpa pria itu. "Abaikan saja mereka," tukas Laura datar. "Mereka akan bertanya mengapa kau datang sendiri dan bukannya bersama Alaric. Seolah mereka lupa kalau Alaric suka datang terlambat ke pesta mana pun." Pandora hanya tersenyum. Berusaha menikmati obrolan di antara Dimitri dan dirinya. Ia membuka percakapan soal buku, dan pasangan suami istri itu cukup antusias mendengar kelanjutannya. "Alaric di sini." Dimitri tersenyum lebar saat Alaric datang dengan kemeja dan jas. Penampilan pangeran di zaman milenial memang tidak terpaku pada seragam kerajaan. Ini bukan pesta resmi, dan mereka tidak harus berpakaian ala kerajaan jika menghadiri pesta biasa. Pandora berdeham. Menutupi rasa canggungnya saat mendengar alas sepatu mendekat. Alaric beraroma jantan dengan campuran kayu dan mint. Kemudian berdiri di sampingnya. "Kau datang?" "Begitu caramu menyapa seorang gadis?" Laura menegur dengan masam. Alaric mendengus kecil. Mengamati sekeliling dengan muram, lalu kembali pada Pandora yang sama sekali belum mau menoleh ke arahnya. "Kau berdandan sendiri?" Gadis itu baru berbalik. Dan Alaric mendapati dirinya membeku, menahan napas, serta merasa takjub karena mendapati perubahan itu nyaris mendekati sempurna. "Tidak. Seseorang merias diriku," katanya datar. Terlihat mencoba untuk tidak memaki. "Apa menurut Anda ini terkesan berlebihan?" "Tidak. Itu bagus. Yang meriasmu pasti sosok luar biasa. Upik abu berubah menjadi Cinderella." "Upik abu?" Pandora menghela napas mendengar cibiran itu. "Jangan mencelanya terlalu kasar, Alaric. Kau tidak sopan." Dimitri menegur cukup sinis dan adiknya terang-terangan mengabaikan hal itu. Alaric tidak bisa mengalihkan pandangan dari mata yang bersinar agak redup, gaun cantik yang melekat pada kulit putih bersih yang memanjakan mata. Ia berani bertaruh dari balik kemeja lusuh dan rok super aneh itu, tersembunyi harta karun di dalamnya. "Aku akan mengambil minuman." "Ya, silakan." Laura membiarkan Pandora pergi dan lagi-lagi menarik perhatian seluruh tamu. "Ada dua golongan yang benar-benar menyedihkan menurut kami. Pelayan atau pedagang. Kau golongan bawah yang mana?" Salah seorang bangsawan menegurnya dengan kesan sok ramah. Pandora menurunkan minuman, memasang senyum sebaik mungkin untuk meladeni gangguan lain. "Pelayan." "Ah, pelayan." Suara tawanya sama sekali terdengar mencela. Pandora tidak bisa berhenti menatap kalung berlian yang tersemat di leher wanita itu dan pastinya berharga fantastis. "Pantas. Wajahmu terlihat suram. Seseorang yang berasal dari golongan jelata tidak pandai menyembunyikan diri." "Begitukah?" "Kau sangat beruntung." Wanita itu masih suka mencelanya. Belum mau pergi. "Tapi kuyakin ini tidak akan bertahan lama. Kerajaan sangat suka menyingkirkan benalu yang tidak pantas di rumah mereka." Pandora terlalu terkejut dengan dorongan dari belakang punggungnya sampai menumpahkan isi minuman ke gaun mahal wanita di depannya. Membuat sentakan dan pekikan histeris baru yang memecah suasana. Semua orang menjadi bisu. Memandang ke arah mereka dengan raut penuh tanya. "Aku minta maaf." Ia terburu-buru menyelesaikan masalah dengan mengambil tisu dan mendapat layangan keras di pipi. Yang membuat Pandora membeku. Meremas tisu di tangannya dengan wajah memerah malu. "Kau merusak gaunku! Apa tindakan itu pantas, hah?" Pandora hanya terlalu malu melihat sekitar dan menilai reaksi dari keluarga bangsawan lain. Termasuk reaksi Alaric. Karena tidak ada satupun dari mereka yang berusaha menyelamatkannya. Tidak ada. Mereka semua membisu, membuatnya membatu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN